♧ Hour 3 ♧

9.2K 1K 38
                                    


Pikiranku melayang. Mulanya aku kesal padanya karena menatapku dan membuatku tidak nyaman, namun seiring berjalannya waktu yang ada aku justru merasa sedikit bersalah. Apa aku terlalu berlebihan? Apa dia tertarik padaku? Pikiran itu membuatku merona. Orang terkeren yang pernah kukenal, seseorang yang diinginkan semua gadis merasa diriku cukup menarik dan menatap bokongku? Tidak.

Aku berpikir terlalu berlebihan, yang mana tidak penting. Semenjak awal aku begitu kasar yang mana tidak seperti diriku biasanya. Apa itu perasaan bersalah sesaat? Entahlah, tapi aku mendapati diriku berjalan turun untuk bicara padanya dan membuat semuanya lebih baik.

Laki-laki memang seperti itu dan aku tidak tahu mengapa aku tiba-tiba merasa tersinggung atau kah itu karena aku malu Taehyung sedang menatapku?

Kusingkirkan pemikiran itu, berjalan turun sampai kudapati dirinya dalam jarak pandangku.

Ia berdiri di depan salah satu pilar beton yang menjulang, satu tangan menyentuh pilar itu dan ia mencondongkan tubuhnya ke depan. "Chae-ah, aku minta maaf." Ia berbicara dengan suara baritonnya. Untuk sedetik, aku bingung akan apa yang terjadi namun kemudian aku tersentak.

Dia sedang berakting! Jadi, seharusnya aku menjadi pilar beton itu dan dia minta maaf padaku? Apa dia latihan?

Ia menggelengkan kepalanya dan berdiri tegak lalu sedikit menjauh. "Tidak seharusnya aku menatap-" Ia menepuk wajahhnya. "Tck. Tidak." Ia menghela napas. Aku menjadi penonton dan sangat menikmati pertunjukan itu lebih dari yang seharusnya. Hanya saja dia terlihat sangat –imut? Caranya berlatih bagaimana meminta maaf begitu menggemaskan.

Aku mengamatinya dari kejauhan selama beberapa lama, ia melakukan bow, memeluk dan mengguncang pilar itu dengan cara yang paling aneh. Aku tidak bisa menahan tawaku lagi hingga akhirnya tawa kecil terlontar. Berhubung gedung ini kosong, suara kecil yang keluar dari mulutku menggema dan secara refleks menggunakan tangan membekap mulutku.

"Shit." Ia menoleh ke arahku dan aku tersenyum, berusaha agar tidak terbahak-bahak karena ekspresi mengerikan di wajahnya.

"Aku cuma-" Ia mulai berusaha menjelaskan apa yang ia lakukan namun aku menyelanya.

"Maaf, Tae. Tadi aku sangat kasar." Aku meminta maaf, membuat ekspresi bingung tercetak di wajahnya. Aku menghampirinya dan ia melangkah mundur.

"Kenapa kau minta maaf? Aku minta maaf karena memandangimu seperti tadi," katanya dan aku menyeringai.

"Itu tidak seperti yang kau latih, 'kan?" Aku sedikit memiringkan kepalaku dan sebelah alisnya naik.

"Maaf karena menatap bokongmu." Aku mengulang kata-katanya tadi, menirunya d an melakukan bow di depannya. Ia kesal dan melontarkan protes, "Kau melihatnya sejak awal, huh?" Ia bertanya.

"Iya."

"Sekarang aku malu luar biasa." Ia mengalihkan pandangannya.

"Kenapa? Itu lucu." Kata-kata itu keluar dari mulutku sebelum bisa kuproses.

Ia mengerjap menatapku, matanya berbinar-binar karena cahaya mentari. Hal itu bertahan sedetik, hanya sedetik bagiku mengagumi parasnya karena di detik berikutnya ia menyeringai dengan kejahilan di matanya.

"Menurutmu aku lucu?" Ia terdengar lebih angkuh dari biasanya.

"What? No, duh." Mengendikkan bahu, berusaha membela diriku tanpa alasan.

"Terlambat, Chae. Akui saja. Kau menyukaiku."

"Mimpi saja, Tae."

"See, sekarang kau memanggilku 'Tae'. Aku tidak butuh bukti lagi."

24 Hours ➳ KTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang