Dua puluh enam

569 62 63
                                    

"Ra, kapan kata dokter kau boleh pulang?"

Hari ini Resa dan Cahya menemani aku di rumah sakit, mama dan adik-adikku baru saja pulang. Teman-teman yang lain lagi ada pekerjaan jadi belum bisa datang. Aku beruntung banget bisa berteman dengan mereka, kami baru kenal beberapa bulan tapi mereka menganggap ku seperti keluarga.

"Belum tau." Aku menjawab pertanyaan Resa dengan nada sedih.

Jujur saja aku sudah bosan disini, makanannya juga nggak cocok dengan lidahku. Aku ingin pulang tapi dokter belum mengizinkannya.

"Nggak bisa ku bayangkan, aku tidur terus selama seminggu dan makan makanan yang nggak enak." Cahya bergidik mengingat kondisiku.

"Me too." Resa menyambung kata-kata Cahya.

"Sholat sana, doakan aku biar cepat sembuh." Aku mengingatkan Cahya untuk sholat karena sudah hampir jam setengah satu.

"Eh iya, disini masjidnya di mana Ra?" Cahya bertanya padaku.

"Di bawah, turun dari tangga belakang aja, ntar masjidnya dekat kantin." Aku menjelaskan.

"Aku turun dulu, ya." Cahya mulai bergerak meninggalkan kami.

"Cah, ntar balik kesini bawa makanan, ya." Resa.

"Makan aja di otakmu." Cahya kabur setelah mengatakan itu, mungkin takut di timpuk sama Resa.

.

"Eh Ra, aku nggak nyangka lo bang Yuda bisa gitu." Resa menyeruput teh manis yang ada di meja.

"Aku juga. Kabar tentang si Recha gimana?" Aku bertanya pada Resa.

"Kabarnya sih dia kabur ke Aceh. Masih di cari sama polisi. Nggak nyangka aku cewek cantik bisa sejahat dia hanya karena cowok." Resa menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Oh ya, aku baru ingat, katanya cowok yang di incar Recha itu namanya Ignasius, bukan?"

"Ho'oh." Resa mengangguk mengiyakan kata-kata ku.

"Sama nggak ya dengan yang nolongin aku?" Aku bertanya pada Resa.

"Iya, dia."

"Nggak terlalu ganteng tapi jadi rebutan." Aku mendengus mengingat wajah Ignasius.

"Barangnya jempolan mungkin." Resa nyeletuk membuat mataku membulat.

"Barang barang ... Pala mu peang." Aku menjawab dengan sedikit kesal.

"Kan bisa aja si Recha butuh cowok dengan 'torpedo' yang besar."

"Res, nggak usah gila." Aku mengusap wajahku dengan tangan kananku.

"Cewek model si Recha emang mirip sama bispak." Terlihat nada kesal dari cara bicara Resa.

Aku tak lagi melanjutkan kata-kata ku agar Resa tidak semakin ngomong yang aneh-aneh. Hari ini langit mendung dan sepertinya akan turun hujan dengan deras. Angin juga kencang banget sedari tadi membuat ruangan ku semakin dingin, ditambah lagi ranjang ku tepat di dekat pintu masuk.

Tadi pagi ada seorang pria yang tangannya baru saja di amputasi masuk ke ruangan ini, dia menempati ranjang kosong yang ada di ujung ruangan ini. Kasian dia, dilihat dari wajahnya sepertinya dia masih berusia dua pulu tahunan.

Jdaarrrr...

"Mampus.." Resa terlatah karena terkejut.

Petir yang datang bersama air yang jatuh dari langit barusan membuat aku dan Resa terkejut. Hujan yang turun langsung deras, tak memberi salam dia akan datang seperti rintik-rintik terlebih dahulu.

Halo Dante (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang