Apa-apa yang sudah berantakan seharusnya bisa ditata ulang. Bukan malah dibiarkan semakin berantakan dan malah hilang. Sekarang aku sedang berusaha untuk menata apa yang sedang berantakan dan mencoba untuk menerima sebuah penjelasan.
"Diminum dulu dong, masa cuma diliatin aja daritadi."
Aku mengangguk sambil tersenyum kemudian mulai menyeruput frappucino dihadapanku.
"Tante nggak ganggu kamu, kan?"
Aku menggeleng, "Enggak kok."
Sore ini tiba-tiba saja Tante Maia mengajakku bertemu di sebuah kafe. Ia menjemputku di sekolah, tepatnya di gang dekat sekolah karena katanya Ia tidak mau jika Axel tahu.
Tante Maia orang yang baik. Aku suka padanya. Jika saja sikapnya dari awal seperti ini, pasti aku akan sangat bahagia. Aku masih bingung mengapa Tante Maia mengajakku kemari dan bahkan sembunyi-sembunyi dari Axel.
"Shafaa," panggil Tante Maia saat makananku sudah hampir habis.
"Ada apa, Tante?"
"Shafaa sayang sama Ax nggak?"
Aku diam beberapa saat kemudian mengangguk.
"Seharusnya Tante nggak perlu tanyain ini karena ya Tante sudah tahu jawabannya, tapi Tante pengen denger dari kamu sendiri," ucap Tante Maia. "Kenapa kamu milih putus dari Ax?"
Aku berpikir, harus kujawab apa pertanyaan yang seperti ini.
"Shafaa cuma mikir aja Tante kalau misal kami bersama terus pasti Shafaa makin sayang sama Ax, sedangkan waktu itu Tante benci sama Shafaa." ucapku sambil menunduk. Ada perasaan tidak enak ketika harus mengungkapkan hal ini. "Lagipula, waktu itu Ax sering nggak ada kabar dan dia hilang waktu Shafaa butuh dia."
Aku meminum frappucino yang tinggal setengah itu untuk membasahi tenggorokanku yang terasa kering.
"Tante, Shafaa minta maaf kalau bikin Ax sedih." ucapku sambil mendongak untuk menatap Tante Maia. Ia juga menatapku dengan lembut dan kemudian tersenyum.
"Shafaa nggak usah minta maaf, di sini semua yang salah Tante. Tante bikin kamu sedih, bikin Ax sedih, jadi Tante yang seharusnya minta maaf."
Aku menggeleng. "Semua orang tua ingin yang terbaik untuk anaknya." ucapku mengutip kata-kata Ibu.
Tante Maia tersenyum. Sore itu banyak perbincangan yang terjadi antara aku dan Tante Maia. Tak ada kecanggungan, bahkan aku bisa tertawa. Semua perlahan mulai menyadarkan dan membuka mataku lebar.
"Jangan bilang Ax, kalau Tante bilang ke kamu dia nangis di kamar." ucap Tante Maia sambil terkikik geli, akupun begitu.
"Tante serius Ax nangis?" tanyaku sambil terkekeh. Mobil Tante Maia saat ini sudah berada di depan rumahku.
"Iya, Tante lihat dia nangis di kamar, nggak keras sih, cuma matanya berair gitu sambil ngeliatin foto kamu." tutur Tante Maia dengan wajah geli. "Geli juga Tante ngeliatnya, tapi kasihan."
Kami tertawa bersama. Dan sore itu, aku bersyukur dengan apa yang telah Tuhan berikan, dengan Tante Maia yang begitu baik padaku.
° ° °
Malam yang cukup hangat, memang lebih hangat dari malam-malam yang lalu. Aku sedang berjalan bersisian dengan Tante Maia menuju sebuah reataurant di dalam pusat perbelanjaan. Sesungguhnya tadi ada Ibu bersama kami, tetapi karena malam ini Ibu harus menemani Ayah menemui rekan kerjanya jadi Ibu pulang lebih dulu.
Karena ini adalah liburan jadi, ya aku santai saja jika pulang sampai larut, karena tak harus memikirkan pelajaran untuk hari esok.
Aku dan Tante Maia duduk berhadapan. Sembari menunggu makanan datang, Tante Maia pamit ke kamar mandi, dan terlihat jika sedang menelepon. Tak ada lagi wajah jutek dan omongan pedas dari Tante Maia, Ia benar-benar baik dan ramah sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cracked [Completed]
Teen FictionAku memang bukan perempuan paling cantik. Bukan. Aku hanya aku. Perempuan biasa dengan sedikit kawan. Tapi kamu... Terimakasih sudah merubah hidupku. Membuat masa SMA menjadi lebih berwarna. "Selama lo bisa senyum dan gue masih bisa lihat, itu semu...