"Ius, pulang duluan, ya."
Di dalam sebuah apotek yang cukup besar terlihat dua orang pemuda yang sepertinya seumuran sedang bersiap-siap untuk melakukan sebuah kegiatan.
"Oke. Jangan lupa besok transfer uang untuk barang masuk, ya."
Setelah mendengar temannya berkata begitu pria bertubuh sedikit gempal itu berlalu dan menyandang tasnya lalu pergi dari apotek itu dengan menunggangi sepeda motor bebek kesayangannya.
Apotek itu cukup besar untuk di miliki oleh seorang sarjana muda. Di dekat gerbang apotek itu terlihat sebuah neon box bertuliskan nama apotek itu.
IGNA FARMA
Selain nama dari apotek itu, di dalam neon box itu tertera nama penanggungjawab dari apotek itu.
Ignasius Moses, S.farm., Apt.
Pria yang tadi baru saja di tinggalkan oleh temannya pulang itu kini sendiri di dalam apotek itu. Dia duduk sambil memainkan ponselnya sekaligus menghitung pendapatannya bulan ini.
Pria itu adalah Ignasius, si pemilik apotek itu sendiri. Setelah lulus dari bangku perkuliahan dan resmi mendapat gelar apoteker, dia membuka apoteknya sendiri.
Ignasius yang sedang asyik menghitung uang bahkan tak sadar seorang pria sedang menatapnya dari gerbang apoteknya dengan tatapan yang berjuta makna.
Pria yang memandangi Ignasius tadi mulai mendekat ke arah Ignasius yang masih fokus pada ponsel dan segala uang-uang serta kertas di hadapannya.
"Lama tak bertemu."
Suara pria itu berhasil membuat jemari Ignasius menghentikan kegiatannya dan terdiam untuk sesaat lalu menatap ke arah sumber suara itu.
"Untuk apa kau kesini?" Suara dengan nada sendu terucap dari bibir Ignasius.
"Aku mau minta tolong." Pria tadi membalas pertanyaan dari Ignasius.
"Apa yang kau ingin aku lakukan untukmu?"
"Tolong gadis ku." Pria itu berucap dengan sedikit ragu.
"Mar, kau nggak seharusnya suka sama manusia. Kalau kau udah dapat jawaban dari apa yang kau inginkan, kenapa kau nggak kembali?"
"Aku mau, tapi hatiku masih ingin di sini." Pria yang di panggil Mar tadi bergerak lambat semakin mendekat ke Ignasius.
"Sadar Mar, egois mu itu cuma buat dia sakit hati nanti." Ignasius mencoba menasehati sahabatnya itu.
"Aku tau." Suara datar terucap dari bibir Mario.
"Terus? Kenapa kau nggak pulang aja?"
"Aku bakal pulang, tapi nggak sekarang. Aku mau kau tolong dia." Mario kembali meminta bantuan pada Ignasius.
"Dia siapa?"
"Gadisku."
"Apa yang harus ku lakukan untukmu?" Ignasius tak bisa menolak permintaan dari sahabatnya itu.
"Dia terjebak. Dia bersama Galih, adiknya Recha. Dia bisa mati seperti Sela dan Brema kalau kau nggak nolong dia." Mario menjelaskan dengan kepala tertunduk.
"Sebegitu berharganya dia bagimu?" Ignasius bertanya sambil menarik nafas dalam.
"Iya."
"Kenapa baru sekarang kau jatuh cinta?" Ignasius mengajukan pertanyaan yang terbilang cukup aneh.
"Karena dia berbeda dengan wanita yang pernah ada di hidupku."
"Oke oke. Dia ada di mana?" Ignasius tak ingin memperpanjang pertanyaan yang akan membangkitkan kenangan buruk sahabatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halo Dante (End)
HorrorNamaku Harumi Akira. Gadis keturunan Jepang yang lahir dan besar di Indonesia. Sejak kecil aku sudah terbiasa dengan yang namanya hantu. Ini adalah kisah ku saat memasuki bangku perkuliahan, aku berkenalan dengan seorang pria misterius dan perhatia...