Bagian 3

140 90 19
                                    

Kelanjutan terkait dengan hasil karya tulisnya. Rey meminta semuanya di print saja kalau softcopy tidak mau dikirim via sosmed. Ya itu solusi yang bagus, pikir Ayme. Akhirnya Ayme lebih memilih memprintout kan semua tulisannya dan mengirimkan via-pos. Ada-ada saja kau Ayme suka menyusahkan diri sendiri. Hadehh tepok jidat.

Tiga hari tulisan Ayme baru sampai di tangan Rey. Iapun menghubungi Ayme melalui chat.

" Bukumu sudah sampai, nanti akan saya baca, untuk kelanjutannya, dalam waktu dekat saya tidak bisa diskusi langsung, saya rasa kita obrolkan tentang bukumu via telpon. Punya nomor kartu xxxxxx ....?"

Merek kartu sengaja disensor, kesannya lagi mempromokan kartu lagi. Hehe

" Oh iya ada mas, kapan kiranya mau menghubungi saya?" balas Ayme.

" Ba'da magrib, kirim nomormu sekarang"

Sebenarnya Ayme tidak memiliki kartu xxxxx tersebut, karena ia tak memiliki uang untuk membeli kartu perdana, akhirnya Ayme memberikan nomor tetangga kosnya. Haha melarat amat yakkk, tapi aku memaklumi Ayme, uang saku orangtuamu sangat pas-pasan. Oke tidak usah marah ya Ayme. Viss hehe.

" Isi bukumu, baru setengahnya yang saya baca, tapi secara kualitas bahasa cukup luar biasa, tapi ada beberapa hal yang harus di revisi..... bla...bla.... obrolan tentang buku, oya untuk tembus ke penerbit itu cukup lama jika mengandalkan dana dari si penerbit, kalau bisa lewat jalur lain kita bisa pakai dana sendiri, biasanya penerbit juga mau menerbitkan kalau pencetakan sebanyak seribu eksemplar, kalau dihitung satu buku sepuluh ribu, kira-kira mungkin dibutuhkan kisaran sepuluh juta, punya dana sebanyak itu?"

Tanya Rey dengan serius.

" Saya tidak punya sebanyak itu.."

Dengan nada lemas Ayme menjawab.

Haha Rey Rey kau ada-ada saja, Ayme itu orang yang seadanya, ditanya punya uang sebanyak itu, yaa jelas dia mendadak lemas. Cep...cep tapi Ayme kau tidak boleh nangis. Viss damai jangan marah Ayme.

" Oh ya, kalau begitu nanti kita akan cari caranya ya, tapi andaikan buku ini berhasil diterbitkan feedback nya kembangkan comunitas kepenulisan saya di lingkunganmu oke.."

Waduh lagi-lagi itu bukan Ayme banget.... eh Rey Ayme itu gadis yang fokus dengan akademis bukan anak organisasi sepertimu. Dia hanya berkutat dengan isi kepala dan bukunya. Diminta mengembangkan komunitas kan dituntut sosialisasi sana-sini. Ini jelas bukan style Ayme. Berhubung Ayme tidak mempunyai jawaban lain seperti biasa gadis polos ini menjawab 'iya.

"Oke baik untuk obrolan kali ini saya cukupkan itu dulu saja... assalamualaikum"

" Baik terimakasih atas masukannya, waalaikumsalam"

Tuttt....tuttttt. telpon berakhir. Obrolan ini masih formal dan sepertinya kedua belah pihak di posisi yang sama.

Sudah dua bulan berlalu sejak perkenalan dan perjanjian terkait dengan penerbitan buku. Penyakit lama Ayme kambuh, ya kalian tahu gadis pemalu ini memang suka kumat ketidak percayaandirinya. Akhirnya semua masukan yang disampaikan Rey tentang bukunya justeru sama sekali tak diperbaiki, ia justeru low bahkan ia tak percaya bahwa karyanya memang bisa diterbitkan. Lebih parahnya lagi, semenjak ia mengirim tulisannya kepada Rey ia sendiri tak mau membuka hasil karyanya. Ya ampun Ayme, pleasee jangan suudzon dengan dirimu sendiri. Ayo dong bangkit. Cekcekcek haduhh tepok jidat lagi.

Selama dua bulan itu juga Rey tidak menindak lanjuti, terkait dengan tulisan Ayme. Gadis polos ini pun berpikir untuk memblokir Rey dari akun sosmednya. Aduh-aduh Ayme pikiran apalagi itu. Tapi untunglah ia mengurungkan niatnya yang bodoh. Dua bulan telah berlalu Rey menghubungi Ayme .

" Perbaiki buku mu.."

Aku lega Ayme tidak jadi memblokir Rey. Benarkan Ayme untung kau mengurungkan niatmu yang bodoh itu.

" Mas saya tidak usah dibantu untuk ke penerbit, saya takut menyusahkan, lagian saya merasa tidak enak hati dengan masnya, saya bukan siapa-siapa tapi sudah berani memintan bantuan sejauh itu"

Balas Ayme jujur dan seadanya.

" Baper lu, biasa aja kali, jangan gitu, nanti susah suksesnya kaya kawan yang lain"

Kali ini Rey tidak menjawab dengan formal, disinilah awal mula runtuhnya keformalan diantara keduanya. Ooowww hehe

" Eh aku risih dibilang baper"

Ayme memang paling tidak suka dikatakan baper padahal memang ia dia suka laper...eh salah.. baper maksudnya.hehe

" Loh.. risih itu asalnya dari mana.. karena baper kan? ( emot ketawa berkeringat)"

Sepertinya Rey mulai sedikit usil.

"Berhubung situ lebih tua dari pada saya ya udah iya aja"

Jawab Ayme serius, sepertinya dia agak jengkel dikatakan baper. Hehe dasar Ayme porus ( polos dan serius).

" Lanjutin lah nulisnya yang semangat ( emot tangan berotot yang ditekuk)"

Balas Rey.

" Ya udah engga usah dibantuin kepenerbit, aku mau belajar nulis aja"

Jawab Ayme dengan sejujur-jujurnnya dan sesungguh-sungguhnya. Hehe

" Oke baiklah.."

Obrolan chatpun berakhir.

~***~

# Ayme, Rey maafkan aku atas publikasi ini # hehe viss damai

Takdir Tak Memilihku [ END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang