Pagi ini aku duduk di kantin karena memang jadwal kelas pertama kami adalah jam sebelas nanti. Ini memang masih terlalu pagi untuk ke kampus tapi karena ada pendaftaran untuk calon asisten lab jadi aku datang pagi-pagi. Aku pengen banget jadi asisten lab karena aku pengen merubah sistem dari asisten lab yang suka semena-mena sama junior. Di antara satu geng ku, hanya aku yang tertarik untuk jadi asisten lab. Teman-temanku yang lain bilang kalau mau jadi asisten lab itu harus pintar, terus bakal sibuk di kampus. Selain itu waktu kami juga akan banyak di habiskan di kampus.
Hanya tinggal satu semester lagi sampai aku jadi asisten kalau lulus di tahap pendaftaran dan seleksi.
Aku duduk sendirian di kantin BP, semua mahasiswa masih sibuk dengan tugas mereka di kelas dan ada juga yang masih di rumah. Aku selalu membawa headphone yang di beri Dante. Bahkan saat ini juga aku memakai headphone itu untuk menghindari ada hantu yang berbicara tiba-tiba padaku.
Rasa santai yang ku rasakan saat mendengar musik sendiri terganggu begitu seseorang menepuk pundak ku dari belakang. Aku segera menoleh ke belakang dan mendapati Dante berdiri di belakang ku dengan gayanya yang tak pernah berubah.
"Kamu nggak kuliah? Kok pakai jeans?" Aku bertanya dengan sedikit kerutan di keningku.
"Nggak." Dante menarik tangan kananku seperti ingin mengajak ku ke suatu tempat.
Aku segera menghempaskan tangannya yang seenaknya menarik tanganku tanpa melihat aku sedang memangku tas dan beberapa buku.
"Kamu ngapain, sih?"
"Ayo pergi." Dante bicara tanpa merasa bersalah.
"Kemana?"
"Nanti kamu juga tau."
Dante nggak memberi tau kami mau pergi kemana, tapi entah kenapa aku yakin dengan ajakannya. Aku menyusun semua barang-barang yang ada di pahaku dan di atas meja lalu bergegas untuk pergi dengan Dante.
Kami berjalan menuju parkiran. Aku masih nggak tau kami mau kemana, karena Dante hanya diam saja.
"Kamu yang bawa mobil, ya." Dante langsung mengambil posisi duduk di sebelah kemudi.
"Kenapa bukan kamu?" Aku menghela nafas berat, tapi tetap mengikuti kata-kata dari Dante.
"Lagi malas nyetir."
"Kamu nggak pernah nyetir setiap sama aku."
Aku menjawab kata-kata Dante dengan ketus sambil mulai menjalankan mobil ku keluar dari parkiran dan mengikuti arahan dari Dante. Kami menuju sebuah tempat yang penduduknya lumayan sedikit karena jarak rumah-rumah yang ada di sini juga saling berjauhan.
"Ini di mana?" Aku membuka percakapan di antara kami setelah aku merasa kami berkendara cukup jauh.
"Pinggiran kota Medan." Dante menjawab tanpa menoleh ke arah ku.
"Ya, aku tau. Maksudku, nama tempat ini apa?"
"Simalingkar." Dante menjawab singkat.
"Kita kesini ngapain?"
"Aku mau nunjukin sesuatu ke kamu." Dante terus menatap lurus ke depan seolah aku ada di depannya.
"Tapi jam sebelas aku ada kelas, Dante." Aku tersadar karena sekarang sudah hampir jam sepuluh dan tempat ini cukup jauh dari kampus ku.
"Kamu nggak usah masuk hari ini."
"Kamu ngajarin aku cabut?"
"Kamu bisa TA, kan?"
"Kamu pasti kebiasaan TA." Aku menjawab ketus padanya, karena ajaran gila darinya.
"Aku masuk atau enggak juga nggak ada yang peduli."
mendengar ucapan dari Dante aku hanya bisa terdiam dan tak lagi melanjutkan pembicaraan kami.
"Belok kiri."
Aku menghidupkan lampu sein mobil ku ke kiri dan mulai berbelok mengikuti arahan darinya. Hari ini Dante sepertinya sedang ada masalah. Dia lebih banyak diam dan kalau pun dia bicara pasti sedikit cuek dan ketus.
"Parkir, belok kanan."
