6

13.9K 546 32
                                    

Lucy Pov...

Hari ini semua berjalan seperti biasanya. Tidak ada yang spesial. Tidak terasa sudah satu minggu lebih aku berada di desa ini. Semenjak pesta panen raya itu, aku tidak pernah bertemu dengan Sean lagi. Dia bagai hilang ditelan bumi. Membuatku selalu uring-uringan setiap hari.

Emily juga tidak banyak membantu, mengingat dia bahkan tidak tahu faktor penyebab buruknya moodku. Sekarang masih terlalu pagi dan mataku sudah menolak untuk tidur kembali. Lelah berpikir, aku memutuskan keluar dan berjalan-jalan di sekitar desa.

Entah berapa lama aku berjalan, tanpa kusadari aku sudah berada di danau tempat pertama kali aku melihat Sean. Pria yang menjadi sumber fantasi gilaku. Pria yang sudah sukses membuatku terlihat seperti wanita jalang menyedihkan karena berulang kali ditolak mentah-mentah.

Drrrttt....

Ponsel jelekku bergetar, menandakan ada panggilan masuk. Melirik sekilas, aku kembali menghela napas saat sadar nomor baru yang menghubungiku. Nomor yang sudah beberapa hari ini menghubungiku.

Di sini aku hanya menggunakan ponsel tua yang tidak ada akses internetnya. Jangankan internet, kameranya saja tidak ada.

Jerry sengaja menyita ponsel lamaku dan menggantinya dengan ponsel tua ini. Dia bilang itu demi keselamatanku karena ponsel ini adalah ponsel yang sudah didesain sedemikian rupa agar tidak bisa dilacak.

Sebelum pergi, aku juga sudah mengganti nomor ponselku. Hanya Jerry yang tahu nomor ini, aku bahkan tidak memberitahu keluargaku. Percuma, mereka juga tidak akan perduli. Mereka semua sibuk, sejak awal memang hanya Jerry yang selalu perduli padaku.

Hal itulah yang membuatku selalu enggan memberikan nomor pribadiku ke orang lain. Jadi, saat tiba-tiba ada nomor asing tak dikenal yang menghubungiku, tentu aku akan memilih mengabaikannya.

Beberapa saat berselang, aku memilih terus menatap ke arah danau. Danau ini sangat tenang. Membuat mood burukku berangsur lenyap. Ponsel yang sejak tadi mengganggu pun sudah berhenti bergetar. Menandakan sang penelpon sudah bosan diabaikan.

Drrrt...

Kembali, ponselku kembali bergetar. Bukan tanda adanya panggilang masuk, melainkan tanda sebuah pesan. Pesan dari nomor yang sama. Penasaran, aku membukanya dan mulai membaca. Pesan itu tidak panjang tapi cukup mengganggu.

“Kau tidak akan bisa lari dariku.”

Hanya satu kalimat, tapi sukses langsung menjatuhkan mood yang sejak tadi ku bangun . Dan entah kenapa, aku seperti mengenali sang pengirim pesan itu.

“Aug... augh... augh... grrr...”

Melirik ke samping, aku baru menyadari ada seekor anak anjing di sampingku. Entah sejak kapan dia berada di situ. Aku juga tidak perduli.

“Jangan dekati dia Mour. Dia akan menjadikanmu hidangan penutup sama seperti Vitto.”

Berbalik, mulutku sukses menganga lebar dengan mata melotot saat melihat siapa yang tengah berdiri di belakangku.

“Tutup mulutmu sebelum lalat masuk dan berkembang biak di situ.”

Kembali suara merdu bak dewa Olimpus kembali memanjakan telingaku. Membuatku kian terhanyut akan imajinasi liar yang tiba-tiba datang menyerang.

“Hilangkan ekspresi bodohmu itu. Kau hanya akan membuat Amour takut.”

Lagi, suara itu kembali memanjakan telingaku. Tapi tunggu, Amour? Bukankah itu nama wanita? Siapa dia?

“Ayo kita pergi, wanita jelek itu bukan teman yang baik untukmu.”

Berbalik, mereka berbalik dan berniat meninggalkanku setelah menghinaku. Oh kejam sekali dia.

My ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang