Kenapa dia maksa banget buat stay di sini? Dia harus sembuh, pokoknya! Apapun caranya..karena gue cinta sama dia.***
Perempuan berambut hitam dengan poni di keningnya, mengerjapkan matanya. Cahaya lampu yang ditangkap oleh penglihatannya membuat matanya menyipit. Tangan kirinya sangat lemas untuk digerakkan sehingga tidak bisa mengambil air mineral di nakas. Tenggorokannya sangat kering seperti habis melakukan lomba lari tanpa minum. Sampai tersadar sekarang ia berada di rumah sakit.
Pandangannya melirik ke samping kanan, mendapati seseorang yang sedang tertunduk tidur dengan tangan sebagai bantal. Perempuan berambut pirang yang ia kenal. Mencoba mengingat siapa nama perempuan itu. Dan pikirannya tertuju pada seseorang yang terakhir bersamanya. Salsha dan Steffi. Pasti perempuan yang ada di sampingnya adalah Steffi. Ia tidak melihat keberadaan Salsha. Satu nama lagi yang terlintas di pikirannya, yaitu ; Iqbaal.
"Steff.." lirih (namakamu) sambil mengelus pipi Steffi lembut dengan tangan kanannya.
(namakamu) senang saat Steffi mulai membuka matanya secara perlahan.
Steffi membulatkan matanya, meyakinkan apa yang ia lihat. Apa ia benar-benar melihat (namakamu) terbangun? Jawabannya ; Ya. Steffi sangat senang dan ingin berteriak sekarang juga. Tapi ia masih tahu tempat bahwa ini rumah sakit.
"Lo—lo udah bangun?" tanya Steffi tak percaya. Sahabatnya telah membuka matanya setelah ia menjaganya dengan jangka waktu yang tidak sebentar.
Steffi yang diam di tempatnya, langsung membantu (namakamu) untuk duduk. Membenarkan posisi bantal agar nyaman untuk bersandar.
"Steff gue mau minum." pinta (namakamu).
Steffi langsung berlari kecil menuju nakas dan memberikan air mineral pada (namakamu), meminumnya dengan sedotan.
"Makasih.." (namakamu) memberikan botol itu lagi kepada Steffi setelah meminumnya setengah.
"Gue panggil dokter dulu ya, (nam)."
Tangan Steffi dicekal oleh (namakamu) dengan cepat. Ia harus bertanya kepada Steffi, apa yang terjadi dengannya. Mengapa Steffi terlihat sehat dan ia tidak melihat Salsha.
(namakamu) menggelengkan kepalanya. "Jangan Steff, biarin dokternya aja yang kesini tanpa lo panggil."
Steffi memajukan lagi langkah kakinya agar mendekat ke arah (namakamu). Sepertinya ada yang (namakamu) pikirkan.
"Gue mau tanya sesuatu Steff." lanjutnya.
Dengan cepat Steffi menganggukkan kepalanya. Menatap sahabatnya yang pucat.
Tiba-tiba pintu terbuka yang memperlihatkan Thalita diikuti oleh seorang dokter. Thalita sedang berbicara melalui telepon.
Dokter sudah lebih dulu menghampiri ranjang (namakamu). Sedangkan Thalita yang habis menutup pintu, berbalik badan dengan menjatuhkan ponsel yang sedang ia pegang.
"(namakamu) akhirnya kamu bangun juga sayang." teriak Thalita sambil mendekat ke arah anaknya yang sudah bangun dari koma.
Raut wajah Thalita terpancar kebahagiaan, matanya tidak bisa menahan butir-butir air mata yang jatuh. Steffi yang ada di sampingnya, mencoba menenangkan Thalita.
"Sekarang apa yang kamu rasa?"
Pertanyaan dokter cantik itu membuyarkan (namakamu) yang sedang pikirannya dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang muncul. Mengapa ada Thalita di sini? Bukannya Thalita ada di Singapura dan tidak pernah mengabari dirinya dan Fadil.
Pertanyaan (namakamu) cuma satu, mengapa?
"Hei.."
Hingga (namakamu) tersadar kembali oleh ucapan dokter cantik.
![](https://img.wattpad.com/cover/93735938-288-k72422.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Best Girlfriend
FanfictionSemua berawal dari mimpi. Terima kasih sudah membantu mewujudkannya. Dengan cinta, (namakamu) Iasa.