Setelah kejadian tempo hari saat aku meninggalkan Axel di taman belakang sekolah, Axel tak pernah lagi menyapaku. Bahkan tidak menatapku dan menunjukkan senyumannya saat kami tak sengaja bertemu.
Dia benar-benar buruk sekarang. Alsela, teman se-ekstraku yang saat itu tanpa kutanya memberitahuku bahwa Axel tak pernah lagi mengerjakan tugasnya dengan benar, sering membolos dan terkadang hanya sekolah setengah hari. Pantas saja aku jarang melihatnya.
Kalian tahu apa yang paling membuatku hancur? Aku melihatnya secara langsung menggunakan mataku sendiri bahwa Axel sedang merokok. Iya, dia merokok. Saat itu aku langsung menangis sambil berjalan keluar gedung sekolahan. Dan sepertinya Axel yang sedang merokok sambil duduk di atas motornya tidak melihatku, karena dia asik tertawa bersama teman-temannya.
Saat itu aku tidak langsung pulang, aku memilih untuk ke rumah Kak Asnan dan langsung masuk ke kamarnya. Kak Asnan yang baru saja keluar kamar mandi mengerutkan keningnya dan panik karena melihatku menangis.
"Eh, kenapa lo?" tanya Kak Asnan salah tingkah.
"Kak, gue mau tanya?" tanyaku disela-sela isakan.
"Apaan?" tanya Kak Asnan. "Eh bentar!" interupsi Kak Asnan saat aku baru saja ingin membuka mulut. Tiba-tiba dia melempariku dengan sekotak tisu, kemudian dia duduk di kursi belajarnya.
"Usap dulu tuh ingus lo! Gue nggak mau lo nangis di kamar gue ah, ntar Mama tau dikira gue ngapa-ngapain lo!"
Aku mengambil tisu sembarangan kemudian mengelap air mata dan air yang keluar dari hidung. Kemudian menatap Kak Asnan dengan serius.
"Kenapa nangis?" ucap Kak Asnan penuh pengertian.
"Gue ngeliat Ax ngerokok."
Aku melihat Kak Asnan menunjukkan ekspresi yang sulit kutebak, dia mengusap wajahnya kasar kemudian menggaruk tengkuknya yang entah benar-benar gatal atau tidak.
"Ya terus kenapa nangis?"
Karena aku merasa geram dengannya langsung saja tisu yang kugunakan untuk mengelap ingus tadi kulempar ke arahnya, membuatnya memekik dan bergidik.
"Anjir jorok!"
"Ax suka ngerokok, ya?" tanyaku lagi. Kali aku sudah tengkurap di atas kasur empuk Kak Asnan.
"Aduh, gimana ya jelasinnya?" ucap Kak Asnan dengan nada yang ragu, membuat semakin merasa curiga dan merasa ada yang tidak beres.
"Maksudnya?"
"Buat cowok itu hal yang wajar." ungkapnya.
Aku mendelik menatapnya, "Wajar?" tanyaku dengan sengit. "Jadi menurut lo ini juga wajar?" lanjutku lagi. "Jangan-jangan lo juga suka cabut, ya Kak?"
"Sembarangan kalo ngomong!" ucap Kak Asnan. "Jangan keras-keras!"
"Jadi bener?" tanyaku dengan nada penuh peringatan. "Kenapa sih, Kak?"
"Gimana ya?" Kak Asnan menggaruk-garuk lagi tengkuknya, ekspresi bingungnya benar-benar membuatku geram.
"Bandel banget sih, Kak!"
"Aduh, ya wajar aja sih, lo cewek, hal yang kayak begini pasti lo anggap bandel, cowok itu beda sama cewe asal lo tau."
"Gue juga tau kalo cowo sama cewe itu beda!" tukasku.
"Beda yang gue maksud bukan sekedar cowok punya batang cewek enggak." celetuknya. Aku mendelik sambil melempar kotak tisu yang berada di sampingku ke arahnya, namun sayang Kak Asnan dengan mudah menangkapnya.
"Lo tau sendiri cowok itu apa-apa pake logika, yang diobrolin cowok waktu kumpul itu bukan aib temennya atau curhat masalah pacarnya. Cowok nggak segampang itu buat buka pembicaraan tentang masalah yang lagi dihadepin. Jadi, kebanyakan dari kaum kita melakukan hal-hal yang mungkin bisa mengurangi stress meskipun cuma untuk sementara waktu." ucapnya panjang lebar. "Ngerokok misalnya." lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cracked [Completed]
Teen FictionAku memang bukan perempuan paling cantik. Bukan. Aku hanya aku. Perempuan biasa dengan sedikit kawan. Tapi kamu... Terimakasih sudah merubah hidupku. Membuat masa SMA menjadi lebih berwarna. "Selama lo bisa senyum dan gue masih bisa lihat, itu semu...