Empat belas

621 56 54
                                    

Hari ini kegiatan di kampus kami padat banget karena dua hari lagi akan ada pembagian kakak dan abang angkat. Maba dari masing-masing kelas di tugaskan membuat sebuah penampilan untuk mengisi acara hiburan di Cinta Alam nanti.

Kelas kami membuat acara paduan suara gabungan dari pria dan wanita yang ada di kelas kami. Di kelas kami ada 60 orang yang tergabung dari pria dan wanita. Bisa kalian bayangkan susahnya mengatur manusia sebanyak itu untuk bernyanyi.

Berhubung hari kamis kami semua tidak ada yang kebagian jadwal lab jadi kami tentukan hari kamis menjadi hari latihan. Kami berkumpul di ruang 105 yang terletak di lantai satu dekat pintu masuk samping. Kami memutuskan berkumpul di ruangan itu jam tiga sore, karena kelas 105 kosong pada jam itu. Begitu aku masuk ke ruangan hanya ada beberapa orang manusia dan beberapa orang hantu.

Bangku-bangku yang sudah morat-marit tidak lagi pada posisinya adalah hal yang wajar di setiap kelas saat sudah bubar. Aku berjalan menghampiri seorang teman ku sambil menggeser bangku-bangku sehingga membuat keributan karena bangkunya adalah bangku yang terbuat dari besi ringan.

"Bising lho Ra." Aku lihat teman ku yang bernama Khairunnisa menggerutu mendengar suara bangku itu beradu.

"Sorry Nis." Aku minta maaf dengan sedikit cengengesan pada Khairunnisa.

Aku terus berjalan menuju seseorang yang ingin aku tanya, dia duduk di tempat paling pojok dan itu membuat aku harus menggeser banyak bangku.

"Kalau Akira nggak buat kebisingan sehari aja kurasa bukan Akira namanya." Alfia juga ikut-ikutan menggerutu akibat kebisingan ku.

"Fi, sorry yaaaaaa." Aku berteriak sambil tertawa pada Alfia.

Akhirnya aku sampai di tempat tujuan ku.

Bruaakkk ... Hah...

Aku menghantamkan buku yang ku pegang ke meja dan menarik nafas lega.

"Ya Allah, ya Rabb ... Akiraaaaaaaa." Tiba-tiba rasa legaku terganggu dengan teriakan dari Alfia.

"Apa sih Fi? Hemmm ... hemmm." Dengan sok polos merasa tanpa bersalah aku bertanya pada Alfia sambil menaik-turunkan sebelah alis mataku.

"Sekali aja Ra, sekali aja hidupmu nggak bikin keributan, tolong." Aku lihat Alfia mendengus kesal dan beberapa teman lain tertawa melihat kami berdua.

.

Terlepas dari Alfia aku kembali teringat dengan tujuanku. Aku memutar kursiku kesamping dan kembali membuat suara berisik dari benturan antara kursi dan keramik. Suara bising itu kembali membuat mata Alfia melotot padaku, dan hanya ku balas dengan cengiran saja.

"Eh, Immanuel kau nanti mau dapat kakak atau abang angkat?" Aku bertanya pada wakil komting kami.

"Kakak lah, mana tau bisa ku godain." Aku melihat senyum nakal di wajah Immanuel.

"Gatal anda ya." Aku menepuk pundak Immanuel sambil tertawa.

"Lumayan lho, apalagi kalau sampe jadian."

"Ngarap." Aku mengusap wajah Immanuel dengan tisu yang ku pegang dan suara tawa kami berdua memecah keheningan di kelas.

.
.
.

"Semua udah kumpul?" Dirgan, komting kami mengambil posisi berdiri di depan kami semua memberi arahan.

"Udah."

"Udah."

"Udah."

Bergantian kami semua menjawab pertanyaan dari komting kami.

Halo Dante (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang