Setelah insiden di depan kelasku waktu itu, aku kerap kali memergoki Ibu sedang melamun atau bersedih. Entah apa yang membuatnya seperti itu, tapi aku yakin jika ini ada hubungannya dengan Tante Maia.
"Ibu.." panggilanku masih dihiraukannya.
"Bu," panggilku sembari menepuk punggung tangan Ibu pelan.
Ibu sedikit terkesiap, kulihat dia melengkungkan bibirnya, menampilkan sebuah senyuman yang aku tahu senyuman itu dipaksakan.
"Ada apa sih, Bu?" tanyaku pelan.
"Nggak apa-apa." Ibu berdiri dari duduknya, berjalan menuju sebuah oven yang di dalamnya ada sebuah kue kering.
"Sebenarnya ada apa, Bu?" tanyaku sekali lagi. Aku benar-benar ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, bukan kali ini saja aku menanyakan hal ini, tapi Ibu tak jua memberitahuku.
"Nih kasihkan ayah kamu dulu." ucap Ibu memberikan sepiring kue kering. Aku menerimanya dengan lambat.
"Ibu..." tuturku pelan sambil menatapnya penuh permohonan.
"Shafaa!" balas Ibu penuh peringatan.
Penolakan Ibu kali ini membuat rasa penasaranku sudah berada di ujung. Banyak hal yang berhasil membuat otakku tak beristirahat meskipun liburan semester tengah berlangsung. Setiap malamnya otakku masih belum bisa berpikir dan menduga-duga apa yang sebenarnya terjadi. Namun setiap harinya juga banyak kejadian yang menambah rasa penasaranku, sedang rasa penasaran kemarin belum terjawab sekarang malah bertambah lagi.
Mulai dari pulang mengambil Rapor waktu itu, aku sempat melihat Ibu menangis dan berbicara serius dengan Ayah. Saat itu aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, yang aku tahu memang sedang ada yang tidak beres.
Rasa penasaranku semakin memuncak kala melihat Ibu yang tiba-tiba memeluk Axel ketika dia menjemputku minggu lalu. Tentu itu bukan hal yang biasa, bukannya aku cemburu, tentu saja tidak! Bahkan Axel tidak keberatan, dia malah membalasnya dengan senang hati. Hanya saja ekspresi Ibu yang membuatku penasaran, kala melakukan hal tersebut, aku melihat mata Ibu berkaca-kaca. Dan anehnya Ibu tidak mau lagi menemui Axel, jika dia sedang berkunjung ke rumah kami, Ibu selalu menghindar dengan banyak alasan. Dan kemarin Ibu melarangku pergi ketika tahu Axel yang mengajakku dengan alasan tidak masuk akal. Katanya Ibu ingin malam minggu kemarin seluruh anggota keluarga lengkap berada di rumah.
Sudah dua minggu liburanku berlalu, dan selama itu pula aku hanya berada di rumah. Boring banget nggak tuh! Axel? Aku juga tidak tahu, dia sudah seminggu terakhir tidak menyambangi rumahku.
Aku berjalan keluar teras, menaruh sepiring kue kering di atas meja. Kulihat Ayah yang sedang membaca kotan pagi.
"Ini Yah kuenya."
"Makasih ya."
Setelah membalas ucapan Ayah, aku berjalan masuk menuju kamar. Minggu siang nanti aku berencana pergi bersama Revina.
• • •
Sekarang aku sedang berada disebuah kedai es krim yang berada di daerah Kota Lama bersama dengan Revina. Jika kalian masih ingat, tempat ini sama dengan tempat yang kudatangi bersama Saga beberapa waktu yang lalu. Tapi sekarang bukan itu yang mau kubahas.
Revina mengajakku kemari dan mentraktirku. Katanya, dalam rangka dia barusaja jadian dengan Reza. Aku jadi geli sendiri mengingat kejadian di kantin beberapa waktu lalu ketika Reza mengajak Revina. Revina bilang jika Reza mengajaknya ke taman, bukan untuk menyatakan cintanya melainkan untuk mengungkapkan keraguannya, karena ternyata Reza belum yakin akan perasaannya. Dan tiga hari yang lalu sepulangnya Revina dari Malang, dia bertemu dengan Reza. Malamnya Revina meneleponku dan bercerita jika siang itu Reza menyatakan perasaannya, bahwa siang itu Reza sudah yakin dengan perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cracked [Completed]
Teen FictionAku memang bukan perempuan paling cantik. Bukan. Aku hanya aku. Perempuan biasa dengan sedikit kawan. Tapi kamu... Terimakasih sudah merubah hidupku. Membuat masa SMA menjadi lebih berwarna. "Selama lo bisa senyum dan gue masih bisa lihat, itu semu...