Boleh gak gue marah ke dunia? Bahkan ke Tuhan...
Gue, kehilangan dia...
***
Sudah satu jam lamanya, Dokter yang menangani Zidny belum keluar dari ruangannya. Diluar, sudah banyak orang yang menjenguknya, Eca—Bunda Zidny yang diberi tahu Iqbaal tadi pun lantas segera menuju rumah sakit.
Selain Bundanya Zidny, teman Iqbaal juga datang. (namakamu) yang langsung menghubungi Salsha dan Steffi yang akhirnya mereka langsung datang. Hanya Ody yang tidak ada, dikarenakan ada urusan dengan pasien lain.
(namakamu) hendak beranjak saat melihat pintu ruangan Zidny terbuka dan memperlihatkan seorang dokter perempuan sedang mengelap dahinya. Iqbaal beserta Eca langsung berdiri melihatnya.
"Zidny gimana Dok?! Dia baik-baik aja kan!" tanya Eca seraya memegang tangan Iqbaal erat.
Dokter itu menghela napas, dan menggeleng. "Maaf, tapi sayangnya Zidny tidak bisa diselamatkan. Kami menemukan banyak sekali butir-butir obat yang tidak di minumnya berada di bawah bantal, saat itu suster kami hendak mematikan alat-alat, dan tidak sengaja ia menyenggol bantal tersebut sehingga obat-obat itu terjatuh,"
(namakamu) menutup mulutnya, tidak percaya bahwa hal itu akan terjadi. Ia melangkah mundur, untung Steffi yang melihatnya cekatan menahan tubuh (namakamu) agar tidak terjatuh. "Innalillahi Wa innailaihi Roji'un," ucap (namakamu) pelan dan mengeluarkan air matanya.
Semua orang yang berada di situ tidak percaya. (namakamu) melihat Iqbaal yang sedang menangis sambil memeluk Eca. Salsha mendekat ke arah Eca dan mengusap bahunya agar wanita paruh baya itu mengikhlaskan anaknya.
Steffi juga tidak percaya, kalau Zidny tidak meminum obatnya. Ia segera menghubungi Ody yang sedang sibuk di rumah sakit lain.
Eca mengangguk mencoba untuk tersenyum ikhlas menghadapi semua cobaan dan melepas pelukan Iqbaal. "Boleh saya masuk, Dokter?" tanya Eca dengan air mata yang berlinang di pipinya.
Dokter itu mengangguk." Sekali lagi, maafkan saya beserta para perawat yang lalai dalam menjalani tugas."
Eca mengangguk sambil tersenyum kecut. Air matanya terus menaglir menjaikannya sungai kecil di kedua pipinya.
Dokter itu berlalu meninggalkan mereka berdua.
Eca masuk terlebih dulu, diikuti oleh Iqbaal dan Salsha. Sementara itu, Steffi memeluk sahabatnya. Dan hanya Ody yang tidak ada disitu karena sedang ada urusan dengan pasien di rumah sakit lain. Namun Ody tidak percaya saat Steffi mengabarinya bahwa Zidny sudah tidak ada, mungkin karena Steffi terkenal dengan orang yang humoris sehingga Ody menganggap itu hanyalah sebuah candaan.
***
Berada di sebuah taman hijau seorang diri membuat (namakamu) bingung, mengapa ia bisa ada disini? Bukankah tadi ia berada di rumah sakit?
Melihat sekelilingnya, taman ini sangatlah sepi. Tidak ada kendaraan yang melewati taman itu, karena dari jalannya saja bukan jalan beraspal, tetapi rumput yang sangat luas, mungkin saking luasnya, rumput itu tidak ada ujungnya.
(namakamu) menghela napasnya, dan mulai berbaring di atas rumput. Ia sama sekali tidak peduli kalau bajunya akan kotor karena tanah. (namakamu) berbaring karena suatu hal, yaitu hanya memikirkan dua orang, Iqbaal dan Zidny.
Kedua orang itu benar-benar ada di dunia nyata, dengan sangat berbeda apa yang dialami di mimpinya dulu. Dan (namakamu) tidak habis pikir, mengenai Zidny yang meminta dirinya untuk menggantikan posisi sebagai pacar Iqbaal.
Apakah perempuan itu tidak tahu kalau selama ini ai sudah bersusah payah untuk move on, dan saat itu hampir menghilangkan perasaannya pada Iqbaal, Zidny berulah lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Best Girlfriend
FanficSemua berawal dari mimpi. Terima kasih sudah membantu mewujudkannya. Dengan cinta, (namakamu) Iasa.