SPRING
Aliyyah
~Kau istirahatlah. Hari ini biar aku yang menjaga Kak Arnold.~
Sebuah pesan singkat berdiri bersandar di depan cangkir berisi teh hijau di temani menu sarapan yang lain. Tiga lembar irisan zopf --roti khas Swiss yang permukaanya mirip dengan kepangan rambut-- yang disajikan dengan semangkuk cheese fondue.
Aroma gurih keju yang dicampur bawang putih dan rempah rupanya berhasil membangunkan cacing-cacing yang bersemayam dalam perutku. Aku memilih pergi ke toilet sebelum mencicipi lezatnya saus keju yang tampak menggiurkan.
Mengguyur seluruh tubuh dengan air hangat dan menggosoknya dengan sabun beraroma citrus camomile berhasil mengusir sedikit rasa penat yang bertumpuk. Aku berdiri diam di bawah pancuran air, membiarkan tetesan air hangat memijat lembut kulit kepala.
Lima belas menit, waktu yang cukup untuk membuatku rileks. Aku matikan kran dan membungkus tubuh dengan bath robe putih. Mencari kehangatan di antara lembutnya serat microfiber yang menyerap habis air di badanku. Lalu duduk di tepi ranjang, menyeruput teh hijau yang sudah hampir dingin.
Beralih pada selembar zopf. Menyobek pinggiran roti dan mencelupkannya pada cheese fondue. Aku mendesah nikmat merasakan perpaduan sempurna yang bersatu di mulutku. Lembutnya zopf bercampur dengan gurih saus keju membuat lidahku kalap. Tanpa terasa, aku sudah menghabiskan dua lembar roti dan menyisakan sedikit saus di mangkuk. Meski tidak banyak, tapi sudah cukup membuat perutku terisi penuh.
Aku mengeringkan rambut sebelum menutupinya dengan ciput. Lalu berganti pakaian, celana palazo putih dengan blouse biru muda berlengan melebar ke bawah menjadi pilihanku. Aku memang tak banyak membawa pakaian ganti. Pashmina senada dengan blouse melingkar cantik hingga menutupi dada.
Untuk terakhir kalinya aku memperhatikan pantulan diri di depan cermin. Menarik napas dalam dan memasang wajah ceria. Senyum mengembang sempurna memperlihatkan lesung pipit di pipi kiri. Aku siap. Siap menjadi Aliyyah, seorang asisten yang akan membantu merawat Mister Arnold Vicentino.
***
Matahari sudah beranjak tinggi di langit biru. Udara hari ini terasa hangat, meski waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh. Cocok dinikmati untuk berpiknik di taman bersama orang terkasih.
Lausanne begitu ramah lingkungan. Banyak cafe ataupun restauran yang menata meja kursi di pinggiran jalan dan kita sebagai kosumen tidak perlu khawatir akan debu atau polusi dari asap kendaraan. Tak banyak kendaraan berseliweran, itu artinya tingkat polusi di sini sangat kecil.
Menyusuri jalanan Avenue de la sallaz aroma lezat tercium dari sebuah restauran La Creperie Brettone yang menyajikan beragam crepe. Terlihat dari kejauhan dua orang pelayan pria sedang sibuk menata meja dan kursi di depan restauran dengan payung-payung cantik ditiap meja.
Aku menahan rasa penasaran untuk tidak menghampiri La Creperie Brettone, duduk di salah satu kursi di sana sambil menikmati seporsi hidangan khas Swiss.
"Mungkin lain kali," desahku dengan kecewa. Ya, lain kali yang entah kapan.
Plesir menikmati keindahan kota berada dalam list terbawah. Tujuanku kemari bukan untuk bersantai. Sepertinya, aku harus menelan keinginan itu bulat-bulat.
***
Sambutan yang kuterima ternyata tidak jauh dari perkiraanku. Charllene berdiri dengan mata terbelalak dan mulut yang terkatup rapat demi mengekspresikan kekesalannya. Sedangkan aku hanya bisa tersenyum tanpa dosa dengan memperlihatkan deretan gigi.
"Aku sudah bilang kakak tidak usah kemari. Kenapa masih datang juga?" ucapnya berkacak pinggang.
"Aku tidak apa-apa," balasku meyakinkannya dengan anggukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di Penghujung Senja (Istri yang Terlupakan)
Romance[Update setiap hari] [Sedang masa revisi] "Siapa kau sebenarnya? Kenapa kau begitu mengenalku?" "Seperti yang dikatakan Nyonya Carol, saya hanya asisten perawat di sini," ucapku sambil lalu meninggalkan meja makan. Ya, aku hanya seorang asisten r...