Hari terakhir ujian kenaikan kelas berjalan lancar. Karena ini hari terakhir jadi aku pulang lebih awal. Memang tak terasa jika sebentar lagi aku akan jadi siswi kelas dua belas.
Aku mengerutkan kening saat melihat ada sebuah mobil dihalaman rumah. Mobil berwarna merah mengkilap menyita penuh perhatianku. Aku familier dengan mobil ini, tapi aku lupa siapa pemiliknya.
Dengan ragu aku berjalan masuk ke dalam rumah. "Assalamu'alaikum."
Keraguanku semakin bertambah kala melihat Ibu sedang mengobrol dengan seorang wanita. Sekarang aku tahu siapa pemilik mobil mewah itu.
"Tante Ma.. Maia?"
Ibu berdiri dari duduknya sambil tersenyum manis kemudian menuntunku mendekati Tante Maia yang sedang... tersenyum padaku. Tante Maia menyambut uluran tanganku dengan hangat dan senyuman ramah.
Aku masih dengan ekspresi yang kebingungan. Apa yang sedang terjadi Sekarang.
"Cuci muka dulu sana, ganti baju sekalian." titah Ibu. Aku hanya mengangguk kemudian berjalan menuju kamar. Mendengar suara tawa dari arah ruang tamu semakin membuatku bingung. Terakhir kali aku melihat mereka bertemu hubungan mereka tidak sebaik ini, tidak seakrab sekarang sampai bisa tertawa seperti demikian.
Setelah selesai berganti pakaian, aku keluar kamar dan menuju ruang tamu, masih sangat penasaran dengan apa yang terjadi.
"Sini duduk sebelah, tante!" ucap Tante Maia sambil menepuk-nepuk sofa di sampingnya. Aku melirik Ibu, dan ketika melihat Ibu mengangguk aku berjalan mendekati Tante Maia dan duduk di sampingnya.
Tante Maia menangkup wajahku dengan kedua tangannya yang lembut, terkadang membelai rambutku, menatapku begitu lembut, sedang aku hanya bisa tersenyum kikuk.
"Tante boleh cium sama peluk kamu?" tanya Tante Maia dengan mata yang berkaca-kaca. Ini sebenarnya ada apa? Bagaimana bisa sikap Tante Maia padaku bisa berubah sedrastis ini.
Aku mengangguk.
Detik berikutnya Tante Maia menciumi pipiku, keningku, hidungku, sampai hampir seluruh wajah dengan gemas.
"Cantiknya anak ini!" ucapnya kemudian memelukku. Dan yang membuatku lebih heran lagi adalah saat mengetahui bahwa Tante Maia menangis.
"Shafaa, tante minta maaf ya, nak." ucapnya lembut. Aku yang masih terpaku hanya bisa mengangguk. Kulihat Ibu yang masih melihat kami sambil tersenyum dan mata yang ikut berkaca-kaca seperti Tante Maia.
"Tante kenapa nangis?" tanyaku setelah pelukan kami terlepas. Tante Maia mencoba tersenyum dengan tangan yang berkali-kali mengusap pipinya yang basah.
"Tante minta maaf ya, karena selama ini jahat sama anak sebaik kamu." ucap Tante Maia dengan suara yang serak dan nada penuh permohonan.
"Ini sebenarnya ada apa sih? Shafaa nggak ngerti deh." ucapku.
Ibu dan Tante Maia saling melempar pandang membuatku bingung setengah mati.
"Kenapa?" tanyaku lagi.
"Jadi, Ibu sama Tante Maia itu sahabat waktu kuliah dulu." ucap Ibu.
Keningku mengkerut dalam mendengar penuturan Ibu. Sahabat? Tapi kemarin mereka saling bertatap tajam tidak ada kesan keakraban.
"Tapi... Tante?"
"Tante jahat sama kamu?" ucap Tante Maia. Aku hanya menggaruk tengkukku yang tidak gatal.
"Shafaa nggak paham." ucapku.
"Dulu kami sahabat baik, Ibu kamu itu seorang sahabat yang nggak pernah lagi bisa Tante temukan setelah kesalahan yang tante buat sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cracked [Completed]
Teen FictionAku memang bukan perempuan paling cantik. Bukan. Aku hanya aku. Perempuan biasa dengan sedikit kawan. Tapi kamu... Terimakasih sudah merubah hidupku. Membuat masa SMA menjadi lebih berwarna. "Selama lo bisa senyum dan gue masih bisa lihat, itu semu...