Aku mengambil posisi parkiran yang nggak jauh dari pintu keluar agar tidak merepotkan nantinya. Dante turun lebih dulu dan menunggu di pintu keluar parkiran mobil. Setelah mengambil karcis mobil ku, aku langsung mengikuti Dante yang sudah berjalan perlahan-lahan ke arah kanan.
"Kita ngapain ke sini?"
Aku memasukkan karcis tadi ke saku celanaku dan berjalan beriringan dengan dia. Tapi Dante nggak menjawab dia hanya terus berjalan lurus.
Kami melewati gapura besar yang berisi nama dari tempat yang kami datangi ini. Aku sendiri masih bingung apa tujuan Dante ngajak aku ke sini. Tapi tempat ini memang cukup bagus meskipun menyeramkan, karena aku belum pernah datang ke kuburan sebagus ini. Semua kuburan yang ada di sini berwarna putih, nggak ada warna keramik lain selain warna putih di sini.
Dante terus berjalan lurus tapi sekali ada belokan karena lorong kuburan di sini seperti kompleks perumahan manusia sayangnya ini kompleks perumahan manusia tak bernafas lagi. Aku hanya berusaha mengikuti di dari belakang, meskipun aku merasa langkah kaki Dante hari ini lebih cepat dari yang aku tau.
"Kamu bisa nggak sih jalan pelan sedikit?" Sambil membungkuk aku merungut karena aku mulai kelelahan dengan pola berjalan yang cepat dari Dante.
Bughhh.
Tiba-tiba Dante berhenti dan membuat aku menabrak punggungnya karena aku nggak tau dia berhenti secara mendadak.
"Kenapa berhenti?" Aku bertanya karena Dante tidak melihat ke belakang.
"Kita udah sampe." Dante berseru sambil memutar tubuhnya ke arah kanan.
Aku mengikuti Dante dan melihat ke kuburan yang sekarang berada tepat di sebelah kananku.
"Mau apa kita di sini?" Aku bertanya pada Dante.
"Kamu sayang sama aku?" Dante mengajukan pertanyaan yang membuat pipiku jadi merah karena malu.
"Menurut kamu?" Aku balik bertanya padanya.
"Aku tanya jawaban kamu, bukan menurut aku."
"Ya, ngapain kamu nanya kalau kamu sendiri udah tau!" Aku menjawab dengan sedikit emosi.
"Jawab aja sayang atau enggak."
"Sayang." Aku menjawabnya dengan menunduk sambil masih merasa kesal sekaligus malu.
"Kamu belum jawab pertanyaan ku, ngapain kita ke sini?" Aku kembali mengulang pertanyaan ku tadi.
"Ziarah."
"Ke makam siapa?" Aku masih bingung dengan ucapan Dante.
Dante nggak menjawab pertanyaanku, tapi dia hanya menunjuk ke makam yang ada di depan Kami sekarang. Berhubung aku rabun jauh jadi aku nggak bisa melihat secara jelas, nama siapa yang ada di batu nisan di makan itu. Aku berjalan mendekati batu nisan itu dan sedikit berjongkok untuk melihat nama yang tertera di sana.
Aku menarik nafas panjang begitu aku selesai membaca nama dan tanggal kematian orang yang ada di dalam makam itu. Aku langsung berpaling dan melihat ke Dante, dia hanya diam di sana, mungkin dia tahu aku akan segera bertanya. Untuk sesaat aku sempat menunduk sambil berpikir, pertanyaan apa yang harus aku tanyakan padanya. Karena aku sendiri bingung pertanyaan apa yang akan aku ajukan tanpa membuat dia tersinggung.
Sebelum aku ingin bertanya padanya, aku mengelus batu nisan yang ada di depanku. Lalu aku berdiri dan berjalan mendekati Dante, dia masih diam membatu melihat ku berjalan mendekatinya. Sekarang aku tahu pertanyaan apa yang mungkin bisa aku tanyakan tanpa menyinggung perasaannya.
"Kenapa kamu ngajak aku ke makam mu?"
--❤🖤❤--
Halo semua.,, maaf ya untuk kalian yang menunggu. Author sibuk beberapa minggu ini.
terimakasih untuk yang masih stay di Halo Dante.
jangan lupa voment nya ya 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Halo Dante (End)
HorrorNamaku Harumi Akira. Gadis keturunan Jepang yang lahir dan besar di Indonesia. Sejak kecil aku sudah terbiasa dengan yang namanya hantu. Ini adalah kisah ku saat memasuki bangku perkuliahan, aku berkenalan dengan seorang pria misterius dan perhatia...