20. Surat Darimu

587 82 2
                                        

"Forensik menyatakan bahwa si korban dibunuh dengan pisau dapur, meninggal dalam keadaan mata terbuka. Beberapa sayatan kecil terlihat di dada. Dan luka kecil akibat tersayat dengan jalanan."

Sehun memperhatikan foto wajah orang yang sudah hancur tergores tersebut. Rambutnya berantakan, terlihat air mata yang mengering di pipi, serta darah kental yang memenuhi seluruh lorong.

"Saksi adalah seorang montir teman pelaku bernama Ye Jiwon.

Pernyataan Saksi:
Ketika hendak pulang ke rumah, saksi yang biasanya berjalan searah dengan Tuan B mendapati Tuan B mengambil jalan ke kiri ketika di pertigaan jalan Cheongdong. Saksi merasa ada yang aneh dengan tersangka akhirnya memutuskan untuk membuntuti. Ketika membuntuti ia kaget melihat tersangka membawa seorang gadis ke lorong dengan jalan buntu. Tubuh korban penuh dengan pasir. Saksi mendengar suara jeritan berulang kali dari sana."

Sehun menutup matanya sebentar. Ia berusaha menemukan sebuah celah yang dapat memulai penyelidikannya. Ia membaca pernyataan saksi tersebut berulang sampai-sampai ia hafal dimana letak kata pada setiap kalimat dan barisan.

"Ye Jiwon, Ye Jiwon.."

"Pasir, pasir..."

Ah.
Bukankah lorong di kawasan itu tahun 2010 sudah bersemen? Mengapa pasir? Dari mana pasir itu berasal? Apa jangan-jangan pembunuhan dilakukan di taman lalu dibawa ke lorong untuk menyembunyikan mayat? Hal ini terlalu bodoh jika kepolisian saja tidak mengetahui. Atau ini adalah kesalahan yang tidak disengaja?

Namun, Sehun yakin kasus ini memang kasus manipulasi.

.

Sehun seperti biasa, ia duduk di halte untuk menunggu bisnya datang. Ia yang tak punya kendaraan mau tak mau harus berjalan kaki dan naik bis kemana-mana. Ia tak menaiki kereta listrik karena menurutnya terlalu menyusahkan, apalagi taksi yang harganya jatah makan 3 hari. Angin tiba-tiba berhembung kencang, otomatis ia langsung mengancingkan coat abu-abu miliknya.

"Kau disini rupanya," seorang wanita datang dari arah utara. Ia menggunakan jaket jeans hitam yang ia dobeli dengan hoodie.

Sehun mengadahkan kepalanya. Ia melihat sosok itu, lalu tersenyum.
"Iya, aku hendak pergi kesuatu tempat."

Sosok itu adalah Joohyun. Wanita tersebut mengambil duduk di sebelah Sehun.
"Kemana?"

"Ke rumah saksi."

Senyum Joohyun mengembang. Ia lalu menatap ke arah halte di seberang.
"Seharusnya jangan naik bis disini,"

"Lalu?"

Seolah-olah tau tempat yang akan di tuju Sehun, Joohyun menunjukkan pemberhentian di seberang yang ia dari tadi tatap.
"Paman Jiwon sudah tidak lagi tinggal di alamat KTP-nya."

"Benarkah?"

Joohyun mengangguk. Memang benar setaunya paman teman ayahnya itu memutuskan untuk pindah seusai memberikan kesaksian saat sidang 8 tahun lalu.
"Hm. Biar aku temani,"

"Tidak sibuk?" Tanya Sehun.

"Mentang-mentang kau sudah tidak sekolah lagi, kau rupanya lupa jika libur musim dingin sudah dimulai."

"Ah benar. Aku lupa."

"Ayo menyebrang,"

Beruntungnya mereka selepas menyebrang, bis langsung datang. Beberapa orang dengan cepat masuk, agar bisa mendapat kursi. Tak terkecuali Sehun dan Joohyun. Mereka duduk di kursi dua dari kursi paling depan. Bis kembali berjalan hendak ke pemberhentian selanjutnya.

29+ | hunreneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang