17

6.1K 282 50
                                    

Malam yang sunyi. Langit gelap bertabur bintang. Bulan yang memancarkan cahaya terang dan angin sepoi-sepoi membuat suasana malam semakin senyap.

Di sudut jendela dalam sebuah kamar mewah yang hanya di terangi sinar rembulan, terlihat siluet ramping sosok wanita yang tengah duduk termenung seorang diri. Suasana sunyi sekitar justru membuatnya semakin larut dalam pikiran yang dalam.

Menatap jauh ke arah langit, pikiran sang wanita yang tak lain adalah Lucy melayang jauh entah kemana. Semua terlalu mendadak dan tak terduga, membuatnya kian tak paham. Alis indahnya sedikit berkerut menandakan seberapa dalam dia berpikir. Terus mencari dimana letak salahnya dan hal apa yang telah dia lupakan.

Sayang, semakin keras dia berusaha berpikir dan mencari, nyatanya jawaban masih terlalu enggan menyerahkan diri padanya. Membuatnya kian merana dan mulai menebak hal gila apa yang sudah dia lakukan dimasa lalu sehingga masa depannya kian suram.

Bermula dari Damian sang taipan kaya yang mendadak memfitnahnya hingga dia harus bersembunyi di desa jauh dari hiruk pikuk kota.

Kemudian pertemuan tak terduganya dengan sang pria super seksi bernama Sean yang membuatnya tergila-gila.

Disusul dengan si bringas Michael yang mendadak muncul membuat semuanya kian tak masuk akal. Mengingat seberapa sibuknya seorang Michael Belluci yang merupakan seorang billionaire terkenal pemilik perusahaan berlian dan transportasi yang sudah tersebar hampir ke seluruh daratan Eropa.

Dan terakhir, pria aneh yang terasa tak asing bernama Elbert juga tak kalah membuatnya gagal paham.

Otak di kepalanya yang selama ini selalu dia yakini cerdas mendadak kehilangan kemampuan. Membuat Lucy bertanya-tanya apakah otak nya sudah di tukar saat dia tak sadar.

Mengerutkan kening, Lucy kembali berpikir keras. Mencari memori ingatan masa lalu silam yang terlupakan karena kecelakaan maut yang telah merenggut ingatan masa lalu dan nyawa kakak angkatnya.

Sakit, mendadak kepalanya kembali terasa sakit. Begitu menyakitkan seakan ada ribuan jarum tak kasat mata yang menusuk otaknya. Rasa sakit mengerikan inilah yang akan selalu dia alami jika mencoba kembali mengingat masa lalu.

Sambil memegang kepalanya kuat, darah segar perlahan mengalir dari hidungnya. Wajah Lucy pun tampak kian memucat. Tak sanggup bertahan, Lucy memilih menyerah. Membiarkan sang kegelapan menelan kesadarannya sepenuhnya.

***

Di tempat lain. Setelah memberikan ultimatum ke wanitanya, Tom langsung pergi kembali ke ruang kerja. Pikirannya kacau, melihat wajah Lucy yang mendadak pucat sambil menatapnya dengan tatapan takut membuat hatinya kian tersayat.

'Menikah dengannya, apakah semengerikan itu?' batinnya.

Menutup mata sesaat, mati-matian Tom mencoba menstabilkan emosi yang sejak tadi bergejolak.

"Kau akan menyerah? Bukankah cinta tidak harus memiliki?"

Tersenyum sinis, Tom menjawab skeptis suara di kepalanya, "jangan buang tenaga mu hanya untuk mengatakan hal tak berguna seperti itu."

"Tom, kau jelas mengerti apa yang kumaksud."

"Tidak, aku tidak mengerti Sean. Aku benar- benar tidak mengerti bagaimana mungkin selama ini aku bisa bertahan membiarkan mu mengambil alih tubuh kita."

"Tom, aku hanya tidak ingin dia terluka."

"Dan kau lebih memilih kita yang terluka begitu?"

"Aku__"

"Coba aku tanya," jeda sejenak. Tom mengerutkan kening dalam seolah sedang berpikir keras. "Bagaimana jika besok yang menikah dengannya bukan kita tapi pria lain? Bagaimana menurutmu?"

Tidak ada suara balasan, Tom mendengus sinis. Dia jelas tahu betul isi hati Sean karena mereka berbagi hati yang sama. Hanya saja, Tom menempati sisi tergelap dari hati terang yang dimiliki Sean.

**

Di tempat lain, dalam kamar yamg sudah seperti kapal pecah, Michael duduk d atas ranjang sambil masih sibuk meneror nomor ponsel Lucy dan anak buahnya. Tapi sampai langit berubah warna menjadi gelap, tak ada kabar baik yang dia terima. Membuat kesabaran Michael yang sejak awal tak lebih besar dari jarum sudah hilang sejak lama.

Entah sudah berapa banyak orang yang dia jadikan korban. Begitu banyak bawahan yang menjadi pengangguran karena gagal mendapatkan wanita yang dia inginkan.

Sesaat ponsel nya berbunyi. Menatap nama sang penelpon, emosi Michael jadi kian meningkat.

"2 menit."

"Ah kau masih saja begitu sombong."

"Sudahlah, tidak bisakah kau langsung ke intinya saja?!"

"Wow sepertinya emosimu sedang tak stabil."

"Cih, memangnya kapan emosiku bisa stabil kalau berurusan denganmu? Cepat bicara selagi aku masih ramah."

"Dan aku tak yakin kau bisa tetap ramah jika kau tau apa yang__"

tuuut... tuuut...

Panggilan diputus sepihak. Michael sang pelaku hanya menampilkan ekspresi tak bersalah. Selang beberapa detit, ponselnya kembali berbunyi membuat Michael semakin kesal.

"Apa__"

"Besok mereka akan menikah. Aku sudah kirimkan alamatnya ke emailmu."

tuuuttt...

Panggilan terputus, kali ini bukan Michael yang menutup sepihak panggilan. Tapi wajah Michael mendadak pucat dan kaku. Otak cerdasnya mendadak buntu dan berhenti bekerja.

Bergegas, Michael mengecek emailnya. Perlahan senyuman sinis terbit di wajah rupawannya, membuatnya benar-benar mirip dengan dewa kematian yang haus darah.

***

Di sisi lain, sang penelpon sekaligus sang informan kini sedang tertawa terpingkal-pingkal. Tak sanggup membayangkan ekspresi seperti apa yang tercetak di wajah si sulung Belluci yang terkenal mengerikan.

Setelah berhenti tertawa, menatap jauh ke depan, dia tertegun sejenak. Berbisik kepada dirinya sendiri akan bencana apa yang akan terjadi di nasa depan.

"Princess, kenapa kau harus kehilangan ingatan tentang mereka. Mereka yang bahkan jauh lebih berbahaya dari malaikat kematian."

***
tbc,

Hi saya datang kembali...

Apakah masih ada yang stay?

Ditunggu vote + comment nya ya.

Terimakasih,
De_An










My ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang