8

10.8K 482 16
                                    

"Hahaha," tertawa kencang, Lucy kembali membuat Sean bingung.

"Apa katamu tadi?" Memberikan tatapan tajam, Lucy bermaksud mengintimidasi. Membuat pria di depannya tunduk adalah tujuannya. Tujuan yang harus menjadi kenyataan bagaimana pun caranya.

"Maaf Sean, bukan aku tapi kau. Kau lah yang akan menjadi gigolo ku. Mainanku dan penghangat ranjangku." Memberikan tatapan remeh, dia kembali menambahkan, "itu pun kalau aku masih berselera pada tubuhmu."

Tersenyum sinis, Sean benar-benar kehilangan kata-kata. Wanita di depannya jelas gila. Tapi entah kenapa hal itu justru membuatnya semakin semangat. Semangat untuk menghancurkannya.

"Terserah kau mau bilang apa. Yang jelas, sampai kapan pun aku tidak akan pernah mau menjadi gigolomu."

Sean berkata santai, meremehkan wanita yang kini semakin berhasrat untuk mencekiknya.

"Ya, kita...."

"Sean!"

Menutup mulut rapat, Lucy mendadak bungkam. Memori akan kejadian tak terduga saat panen raya lalu mendadak menyeruak. Membuat dirinya serba salah.

"Hai, Cy. Wah kalian sedang apa di sini? Berkencankah?" Dengan tampang polos tak terduga, sang tamu tak diundang menyuarakan isi kepalanya yang sangat tak masuk akal.

"Berkencan? Dengan jalang sepertinya? Cih."

"Berkencan? Dengan pria dingin bermulut kasar ini? Dia pasti gila."

"Tentu saja tidak Mr...."

"Brian, kau bisa memanggilku Brian. Maaf, aku tidak sempat memperkenalkan diri saat terakhir kali kita bertemu."

"Ya, tidak masalah. Lagipula saat itu ak...."

"Ada apa kau memanggilku." Memotong pembicaraan, Sean tak suka melihat tatapan Lucy yang bersahabat terhadap temannya. Entah kenapa itu membuatnya merasa tak nyaman.

Ditambah Brian jelas sangat ingat dengan detail kejadian memalukan saat panen raya dulu. Tatapan jahil Brian ke arahnya mampu menjelaskan segalanya.

"Aku hanya mau menyampaikan bahwa Nea menunggumu di rumah. Dia datang dengan berderai air mata dan pakaian koyak-koyak dengan lebam di...."

Tanpa menunggu Brian selesai bicara, Sean langsung berlari menjauh dengan wajah mengeras. Membuat Lucy dan Brian terdiam.

Melirik ke samping, Brian memperhatikan wanita di sampingnya. Wanita yang selalu menjadi pembicaraan hangat seantero desa.

Bukan hanya itu, bahkan seorang Sean yang terkenal dingin dan tak perduli sekitar pun mendadak menjadi cerewet jika membahas wanita ini. Membuat dia selalu bertanya-tanya siapakan Lucy Blackstone sesungguhnya.

"Ehm, kau sedang apa di sini Lucy?" Memutus keheningan, dia bertanya basa-basi.

"Nea dan Sean, ada hubungan apa mereka?" Tak menanggapi pertanyaan Brian, Lucy justru menanyakan hal lain.

"Nea dan Sean? Kenapa kau bertanya tentang mereka? Kau..."

"Aku tertarik padanya." Tanpa buang waktu, Lucy langsung memotong perkataan Brian. Membuat Brian tersenyum samar.

"Matilah kau Sean. Kali ini kau mendapatkan lawan yang seimbang," batinnya.

"Entahlah. Kenapa tidak langsung kau tanyakan saja pada orangnya." Mengangkat bahu malas, Brian mencoba memancing. Dia butuh bukti yang lebih kuat untuk menguatkan persepsinya.

Melirik sekilas, Lucy sadar pria di sampingnya sedang mengujinya. Malas, dia merapikan semua peralatan yang dia bawa dan berniat pulang.

Mood nya sudah hancur. Ditambah ketidak tahuannya akan orang-orang di sekitar sang target semakin membuatnya kesal.

Brian yang memperhatikan menghela napas panjang. Sangat menyayangkan bahwa niat terselubungnya sudah ketahuan.

"Nea adalah adik dari teman baik Sean."

Melirik ke samping, Brian mencoba menebak ekspresi sang wanita. Tidak ada tanda-tanda terkejut di sana, membuatnya kembali bertanya-tanya akan kesungguhan Lucy menginginkan Sean.

"Berhenti menatapku seperti itu. Kau hanya akan kecewa karena tidak mendapatkan apa yang kau inginkan." Masih fokus membereskan peralatannya, Lucy berbicara tanpa menoleh.

Mengerutkan kening, Brian sukses gagal paham. Tidak mengerti dengan pola pikir wanita di sampingnya. Seketika tubuhnya menegang saat kesimpulan lain menyentak kesadarannya.

Menatap Lucy tajam, Brian berbicara mendesis sarat akan amarah. "Kau, apakah kau adalah orang suruhan keluarga Sean?"

Mengerutkan kening, kali ini Lucy lah yang gagal paham. Melihat kebungkaman Lucy, Brian kembali menambahkan.

"Berapa dia membayarmu? Satu hal yang harus kau dan mereka tahu, apa pun yang terjadi, Sean tidak akan kembali. Dia sudah bahagia hidup di sini."

Setelah mengatakan kalimat panjang lebar yang jelas tak dimengerti oleh Lucy, Brian memilih berbalik berniat pergi. Niatan yang langsung gagal saat mendengar kalimat balasan dari wanita yang sejak tadi hanya diam.

"Ranjang. Aku hanya ingin membawanya ke atas ranjangku. Tidak lebih dan tidak kurang."

"Kau, wanita seperti apa kau sebenarnya. Kau...."

"Wanita yang tidak munafik. Itulah aku." Mengangkat bahu malas, Lucy berkata tanpa beban. Seolah apa yang baru dia katakan hanya hal sepele yang tidak penting.

"Kau...."

"Jadi kau tidak perlu takut kalau aku akan menyakiti teman bodoh sok jual mahalmu itu. Karena jelas niatku hanya ingin mengajaknya bersenang-senang."

Setelah mengatakan itu, Lucy berjalan menjauh. Pergi meninggalkan Brian yang masih mematung.

Lucy bahkan tidak menyadari bahwa niatnya itulah yang nantinya membuat Sean semakin tersakiti. Rasa sakit yang teramat sangat sehingga membuat Sean tidak memiliki pilihan lain selain membalasnya.

***

Di tempat lain, Sean yang sudah sampai ke rumahnya menatap Nea tajam. Nea yang menyadarinya berlari mendekat dan memeluk Sean erat.

"Sean, aku takut. Mereka jahat. Mereka menyiksaku." Sambil menangis terisak, Nea berbicara dalam pelukan Sean yang hanya diam.

Kediaman Sean nyatanya membuat Nea semakin menguatkan pelukan. Takut bahwa Sean akan pergi meninggalkannya.

"Sean, jika kakak masih ada, aku tidak akan seperti ini. Dia pasti akan melindungiku."

Menggeram, emosi Sean mulai terpancing. Sejak dulu, Nea selalu menjadikan kakaknya yang telah tiada sebagai tameng untuk membuat Sean menurut. Dan ya, itu selalu berhasil hingga sekarang.

"Lalu apa maumu?"

"Lucy, jalang itulah penyebabnya. Dia yang menyuruh orang-orang itu untuk memukul dan hampir memperkosaku. Dan aku mau kau membalasnya, untukku dan kakakku yang sudah tiada."


***

tbc,





My ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang