14. Kertas

797 102 3
                                        

Sesuai janji dan ucapannya kemarin, pukul 09.00 tepat ia sudah berada di depan pos yang biasanya ia memang tuju ketika hendak menjenguk ayahnya. Tanpa menunggu bis seperti biasanya, hari ini ia menaiki taksi yang tarifnya hampir lima kali lipat dari bis. Penjaga yang kini berada di pos berbeda dengan penjaga yang kemarin. Dan yang lebih penting mood-nya sekarang membaik karena sudah dipastikan ia sudah bisa menemui ayahnya.

"Bae Jongshin." Ujar Joohyun.

"Sebentar, saya lihat dulu."

Apa yang perlu dilihat, toh Joohyun datang tepat pukul jam operasional jenguk dibuka, jadi dapat dipastikan ia adalah pengunjung pertama.

"Oh ya, silahkan. Dengan nama?"

"Bae Joohyun."

Petugas itu langsung menekan beberapa tombol di telefon dekat keyboard yang sudah dipastikan menelpon pihak sel. Ini memang selalu dilakukan karena ada yang biasanya tahanan tak mau menemui penjenguk. Penjaga itu mulai berbicara sambil sesekali mengangguk.

"Baik. Diberikan waktu 15 menit untuk menjenguk, silahkan masuk."

Joohyun yang kali ini memakai flat shoes, berjalan masuk kedalam. Ia langsung memasuki sebuah ruang yang luasnya tak sampai lebih dari ruang tamu miliknya. Terlihat sebuah pembatas dari kaca dan seorang penjaga penjara lagi yang duduk di pojok kanan lengkap dengan meja serta beberapa kertas.

Pintu disebelah penjaga itu terbuka dan menampakkan wajah ayah Joohyun yang keriputnya semakin terlihat. Pria paruh baya itu tersenyum lebar melihat anaknya yang menurutnya tak pernah berubah, karena seorang putri selalu terlihat seperti bayi di mata ayahnya.

"Bagaimana kabarmu Joohyun? Apa ada masalah dengan pekerjaanmu?"

Joohyun menggeleng dengan cepat.
"Aku baik-baik saja. Dan tak ada masalah di universitas. Bagaimana dengan ayah? Apa ayah meminum obat serta makan dengan baik?"

"Ya beginilah. Ayah meminum obat secara rutin karena harus sehat untuk dapat melihat putri ayah untuk waktu yang lama. Untuk makan tetap saja, tak ada daging disini, makanan penuh dnegan lobak dan kubis. Tak ada bedanya dengan di kuil," ucapan itu diakhiri dengan senyuman kecil, seolah-olah mengisyaratkan ayahnya itu tak perlu dikhawatirkan.

"Apa-apaan. Ayah masih payah dalam hal melucu," Joohyun tertawa kecil sambil memandang ayahnya itu lekat.

"Oh ya, apa kemarin benar ayah ada kunjungan lain selain diriku? Bukan lelaki itu kan yang datang?" Tanya Joohyun yang kini was-was.

"Hm, benar. Bukan, bukan dia. Jika lelaki itu hendak berkunjung, selalu ayah tolak. Melihat wajahnya sudah membuatku kesal."

Mendengar itu, Joohyun sedikit lega. Namun, rasa lega itu tak lama tergantikan oleh rasa penasaran.

"Lalu? Dia siapa?"

"Dia bilang tolong jangan memberi tahu namanya kepada kau. Jadi aku hanya bisa tutup mulut."

"Ah, mana bisa begitu. Lalu, apa maksud kedatangannya kemarin?"

Jongshin tersenyum kecil sebelum berbicara.
"Banding."

"Maksud ayah?"

"Ia mengajukan banding. Ia ingin melakukan banding atas kasus ayah."

Seketika semua sel otot dan sarafnya menegang. Untuk pertama kalinya selama bertahun-tahun ada seorang pengacara yang hendak menangani kasus ayahnya. Tetapi untuk apa? Dan siapa dia? Setelah kasus ini mati sementara, tiba-tiba datang seseorang yang menawarkan bantuan.

"Lalu, apa jawaban ayah?"

"Ayah hanya diam. Dan lelaki itu malah tersenyum sambil memberikan ini," Jongshin memasukkan tangannya ke dalam saku dan mengeluarkan sebuah lembar kertas kecil.

29+ | hunreneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang