Istirahat siang ini May main ke kelasku. Dia protes karena nggak pernah kebagian donat titipanku di kantin. Kata May donatku terkenal enak banget. Aku nyengir lebar lalu cerita pada May; niatnya kalau prospek bisnis donatku lancar, aku mau mulai jualan bolu kukus juga.
Belum sempat aku melebarkan usaha jualan bolu kukus, kabar buruk menyebar. Katanya dalam kotak tempat aku meletakan donat, ada cicak matinya. Sontak selama seminggu, bisnis donatku kacau. Paling hanya tujuh delapan biji yang terjual sisanya nganggur dan akhirnya basi.
"Mana mungkin ibuku masukin cicak mati dalam kotak donat." Aku puyeng memikirkan bisnisku.
"Iya nggak mungkin, Jo." May menyipitkan mata curiga, "Kalau aku sih curiganya, gosip cicak tuh kerjaannya Yano. Buktinya waktu kamu ngambil kotakmu, kamu nggak nemu cicak mati kan? Bu Agus- ibu kantin yang kamu titipin juga nggak protes apa-apa kan?"
Aku mengangguk-angguk setuju tapi masalahnya aku nggak punya bukti. Awalnya kukira bisnisku bakal bangkrut, nyatanya di hari ke delapan jualanku ludes lagi. Kayaknya gosip cicak mati cuma sekedar angin-anginan. Nggak sampai membuat pelangganku betulan bubar jalan. Mungkin kalau gosipnya aku nyampur adonan donat dengan kecoa, baru deh.
Saga sendiri salah satu dari sedikit anak yang nggak terpengaruh gosip sama sekali. Ia sering makan donatku. Nyaris setiap hari malah. Padahal setiap hari aku selalu memberinya satu donat gratis, tapi setiap hari pula Saga selalu beli donatku di kantin.
"Nanti Saga sakit diabetes." Kataku, khawatir melihat Saga makan tiga donat sekaligus selama seminggu berturut-turut, "Mulai besok nggak akan kukasih gratis lagi. Saga juga nggak boleh beli donatku di kantin."
"Oke." Jawab Saga sambil tersenyum geli.
Beberapa hari kemudian, gosip cicak tau-tau menyebar lagi. Kali ini nggak sekedar gosip. Bahkan May bilang sendiri kalau ia melihat dengan mata kepalanya kalau memang ada cicak mati dalam kotak donatku.
Novietta yang pertama nyeletuk, "Kamu nggak mungkin nggak jaga kebersihan makanan yang kamu jual kan Jo?"
Aku langsung menggeleng keras-keras sambil meringis seperti bayi mau nangis. Selama berhari-hari bisnis donatku sepi lagi. Bafu sekitar dua minggu kemudian bisnisku ramai lagi, donatku habis lagi. Tapi, sampai kapan bisnisku fluktuatif naik turun nggak jelas gara-gara cicak?!
Akhirnya saat jam pulang sekolah, aku menemui bu Agus bersama May, Novietta dan Ellie. Kami mencoba mencari solusi bersama beliau. Bu Agus bilang pagi itu beliau sempat mengecek barang daganganku. Anehnya, siangnya tiba-tiba ada cicak mati muncul dalam kotakku.
"Ada siswa yang mencurigakan nggak bu? Yang berdiri dekat kotak donat Johan tapi nggak beli?" Tanya May.
"Ibu nggak memperhatikan sih. Ibu kan sibuk masak." Jawab bu Agus.
"Masa' nggak ada satupun siswa yang mencurigakan sih bu?" Tanya Novietta yang dasarnya kritis dan curigaan.
"Ooh, ada satu anak cowok. Yang selalu beli 10 biji donat setiap hari."
Aku mengerjapkan mata sementara May, Novietta dan Ellie mengangkat alis mereka masing-masing, keheranan.
"Paling donaters kelas berat." Bisikku sambil garuk-garuk kepala.
"Yah, tuh cowok emang mencurigakan sih bu. Tapi yang penting dia bayar kan? Nggak nyolong kan? Maksudnya kita itu, siapa tau cicak mati di kotak donat Jo itu memang sengaja ada yang naruh di sana."
"Emang yang pertama nemuin cicak dalam kotak donat Jo itu siapa ya bu? Ibu inget nggak wajahnya?" Sela May penasaran.
Bu Agus mengerutkan kening mencoba mengingat-ingat," Seingat ibu anaknya cantik. Rambutnya lurus."
"Terus??" Pancing Novietta.
"Ibu tuh nggak begitu inget mukanya sih. Yang ibu inget muka temen yang berdiri di sebelahnya. Anak perempuan. Rambutnya keriting, kulitnya hitam manis, tinggi, cantik juga. Siapa ya namanya? Ibu nggak tau."
Belum apa-apa Ellie sudah menjerit duluan menyebut nama Yano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Saga (Completed)
Teen FictionRank 1# on innocent & first love and realistic fiction There's nothing like the innocence of first love..... This work dedicated for people who likes pure, sweet, stupid, innocent love story Enjoy! Thanks for reading and please dont copy my story...