Disebuah minimarket yang sangat berantakan seperti habis diterjang badai, kami bertiga mencari perbekalan seperti biasa.
Lampu yang berkedip beberapa kali menambah suasana mencekam pada tempat ini.
“Ingat. Kita disini hanya untuk mengambil perbekalan. Kita harus cepat dan langsung pergi mencari tempat istirahat yang aman”
Kami melakukan brifing didepan kasir sebelum berpencar untuk mengambil perbekalan.
Aku dan kak Watson mengangguk mengerti dan kami mulai berpencar berlawanan arah.
Dengan bermodalkan lampu senter kecil yang aku dapat dari minimarket ini dan sebuah senjata pistol Glock dengan magazine yang terisi penuh aku berpisah dari kedua kakakku dan pergi mengambil perbekalan.
Aku melihat kak Barry mengambil makanan instant, sedangkan kak Watson mengambil cemilan serta obat-obatan.
Jadi aku fikir lebih baik aku mengambil minuman.
Aku pergi ke lorong paling pojok dimana berbagai macam minuman ditempatkan disana.
Aku mengambil semua air mineral yang ada, beberapa minuman softdrink dan beberapa minuman sportdrink.
“Aku rasa ini sudah cukup”
Aku memasukkan semua minuman yang aku ambil ke dalam tasku sampai penuh dan menggemblokknya dipunggungku.
Saat aku berdiri, aku menoleh kearah kananku.
Disudut minimarket itu ada sebuah pintu yang tertutup rapat. Dari yang aku lihat mungkin itu sebuah pintu gudang penyimpanan.
Aku merasakan seperti ada aura kehidupan didalam sana yang membuatku penasaran dengan yang ada didalamnya.
Jadi aku pergi mendekat pada pintu itu untuk memastikan.
Saat tepat didepan pintu itu, aku mendengar seperti ada suara nafas seseorang yang sedang menangis terisak-isak.
Tunggu dulu… aku merasa ada yang salah…
Aku merasa seperti menjadi pemeran sampingan bodoh pada film horor survival yang penasaran pada suatu ruangan dan berakhir mati dengan tragis.
Aku tidak mau berakhir konyol seperti itu, ditambah lagi aku masih muda. Aku masih ingin bersenang-senang, masih banyak game yang belum aku mainkan.
Setelah berfikir seperti itu, aku mengurungkan niatku untuk membuka pintu itu dan kembali kekasir tempat dimana aku dan kedua kakakku berpisah.
Aku melihat kak Barry yang memegang sebuah senapan M4A1 dan kak Watson yang memegang sebuah shotgun M887 sedang menungguku didepan kasir. Kelihatannya mereka sudah selesai lebih awal daripada aku.
Saat melihat mereka memegang senjata-senjata yang terlihat keren seperti itu aku selalu merasa kesal.
Kenapa mereka boleh memakai senjata keren seperti itu sedangkan aku hanya boleh memakai pistol Glock ini yang terlihat seperti mainan anak kecil.
Itu terasa tidak adil hanya karena tembakanku selalu meleset dari sasaran.
“Baiklah, sudah semua kan?”
“Tunggu sebentar kak Barry!”
“Ada apa Hans? Kita harus cepat mencari tempat istirahat yang aman sebelum tengah malam.”
Aku rasa aku harus mengatakannya…
“Aku menemukan pintu ruang penyimpanan dibelakang tadi, dan aku rasa seperti ada seseorang didalam sana.”
“Kalau begitu kita harus cepat!”
Kak Watson langsung bergegas mengambil tas yang ada disamping kakinya setelah mendengarku mengatakan itu.
“Tidak. Bukan itu. Maksudku manusia. Aku rasa ada manusia didalam sana dan aku rasa kita harus memeriksanya.”
Aku berfikir kalau memang benar ada manusia didalam sana, itu akan lebih baik jika menambah personil pada team kakak beradik yang konyol ini.
“Tidak. Kita tidak bisa melakukan hal yang beresiko besar dalam keadaan seperti ini.”
“Itu benar Hans, itu sangat beresiko besar”
Kak Watson mencoba membuatku mengerti dengan menghampiri dan menepuk pundakku, dia berlagak bijak hanya dengan mengulangi perkataan yang dikatakan kak Barry.
Ada apa dengan mereka berdua?!
Aku fikir mereka berdua terlalu pengecut dibandingkan denganku yang hanya memegang pistol Glock yang terlihat seperti mainan ini.
“Tapi kita bisa memeriksanya bersama kan? Dengan begitu kita bisa memeriksanya dengan aman kan? Kan?!”
Melihat aku yang mencoba untuk meyakinkan mereka, ekspresi mereka berdua berubah menjadi bimbang dan terdiam.
“Aarrgh!! Baiklah! Aku akan memeriksanya sendiri. Kalian berdua tunggu saja disini.”
Aku meninggalkan tasku pada mereka dan berjalan kearah pintu penyimpanan itu dengan perasaan kesal.
Saat setengah perjalanan ingin sampai dipintu itu aku memperlambat langkahku.
Ehh?! Ada apa ini?! Kenapa mereka tidak menghentikanku?!
Apa mereka ingin merelakan adik terkecilnya ini?! Apa mereka tahu kalau sebenarnya aku ini takut memeriksa ruangan itu sendirian?! Apa mereka tahu kalau sebenarnya aku hanya menggertak supaya mereka mau mengalah dan menurutiku?!
Aku berjalan sangat lambat dengan keringat yang membasahi dahiku.
Berjalan dengan sesekali melirik kebelakang tempat dimana kedua kakakku berdiri, sampai akhirnya aku terhenti.“Kenapa? Kok berhenti?”
Suara kak Barry membuatku sedikit tersentak.
“Aku fikir kita bisa memeriksanya besok saja. Lebih baik kita mencari tempat istirahat sekarang. Aku sangat lelah”
Aku berkata seperti itu dengan meregangkan tanganku keatas seperti sedang kelelahan.
Saat aku melirik kebelakang sekali lagi, aku melihat mereka berdua menghela nafas sangat dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Player in the real world
HorrorPandemi zombie yang melanda seluruh negara mengharuskan Hans Miller, Gamers berumur 17 tahun untuk bertahan hidup dari serangan sekumpulan mayat hidup. Bersama kedua kakaknya yang bernama Watson Miller dan Barry Miller, mereka bertiga mencoba bertah...