"Sudah tenang?" Tanya Joohyun pelan.
"Mendengar namaku yang kau ucapkan langsung membuatku tak naik pitam lagi."
Wanita itu hanya tersenyum kecil. Ia lalu membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah apel.
Sehun memperhatikan semua hal yang dilakukan Joohyun dengan tatapan nanar. Wanita itu mulai menggigit lalu mengunyah apel. Lelaki bermarga Oh itu mengalihkan pandangan, dan melihat sekilas tangannya yang perlahan mulai memerah. Perasaan tidak nyaman kini mulai menyelimutinya.
"Si brengsek itu benar-benar orang jahat." Ujar Joohyun disela-sela kunyahannya.
Lelaki itu berusaha memasang topeng. Sehun terkekeh memberikan reaksi.
"Aku tak tau kau bisa mengumpat juga.""Tentu saja, memangnya aku robot tak memiliki perasaan? Aku juga bisa kesal."
Sehun lanjut tertawa kecil, lalu meminum kembali minumannya.
Wanita disampingnya itu kemudian bertanya.
"Jadi bagaimana rencanamu ke depan?""Aku akan ambil banding pertengahan Desember, pastikan ayahmu menyetujuinya."
"Aku mengijinkannya jika kau berjanji tidak akan terluka selama penyelidikan nanti. Lelaki itu bener-benar jahat. Aku tak tau apa yang terjadi dengan orang tuamu, tapi dia itu orang berpengaruh, kau tak bisa sembarangan." Terang seorang Bae Joohyun panjang lebar. Ia benar-benar khawatir jika terjadi hal buruk kedepannya.
Dapat dirasakannya kini lehernya mulai memanas tak karuan. Tangannya menjadi bertambah merah disertai beberapa bentolan kecil. Namun, semua itu terhiraukan karena ia sedang berbicara serius dengan wanita di sebelahnya.
"Aku tau.""Lalu bagaimana rencana tugas akhirmu?"
"Aku akan menyelesaikannya akhir November ini. Lebih cepat lebih baik."
Wanita bermarga Bae tersebut hanya mengangguk. Rasa panas serta gatal itu mulai terasa di wajah Sehun. Nafasnya perlahan mulai mencekat hingga terasa sampai hanya di dada saja. Lelaki itu tak ingin Joohyun melihat dirinya yang seperti ini. Ia dengan raut gusar yang tersembunyi akhirnya pura-pura melihat arloji di tangan.
"Ah sudah hampir terlambat. Aku pergi dulu, aku ada part time, ""Hati-hati," Joohyun melambai-lambaikan tangannya pada Sehun yang amarahnya sudah tergantikan oleh senyuman. Sehun membalas lambaian itu lalu berlari ke pemberhentian bis. Setelah dirasa wanita itu tak melihatnya lagi, Sehun dengan cepat membuka tas ranselnya. Ia lalu membuka kasar plastik dari obat tersebut. Dimasukkannya di mulut, tanpa air minum yang membantu menelan.
Perlahan rasa sesaknya di dada menghilang. Bentolan-bentolan di tangannya juga mengempis. Nafasnya ia tarik pelan-pelan agar membantunya kembali bernafas dengan normal.
Sudah lama ia terakhir merasakan rasa seperti ini. Kali terakhir saat di bangku SMA, ketika tak sengaja meminum jus milik temannya yang ternyata wortel yang bercampur dengan apel. Ia akhirnya mengambil tempat duduk di kursi. Dilihatnya pemandangan kendaraan-kendaraan tanpa arti.
.
Ia tanpa bicara sedikitpun kata memasang tripod dan kamera itu. Hari pertama semester tiga ini mungkin bisa dibilang hari yang cukup sial. Sudah ia telat bangun karena menonton bola dini hari, dua part-time yang ia paksa kerjakan, belum lagi ia yang lupa membawa buku-buku yang ia pinjam dari perpustakaan. Begitu melihat gerbang unibersitas tadi, segera ia lari tanpa memperlambat sedikitpun. Keringatnya tak terasa menetes sedikit demi sedikit.
Mendengar suara wanita yang pertama kali memperingatkannya kali itu membuatnya semakin kesal. Ia berjalan dengan terhuyung-huyung menuju tempat duduk Jongin. Ia melepas tas ranselnya, lalu mengeluarkan kertas untuk mencatat materi hari ini.
Pandangannya kini berfokus kepada siapa wanita yang pertama kali membuatnya kesal di hari pertama semester baru.
Oh.
Lihat bulu mata lentiknya. Pipinya yang sedikit menggunakan produk kosmetik apa yang intinya bisa memerahkan pipi, bibirnya yang merah yang sedikit tergigit oleh giginya karena serius bukan main.
"Tipeku."
Profesor itu sudah selesai meng-absen murid-murid yang ada di kelasnya hari ini. Wanita tersebut membuka tas miliknya untuk memasukkan kertas absen kedalam sana. Namun, sebuah benda malah menggelinding di lantai. Rupanya tas yang terbuka membantu benda itu keluar.
Benda itu berbentuk tidak sempurna bulat dengan buntut di atas kepalanya. Benda itu berwarna sama seperti lipstik yang digunakan profesor baru di depan kelas.
Profesor tersebut mengambil benda tersebut lalu memasukkannya ke dalam tas kembali. Ia lalu berdiri dan melanjutkan kelas yang sempat terhenti. Dengan wajah serius tanpa senyuman yang terukir, wanita itu menjelaskan materi yang ia sampaikan.
"Mata apel," ujar Sehun pelan tanpa ia sadari. Namun, orang disebelahnya itu mendengar dan langsung merubah raut. Jongin membelalak sambil melihat ke kanan dan ke kiri dengan was-was.
"Hah? Apel? Dimana?"
Bukannya sama seperti Jongin yang terlihat gugup serta khawatir, Sehun memasang wajah berseri tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya.
"Di depanku,"Jongin semakin khawatir. Ia tak ingin kejadian tempo dulu saat SMA terulang kembali. Bayangan Sehun yang sekujur tubuhnya tiba-tiba memerah disertai batuk-batuk yang tak berhenti dan dada lelaki itu yang tak bisa bernafas. Ia akhirnya dengan kasar menarik tangan Sehun.
"Heh, sini aku lihat tanganmu,"Tak ada perubahan yang mencolok dari temannya itu. Rupanya Sehun tidak ada apa-apa.
Perasaan Jongin langsung lega.
"Tidak bereaksi. Mungkin kau salah lihat."Sehun hanya menaikkan salah satu alisnya.
"Tidak, benar-benar ada."Jongin disampingnya hanya menatap tajam Sehun. Dibukanya kembali buku tulis yang biasa ia bawa. Lelaki itu lanjut mendengarkan materi dari Profesor Bae, tanpa memikirkan Sehun sedang berpikir apa dalam otaknya.
![](https://img.wattpad.com/cover/137825885-288-k459567.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
29+ | hunrene
FanfictionBae Joohyun adalah seorang profesor ilmu hukum di salah satu universitas negeri terbaik di Korea Selatan. Sifatnya yang tak peduli tetapi terkadang ceroboh, membuat salah satu mahasiswanya Oh Sehun menjadi tertarik. Namun, apakah kalian tau ungkapan...