20. Sebuah Pilihan

1.6K 189 5
                                    


Kondisi Zidny makin memburuk, seneng banget sih Zidny udah mau ke Singapura, tapi kenapa harus ngasih pilihan itu ke gue? Pilihan yang ngga mungkin gue pilih dan jalani sama orang itu. Gue Cuma pengin dia sembuh, udah itu aja.

***

Iqbaal melangkahkan kakinya menuju kamar inap Zidny, sesampainya ia di dalam, Iqbaal membelikan Zidny roti bakar. Makanan kesukaannya.

Tiba-tiba, Iqbaal melihat Zidny yang mual, hendak memuntahkan sesuatu, sehingga ia buru-buru melepas kantong plastik martabak itu, dan memberikannya pada Zidny.

Zidny memuntahkan isi perutnya ke dalam kantong plastik, dengan dibantu Iqbaal yang memijat tengkuk leher Zidny agar ia memuntahkan semuanya.

Setelah itu, Iqbaal memberi air putih, dan Zidny meminumnya. Perempuan itu kembali menyenderkan punggungnya pada sandaran ranjang yang dilapisi oleh bantal, dan menghela napas.

Iqbaal yang membuang kantong plastik ke tempat sampah kemudian berbalik dan duduk dipinggiran kasur yang ditiduri Zidny. Tampah warna pucat masih terpaut di wajah perempuan itu, yang membuat Iqbaal ingin sekali menukar posisi dengannya.

Lelaki itu memegang tangan Zidny dengan tatapan khawatir. "Kamu pasti sembuh," ucap Iqbaal.

Zidny hanya tersenyum tipis. Ia tidak yakin bahwa umurnya akan bertahan lama.

"Kamu udah minum obat?" tanya Iqbaal menatapnya.

Zidny terkesiap. Tampak ia berpikir untuk sejenak. "Oh, obat? Sebelum kamu dateng, aku udah minum kok."

Lelaki itu menyuruh Zidny untuk bergeser sehingga Iqbaal bisa duduk diranjang sambil merangkul perempuan itu.

Bersandar pada bahu Iqbaal itu membuat Zidny nyaman. Sudah lama sekali mereka tidak melakukan seperti ini, dan sepertinya Zidny juga rindu momen dimana mereka berpelukan sambil menonton film.

Perempuan itu merindukan dimana Iqbaal dan dirinya beradu argumen dalam menentukan ending di sebuah film, dan selalu Zidny yang menang.

"Teteh mana? Hari ini dia sibuk lagi, ya? Padahal kemaren Salsha dateng ke rumah." tanya dan ucap Iqbaal.

Zidny menggeleng. "Paling ke sininya sore, soalnya banyak urusan. Salsha yang temennya (namakamu) itu kan?"

Iqbaal mengangguk. "Iya,"

"Besok ajak (namakamu) kesini dong," pinti Zidny sambil memohon.

"Mau ngapain?"

"Aku mau ngobrol sama dia," jawab Zidny lagi.

Dari lubuk hatinya yang paling dalam, Iqbaal tidak mau membawa (namakamu) kemari, karena ia takut Zidny malah bilang yang tidak-tidak, seperti menjodohkannya dengan perempuan itu, padahal kan ia tidak suka.

Namun, entah dengan dengan alasan apa, Iqbaal menyetujuinya dan sanggup membuat Zidny tersenyum melihatnya.

Tuhan, Iqbaal rela melakukan apa saja demi melihat senyum Zidny yang manis itu.

***

Steffi duduk bersebelahan dengan (namakamu) di lantai dengan bersandar pada ranjang miliknya. Ia tengah sibuk mengetik balasan untuk komentar akun sosial media miliknya. Ada yang berupa pujian maupun berupa hujatan. Karena Steffi sering memposting videonya pada saat latihan dance. Dan ini sama seperti yang ada dalam mimpi (namakamu), Steffi bisa dance.

Kemudian Steffi menggeser posisi duduknya dan tidak sengaja menyenggol (namakamu)

"Heh, jangan geser-geser Steff. Ini berantakan!" ucap (namakamu) kesal. Ia sedang mengecat kukunya.

My Best GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang