Tiga puluh satu

524 64 15
                                    

Aku dan Dante kembali ke rumah sakit masih dengan tanpa percakapan diantara kami. Kini lorong rumah sakit sudah mulai ramai dengan manusia, baik itu suster, dokter, pasien atau pengunjung.

Kami bergerak lurus memasuki lift yang ada di ujung lorong ini. Hanya ada aku dan Dante di dalam lift dengan segala keheningan diantara kami berdua.

"Dant ..." Aku mencoba memanggilnya.

Hening. Dia masih diam di belakangku tanpa menjawab sepatah katapun. Begitu pintu lift terbuka Dante mendorong kursi roda ku keluar dari dalam lift. Tiba-tiba Dante berhenti mendorong begitu kami melihat pemandangan yang cukup menarik perhatian.

Di ujung lorong ini berkumpul kerumunan orang, entah sedang apa mereka aku tak tau. Ada beberapa suster dan tamu yang berkerumun di depan ruangan disana. Sepertinya itu ruangan ku.

Kenapa ya di sana? Aku membatin begitu mengetahui mereka berdiri di depan ruangan ku.

Eeeee ...

Tak lama aku mendengar mereka semua berteriak dan bergeser menjauh dari sesuatu disana. Begitu mereka bergeser aku bisa melihat dengan jelas bahwa disana ada mamaku yang sedang tergeletak pingsan, papa mencoba mengangkat mama sedangkan adik-adikku menggoyangkan tubuh mamaku.

"Dant ... Bantu aku ke sana, mamaku pingsan." Aku memberi interupsi pada Dante.

Tapi entah kenapa dia tak menjawab dan kursi roda ku masih diam tak bergerak sedikitpun. Menyadari Dante tak mendengarkan ucapan ku membuat aku jadi kesal.

"Dante! Kamu dengar, nggak?" Aku berteriak memanggil Dante.

Teriakan ku tadi memancing semua mata yang ada disana beralih dari memandang mamaku kini memandang ku di ujung lorong ini.

"Itu dia." Serentak beberapa orang mengatakan itu ke arahku.

Tak butuh waktu lama aku lihat Mico berlari ke arah ku. Papa masih sibuk menggendong mama ke dalam ruangan ku sedangkan Aya dan beberapa suster berjalan cukup cepat mendekati ku.

"Kak, dari mana?" Mico berjongkok di hadapanku.

Ini pertama kalinya aku lihat dia menangis. Mico itu cowok yang cuek dan nggak pedulian, tapi hari ini dia menangis karena aku. Aku lihat mata Mico sudah  merah, itu artinya dia udah nangis dalam waktu yang cukup lama.

"Dari taman dek." Aku berusaha mengelus kepalanya untuk menenangkan Mico.

"Ngapain ke taman sendiri?" Aya datang dan langsung marah-marah.

"Kakak nggak sendiri dk. Tadi sama temen kakak." Aku menjelaskan pada adik-adik ku.

"Mana? Siapa?" Mico berdiri dan bertanya dengan nada suara yang cukup tinggi.

Aku melihat ke belakang dengan hati-hati agar tidak terlalu menggeser perutku. Ternyata tidak ada Dante di sana. Aku mencari ke sekelilingku tapi aku tetap tak menemukan dia.

Suster yang datang bersama Aya segera mendorong kursi roda ku menuju ruangan ku. Ruangan yang tadi ramai kini sudah sepi, orang-orang yang tadi berkerumun kini sudah kembali ke ruangan mereka lagi.

Bagitu aku masuk ke ruangan ku mama sudah tergeletak di atas ranjang kosong yang ada di sebelah ranjangku. Aku lihat papa terduduk lemas sambil tertunduk di sebelah mama.

Papa menarik nafas cukup dalam lalu menegakkan kepalanya dan menatapku. Papa berjalan gontai ke arahku dan berjongkok di hadapanku. Suster yang tadi mendorongku ke ruangan ini sekarang sudah kembali ke pos jaganya. Sekarang hanya tinggal kami berlima dalam ruangan ini.

"Kamu dari mana?" Papa memegang kedua sisi kursi roda ku.

"Dari taman pa." Aku hanya menjawab singkat.

Halo Dante (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang