"Kenapa?" tanya Axel sambil mengerutkan kening.
"Jawab dulu pertanyaanku!"
"Apa?"
"Kenapa nggak mau jadi pemeran utama?"
"Karena kamu." ucap Axel kemudian menutup pintu mobilnya dan berjalan memutar lalu masuk ke mobilnya. Sedangkan aku hanya mengerutkan kening bingung.
"Kok aku sih?" tanyaku ketika Axel sudah duduk di jok pengemudi. Aku merasa sedikit kesal, karena aku sama sekali tidak melarang Axel untuk menjadi pemeran utama, bahkan kami belum pernah membahas ini.
"Diem terus daritadi." gerutuku saat tak mendapat respon apapun dari Axel.
Aku diam sambil mengerucutkan bibir. Kenapa sih Axel jadi makin nyebelin gini, ditanyain malah diem mulu.
"Shaf," panggil Axel. Aku sama sekali tak memedulikan panggilannya. Aku masih diam membuang pandangan ke luar.
"Sayang.." panggilnya sekali lagi dengan nada yang merajuk.
Axel menghentikan mobilnya karena lampu lalu lintas menunjukan warna merah.
"Ngambek nih," ucap Axel sambil menoel-noel lenganku.
"Apasih!" ucapku sambil menarik diri agar tak terjangkau oleh Axel.
"Mau tau banget apa?"
"Terserah deh!"
Axel tak membalas ucapanku lagi, aku tahu dia terkekeh pelan. Dia diam lagi sambil melajukan mobilnya.
"Nyebelin banget sih, Ax!" geramku.
"Katanya terserah."
"Yaudah emang terserah!"
Tangan Axel mengusap-usap kepalaku pelan. Tanpa ku duga dia menepikan mobilnya.
"Bima bilang ada adegan dansanya. Bener nggak?"
Aku mengangguk mengiyakan pertanyaan Axel. Dalam teater untuk esok memang ada adegan dansanya.
"Nah yaudah."
Aku menatapnya sambil mengerutkan kening. Aku tidak paham maksudnya.
"Yaudah kenapa?"
Axel menatapku dengan tatapan tak percaya, dia menghembuskan nafasnya pelan.
"Kamu suka kalau aku dansa sama cewek lain?"
"Eng...enggak." ucapku sambil menggeleng pelan.
Ada sebuah kehangatan yang mulai menjalar ke seluruh tubuhku saat mengetahui bahwa ternyata Axel sedang menjaga perasaanku. Sampai sebegitunya.
"Tapi nggak papa. Aku bolehin kok, kan cuma acting." ucapku.
"Tapi aku nggak mau, sayang."
Aku tidak bisa lagi menahan senyum. Bibirku melengkungkan senyuman tulus. "Makasih ya, Ax."
"Untuk apa?"
Aku menggeleng pelan sambil tersenyum, Axel membalasnya dengan tersenyum juga. Dia mengacak poniku dengan gemas kemudian melajukan mobilnya kembali.
° ° °
Classmeet hari pertama berlangsung dengan lancar. Sedari tadi aku sibuk menunggui meja untuk tempat daftar ulang perlombaan baca puisi. Setelah seluruh peserta selesai mengikuti lomba baca puisi sebanyak 42 anak dari masing-masing satu orang wakil kelas, aku menutup buku nama daftar peserta kemudian berlalu keluar ruangan.
Aku berjalan seorang diri menuju kelas untuk mengambil tas. Saat sampai di koridor kelas XI aku melihat Axel berjalan ke arahku dari lapangan.
Aku melihat Axel tidak memakai seragam, dia memakai kaos almamater berwarna hitam dan celana OSIS. Mungkin Axel sama sepertiku, barusaja selesai mengurusi lomba futsal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cracked [Completed]
Teen FictionAku memang bukan perempuan paling cantik. Bukan. Aku hanya aku. Perempuan biasa dengan sedikit kawan. Tapi kamu... Terimakasih sudah merubah hidupku. Membuat masa SMA menjadi lebih berwarna. "Selama lo bisa senyum dan gue masih bisa lihat, itu semu...