Suasana di koridor fakultas informatika siang itu terlihat cukup ramai. Wajah-wajah kusut dengan rambut gondrong para senior terlihat mendominasi. Menjelang sidang skripsi, mereka terlihat cukup sibuk sampai lupa merawat diri. Persiapan skripsi yang menguras banyak waktu dan energi masih menghantui mereka. Kantung mata hitam yang terlihat sayu. Tampak jelas kalau mereka kurang tidur, dan melek semalaman di depan komputer.
Penggarapan skripsi memang menyeramkan. Tapi meski begitu, tidak pernah ada berita yang sampai memuat aksi nekat mahasiswa yang frustasi, kemudian gantung diri karena tidak tahan dengan komentar pedas dosen pembimbingnya. Kebanyakan dari mereka berusaha untuk tegar dan berlapang dada jika ingin wisuda dengan cepat.
Bukan hanya mahasiswa jurusan IT yang hidupnya kian suram pasca sidang skripsi, saat gadis berkerudung itu menginjakkan kakinya di lobi fakultas teknik sipil, ekspresi wajah yang sama kembali ia temukan. Bahkan lebih suram dari wajah-wajah mahasiswa IT. Ia paham betul dengan posisi senior-seniornya saat ini. Ibarat hidup, posisi mereka saat ini sedang berada dalam tahap hidup dan mati, sekarat. Susah tidur, pikiran berkelana entah ke mana dan pada akhirnya berakhir pada wajah para dosen penguji yang entah mengapa seketika terlihat seram dan menakutkan.
Gadis itu kembali menelusuri koridor fakultas teknik, mencari kelas sahabatnya. Di sepanjang langkahnya, siulan-siulan menjengkelkan terdengar dari segerombolan pria yang duduk pada bangku panjang di koridor. Tapi gadis itu sekan menulikan telingannya. Dia terus berjalan dengan kepala tertunduk dan sesekali mengecek ponselnya, berharap ada pesan balasan dari sahabatnya. Tepat saat ia hampir sampai di depan kelas sahabatnya, sebuah pesan balasan yang ditunggu-tunggu pun masuk.
Segaris lengkungan indah dengan hembusan napas lega terdengar dari mulutnya. Dengan segera, ia membalas pesan yang menyuruhnya untuk langsung masuk ke kelas yang ingin ditujunya. Yaitu kelas A jurusan teknik sipil tempat sahabatnya saat ini.
Kini tatapannya fokus pada layar benda pipih di tangannya. Tanpa melihat jalan, ia menaiki satu persatu anak tangga yang menghubungkan koridor menuju lobi dengan kelas sahabatnya.
Gadis berkerudung itu terlalu fokus dengan jalannya, hingga ia tak melihat seorang pria dengan tubuh tegap berjalan di depannya. Sama halnya dengan si gadis berkerudung, pria itu juga tengah berjalan dengan mata fokus pada kamera di tangannya. Hingga ketika menuruni tangga, gadis berkerudung itu menyenggol lengannya, membuat kamera DSLR di tangannya terjatuh dengan lenssa menyembul di balik tas kecil berwarna hitam.Pria itu melongo, menatap kameranya yang tergeletak tak berdaya di atas lantai tangga dingin dengan tatapan horor. Ia ingin memaki, jika saja tak ada orang di sekitarnya. Kamera kesayangannya, cinta pertamanya.
Belum sempat ia berjongkok untuk mengambil kameranya yang terjatuh, gadis di depannya telah mendahuluinya.
"Maaf, Mas maaf," ujar gadis itu seraya menyerahkan kamera di tangannya pada sang empunya.
Dengan cepat, pria yang kala itu masih mengenakan almamater kebanggaanya meraih kamera kesayangannya. Memeriksa setiap sudut benda mati itu, khawatir akan ada goresan di sana.
"Kalo jalan tuh lihat-lihat dong, Mbak," protes pria itu. "Kamera kesayangan gue," ujarnya dengan mengusap-usap lensa kameranya.
Kini pria itu sibuk dengan kamera di tangannya. Sementara gadis itu menatap penuh sesal ke arahnya. Antara heran dan kasihan melihat pria di depannya yang sepertinya sangat menyayangi kamera DSLR itu. Sampai mengelus-elusnya dan sesekali mengucapkan kata-kata yang terdengar samar di telinga gadis itu.
"Saya minta maaf, Mas. Kalau ada yang rusak, nanti saya ganti rugi," ujar gadis itu membuat pria di depannya refleks mengangkat kepala.
"Iya, mudah banget bilang ganti rugi. Ini kamera hidup dan mati gu-" Pria itu menghentikan ucapannya sesaat setelah menyadari wajah gadis di depannya terlihat tidak asing. Sepertinya ia pernah melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
InsyaAllah, Move On! #ODOCTheWWG
RomanceSEDANG DIREVISI! "Jangan dilupain, tapi jangan dikenang juga. Coba deh, lo buat moment yang baru dengan orang yang baru. Mungkin dengan begitu, kenangan lama lo bisa tertimbun tanpa harus bersusah payah menghapusnya." **** Bagi Difan, move on tak se...