CDPS 10

1.4K 130 11
                                    

SPRING

Aliyyah

Hal pertama yang dilakukan adalah pemeriksaan ulang seluruh organ vital Arnold. Setelah kembali sadar dua minggu lalu, Arnold selalu menolak berbagai perawatan yang dikhususkan untuknya. Jadi, proses kesembuhanannya terbilang lambat. Karena hanya mengonsumsi obat saja tanpa ada terapi rasanya percuma.

Dia di bawa ke ruang CT-Scan atau Computerized Tomography Scan, setelah berganti pakaian khusus rumah sakit untuk pemeriksaan. Aku diperbolehkan masuk ke kamar sebelah bersama teknolog --orang yang mengendalikan mesin CT-Scan-- selama tidak menganggu jalannya pemeriksaan. Aku bisa melihat prosesnya secara detail.

Arnold dibaringkan pada alat semacam ranjang yang nantinya akan tertarik masuk ke dalam mesin CT-Scanner untuk dipindai dengan sinar X. Maka seluruh bagian dan struktur tubuh Arnold akan terlihat dengan jelas. Perlahan tubuh Arnold masuk ke dalam mesin berbentuk seperti donat raksasa berwarna putih.

Di dalam sana, dia tidak diperkenankan untuk bergerak agar gambar yang dihasilkan tidak buram dan mendapat hasil yang akurat. Menurut Dokter Fischer, selama pemeriksaan dalam donat raksasa itu Arnold akan mendengar suara gemuruh mesin, tapi itu tidak akan menganggu pasien.

Setelah berbagai prosedur terlewati, Arnold diperbolehkan kembali ke ruang inap untuk berisirahat dari pengaruh sedatif yang disuntikan sebelum menjalani CT-Scan. Efeknya, dia langsung tertidur tak lama setelah Toby membaringkannya.

Aku meremas tanganku sendiri, rasa gugup selama menunggu hasil pemeriksaan membuat kedua tanganku terasa dingin. Tak butuh waktu lama sebenarnya, kurang dari satu jam pun hasil pemindaian sudah keluar. Setelah dokter radiolog menganalisis dan melaporkan pada Dokter Fischer, selanjutnya Dokter Fischer sendiri yang akan menjelaskan secara detail kondisi Arnold. Dan, itu membuatku tegang.

"Sebaiknya kau sarapan dulu, Kak." Charllene menepuk pundakku yang sedang duduk di samping ranjang Arnold.

"Kau saja, aku tidak lapar." Nafsu makanku hilang karena rasa cemas dalam penantian.

"Ini sudah menjelang siang dan belum ada makanan yang masuk. Kau bisa sakit, Kak."

Aku menggeleng, "aku benar-benar tidak lapar. Tapi mungkin segelas milkshake akan membantu."

"Kalau begitu, ayo!" Charllene mengulurkan tangan, melingkarkannya pada lenganku. Dan kami pun pergi ke kafetaria setelah meminta tolong Toby untuk menjaga Arnold.

***

"Bagaimana hasilya, Dokter? Apa dia baik-baik saja? Perkembangannya bagus, bukan?" tanya Charllene memberondong Dokter Fischer. Padahal dia sendiri pun belum duduk dengan benar, tapi sudah tak sabar untuk mengetahui hasil pemeriksaan Arnold.

Dokter Fischer tersenyum, mungkin dia sudah terbiasa menghadapi keluarga pasien yang tidak sabar. Dia membuka amplop di atas meja, mencocokkannya dengan file dalam map di samping kiri meja. Mengamati gambar juga tulisan secara bergantian.

"Patahan di kaki kanannya membaik, tulangnya baru tumbuh sesuai perkiraan. Dalam 7 sampai 10 hari ke depan gipsnya sudah bisa dilepas," jelas dokter Fischer sambil mengambil hasil foto lain. "Seperti yang sudah saya katakan kemarin, bahwa kita akan mulai melakukan terapi fisik. Dengan begitu diharapkan syaraf kaki kirinya bisa kembali berfungsi secara optimal."

"Terapi seperti apa yang akan dilakukan, Dokter?"

"Pemijatan di titik syaraf."

"Apa dengan begitu akan mengembalikan kemampuan kakinya seperti sedia kala?"

"Semoga. Cedera di kaki kirinya tidak parah sebenarnya. Hanya saja Mister Arnold sudah frustrasi terlebih dahulu, jadi dia menganggap fungsi kedua kakinya sudah hilang sepenuhnya. Padahal, itu hanya sugesti akibat rasa takut yang berlebihan. Maka dari itu, tubuhnya memerintahkan kerja otak untuk menyeting agar kakinya lumpuh sungguhan."

Cinta di Penghujung Senja (Istri yang Terlupakan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang