Dua

1.2K 120 63
                                    

Hari minggu ini di kota Medan memang cukup panas, bahkan terbilang lebih panas dari pagi biasanya. Untuk sebuah perumahan yang cukup besar dan berfasilitas modern, kompleks perumahan tempat ku tinggal ini cukup sepi di hari libur begini. Berhubung aku masih baru di Medan jadi aku belum punya banyak teman dan aku juga nggak tau mau berlibur kemana di akhir pekan begini, jadi adik-adikku memutuskan untuk bernang di kolam renang yang ada di belakang rumah kami, sedangkan mama asyik dengan buku-bukunya. Aku? jangan di tanya aku masih asyik memandangi hantu yang memperhatikan kegiatan kami di rumah ini. Papa masih di luar kota kemungkinan dia pulang besok atau lusa, belum jelas sih karena pekerjaan papa ku tidak terikat waktu jadi terkadang nggak bisa di pastikan kapan dia akan pulang. 

Sejak kecil aku sudah bisa melihat hantu, berbicara dengan mereka dan beberapa diantara mereka yang jadi temanku. Di Padang dulu aku berteman dengan hantu gadis Cina yang meninggal karena di bunuh saat zaman penjajahan oleh tentara Jepang. Saat masih kecil kami pernah tinggal di Papua, di sana aku pernah berteman dengan seorang hantu anak kecil namanya Max, dia laki-laki keturunan eropa dengan wajah yang sangat lucu. Kalian tahu terkadang ada hantu yang nggak ingin bicara dengan manusia. Dia cuma diam dan memperhatikan aja dan aku penasaran dengan hantu yang seperti itu. Aku penasaran apa yang ada di pikiran mereka setiap memperhatikan kami yang lalu lalang di sekitar mereka.

Tok ... Tok ... Tok ...

Lamunan ku tentang hantu-hantu itu terganggu ketika aku mendengar ketukan di pintu depan rumah ku. Kami sangat jarang menerima tamu, berhubunga kami masih baru di sini, jadi ketukan kali ini membuat aku sedikit malas membukanya. 

"Kak buka dulu pintunya mama lagi sibuk papa sama adik-adik mu nggak akan dengar kalau mereka ketawa-ketawa di belakang." Aku dengar suara mama ku sedikit berteriak dari kamar.

"Iya, ma."

Aku menjawab teriakan dari mamaku dengan singkat sambil berdiri dan meletakkan majalah yang aku pegang tadi di meja lalu melangkah menuju pintu depan. Aku meraih kunci yang menempel di pintu dengan malas dan memutar nya ke arah kanan agar pintu bisa di buka. Begitu aku menarik gagang pintu dan melihat siapa yang berdiri di balik pintu aku benar-benar terkejut. 

"Hai." Suara pria yang baru beberapa jam ku kenal tempo hari yang lalu membuat aku sedikit terhenyak menyadari dia bisa datang ke rumahku.  

Yang buat aku bingung adalah kami baru bertemu sekali itupun hanya berkenalan dengan nama, lalu bagaimana dia bisa tahu rumahku?
Aku perhatikan penampilannya dari ujung kaki sampai ujung rambutnya kata pertama yang terlintas di pikiranku adalah cool. Dia ganteng banget hari ini, bisa di bilang lebih ganteng dari saat pertama kali aku ketemu dengan dia di rumah sakit beberapa hari yang lalu. 

Di teras rumahku ada tiga kursi dan satu meja jadi aku persilakan dia duduk di situ karena aku segan kalau harus bawa dia ke rumah. Aku juga baru kenal nanti aku mau jawab apa sama mama ku kalau ditanya tentang Dante.

"Kamu kenapa bisa tahu rumahku kan waktu kita ketemu aku nggak ada ngasih tau alamat rumahku?" Aku memulai percakapan dengannya setelah aku mengambilkan satu gelas sirup untuknya.

"Aku kan salah satu panitia penerimaan mahasiswa baru jurusan Farmasi. Kamu nggak ingat ya, alamat kamu ada di borang pendaftaran ya pastilah aku tahu." Dia menjelaskan dari mana dia dapat alamatku sambil menyeruput sirup yang aku kasih untuk dia.

Aku sedikit tersentak mendengar jawabannya. Karena dia jadi seperti stalker sampai nyari alamat ku di berkas pendaftaran dan aku sendiri baru ingat kalau aku punya alamat di berkas pendaftaran itu.

"Oh iya aku lupa maaf ya." Aku mengambil posisi duduk di sebelahnya setelah aku berkata  begitu.

"Kamu di rumah sendiri aja?" Dante bertanya setelah memperhatikan situasi rumah ku yang terlihat sepi. 

Halo Dante (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang