21

6.2K 233 36
                                    

"Tentu saja itu akan menjadi awal dari sebuah bencana."

**

"Sean, Sean, hei Sean!"

Suara keras Lucy menyentak kesadaran Tom yang entah berapa lama tenggelam oleh kenangan masa lalu. Menatap ke depan, pandangannya jatuh ke wajah cantik Lucy yang tengah menatapnya cemas.

"Sean, apa yang terjadi? Kenapa kau diam? Dan wajahmu...."

"Aku baik-baik saja."

"Benarkah?"

"Hm."

Meski enggan, Lucy memilih percaya. Tapi jauh di lubuk hatinya dia tahu bahwa ada sesuatu yang tak beres. Pria di depannya bukanlah pria yang mudah kehilangan fokus. Bahkan jika dia telanjang di hadapannya, dia yakin seratus persen bahwa Sean tidak akan kehilangan fokus seperti sekarang.

Meski penasaran, Lucy mati-matian menahan rasa penasaran yang teramat sangat di dalam hatinya karena dia tahu itu akan percuma. Tidak perduli seberapa keras dia mencoba, Sean tetap tidak akan memberitahunya, batinnya.

"Sean, tidakkah kau berniat untuk melanjutkan ceritanya?"

Berdiri, Sean langsung menarik Lucy dan memeluknya erat.

"Sean, ada apa?" Tidak ada jawaban, hanya rengkuhan Sean di tubuhnya yang makin mengencang. Mengerutkan kening, Lucy jelas bingung dengan perubahan situasi yang mendadak ini.

Saat Lucy hendak bertanya lagi, dia dikejutkan oleh tubuh gemetar pria yang kini tengah memeluknya erat.

"Sean, kau baik-baik saja? Apakah kau sakit?" Rasa cemas mulai menghantamnya.

'Pria ini, bukankah tadi dia masih baik-baik saja? Bagaimana bisa mendadak begini? Ini tidak mungkin karena masakan yang aku buat meracuni otaknyakan?' batinnya.

"Hei, jangan membuatku takut!" Cemas, Lucy berusaha melepaskan pelukan Sean. Bukannya lepas, Sean yang masih dikendalikan oleh Tom justru semakin mengencangkan pelukannya. Seolah-olah jika dilonggarkan sedikit saja, maka wanita yang kini tengah dia peluk akan lenyap tak bersisa.

"Se..."

"Sakit, ini benar-benar menyakitkan. Meski sudah begitu lama, tapi tetap terasa menyakitkan."

Bingung, Lucy benar-benar tidak mengerti. Memilih jalan aman, Lucy berusaha menenangkan.

"Hm ayo kita bicara, tapi bisakah kau lepaskan aku...."

"Tidak, matipun kami tidak akan pernah melepaskanmu lagi!"

Melotot, wajah Tom mendadak mengeras. Melonggarkan pelukannya, Tom menatap Lucy tajam. Mendapati situasi kembali berubah, Lucy kembali bingung. 

"Aku..."

"Diam! Jangan pernah berpikir untuk lari ataupun pergi lagi. Kau milik kami! Jika kau berani pergi, tidak perduli apa, kali ini, aku pasti bisa menangkapmu dan mengikatmu kembali ke sisiku."

Mengerutkan kening, kegagalannya dalam memahami topik yang selalu berubah-ubah ini membuat Lucy kian frustasi. Kami? Siapa? batinnya.

Tom yang melihatnya mengerutkan kening semakin merasa tidak puas. Berpikir bahwa wanita yang bertahun-tahun dia cintai akan pergi meninggalkannya lagi membuat dadanya kian memanas.

Melepaskan pelukan, Tom memilih pergi meninggalkan Lucy yang tengah frustasi seorang diri.

Melihat sumber masalahnya pergi, Lucy kian tertekan.

'Bajingan ini, apakah dia memiliki kepribadian ganda? Atau apakah dia psycho? Dan apa-apaan dengan kalimat kepemilikannya itu. Bukannya seharusnya aku yang mengatakan itu.'

Sadar dan tidak terima kalimat yang selama ini ia klaim sebagai miliknya direbut, Lucy berlari mengejar Tom yang mulai menghilang di dekat pantai.

***

Di tempat lain....

"Tuan, apakah kita tidak akan membawa Nona kembali?"

Pria yang dipanggil Tuan masih diam. Sibuk melihat foto-foto wanita berambut pirang yang baru dia dapatkan.

"Tu..."

"Kenapa terburu-buru. Biarkan dia menikmati kebahagiaannya sedikit lebih lama. Lagipula aku yakin dia tidak akan menyakiti adikku."

"Tapi, Mr Mills dan Mr Bellucci..."

"Apa yang kau cemaskan?"

Mengalihkan pandangan, pria yang sejak tadi memfokuskan pandangannya ke foto-foto yang bertebaran di atas meja menatap tajam wanita yang kini tengah berusaha untuk tidak gemetar.

Menatap tajam dari ujung kaki hingga ujung rambut, sang pria sadar bahwa sosok wanita berambut pirang dihadapannya tengah mati-matian menahan diri dan sok kuat.

Mendengus, dia jelas merasa tak senang. Dia lah pemimpinnya, kenapa wanita yang sekarang menjadi bawahannya ini bahkan berani mengkritiknya. Apakah selama ini dia sudah terlalu lunak, batinnya.

"Maaf Tuan, saya...."

"Damian dan Michael tidak akan pernah menyakiti adikku. Selain tidak mampu, mereka juga tidak bisa. Dalam kasus ini, kalaupun tertempuran tidak bisa dielakkan, maka bisa dipastikan Sean lah yang akan berada dalam bahaya. Kenapa kau masih begitu bodoh meski sudah bertahun-tahun berada di sisiku!"

"Saya hanya mencemaskan Nona Muda."

"Mencemaskan adikku eh? Laura, kau pikir aku tidak tahu apa yang ada di kepala kecilmu itu?"

"Tuan, saya...."

"Laura, apakah kau pikir posisimu sekarang bisa menyelamatkan nyawa kecilmu jika kau berani menghancurkan rencana indahku untuk kesayanganku?"

Pucat, wajah wanita yang bernama Laura kian memucat. Kalimat yang barusan dia dengar jelas mampu membuat hatinya hancur.

"Jack, sadarlah. Kau sudah berbuat diluar batas. Demi Tuhan dia adikmu!" Memberanikan diri, Laura menegur pria di depannya. Berharap sang pria sadar.

Tapi sayang, yang dia peroleh hanya tatapan menghina yang semakin membuatnya tak berdaya.

"Laura, Laura, Laura. Apakah kau pikir satu kali tidur denganku bisa membuatku menyukaimu dan membuang impianku?"

Berdiri, sang pria bernama Jack berjalan mendekati Laura yang wajahnya kian memucat. Mendekat, Jack sedikit menunduk untuk membisikkan kalimat yang membuat Laura kian memucat.

"Dengar, jika bukan karena obat sialan itu dan wajahmu yang mirip dengan princess kesayanganku, apakah kau pikir aku sudi menidurimu? Apakah kau lupa siapa nama yang aku panggil saat aku keluar di dalammu?"

"I...itu..."

"Lucy, Lucy Blackstone lah yang aku panggil."

***

Tbc,

Tolong vote + comment nya ya.

Terimakasih





Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 18, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang