♧ Hour 10 ♧

6.5K 877 12
                                    

"Wow." Kuhela napas. Aku menyaksikan sampai matahari terbenam di peraduannya dan danau itu merefleksikan langit yang gelap. Mal itu terlihat teduh dan ketika aku berbalik, kulihat lagi hal yang menakjubkan. Lantai di belakangku  di atur dan bantal-bantal empuk berukuran besar di susun dalam bentuk setengah lingkaran.

"Ayo duduk," kata Taehyung, duduk di salah satu sisi ranjang dan menepuk tempat di sebelahnya.

Aku segera menghampirinya dan menjatuhkan diri, bersandar di bantal. Lilin menyala di sekeliling kami, beberapa berukuran kecil dan beraroma sementara yang lainnya lilin biasa berukuran tinggi.

"Ini sangat romantis." Aku tertawa, yang ia respon dengan, "seharusnya begitu."

"Mana wine nya?" tanyaku menaikkan sebelah alisku dan mata Taehyung terbelak selama sedetik sebelum akhirnya ia menggeleng, "Aku lupa. Kau mau kuambilkan?"

"Hey, tidak. Aku cuma bercanda." Kutepuk pundaknya, "Ini ... lebih dari cukup."

"Jadi..." Ia mulai bicara dan aku duduk memeluk lututku. Apa dia akan mengutarakan perasaannya? Itu sebabnya ia menyiapkan ini?

"Siapa yang memberi itu padamu?" Akhirnya ia bertanya, menunjuk kalung di leherku.

"Saudaraku, Jin."

"Kau punya saudara?" Ia menahan napas.

"Iya." Aku tersenyum melihat ekspresi takut di wajahnya. Ada yang salah dengannya dan aku tahu itu.

"Sejak kapan?"

"Apanya?" Aku tertawa, "Dia lahir empat tahun sebelumku, Tae. Jadi dia yang lebih tua."

"Oh." Ia memalingkan wajah.

"Jadi ... kau menyerah karena aku punya kakak laki-laki?" Alisku mengernyit dan ia segera menatapku.

"Tidak. Maksudku- hah?" Ia tampak bingung dan rasanya diriku seolah ditampar karena sikap cerobohku. Aku tidak seharusnya bergerak duluan!

"Apa kau pernah menyukai seseorang?" tanya Taehyung, berusaha menyingkirkan suasana tegang dan aku mengangguk.

"Oh, siapa?" Ia mendekat ke arahku dan secara mendadak aku merasa malu, aneh.

"Ada anak yang kusuka saat aku berumur enam tahun." Tatapanku bertemu dengan tatapan penasarannya untuk sedetik sebelum aku menunduk menatap kakiku, "Dia tetanggaku dan dia sahabatku."

"Ah jadi kisah cinta antar sahabat!" timpalnya.

"Diamlah!" Mataku memicing menatapnya yang justru membuatnya tertawa, lebih dalam dari lautan pasifik.

"Dulu sepanjang waktu kami biasa bermain suami istri sampai di mana aku jatuh cinta padanya dan-"

"Dan?"

"Dan dia pergi," kataku mengakhiri.

"Itu saja? Dia pergi?" Taehyung bertanya, yang kujawab dengan anggukan. Ia tampak tidak nyaman di tempatnya.

"Bagaimana denganmu?" Aku memandangnya dan bola mata hitam miliknya bertemu denganku, "Apa kau pernah benar-benar mencintai seseorang?"

"Beberapa," jawabnya. "Aku biasanya tidur dengan berbagai jenis wanita jadi tidak pernah ada waktu untuk omong kosong semacam cinta sejati."

Menyakitkan, tapi aku tidak akan pernah menunjukkannya. Tersenyum padanya, aku kembali menatap langit.

"Tapi,"ia mulai lagi, yang langsung menari fokusku, "Kurasa aku jatuh cinta pada seseorang dan aku benar-benar menyukainya. Jadi..." Ia mengendikkan bahu.

"Jadi, itu cinta?"

"Cinta itu kata yang besar. Cuma 'suka'."

Aku berdeham, bagaimana pun juga fuck boy tetaplah fuck boy. Aku yang bodoh karena menyukainya; aku bahkan berpikir dia juga menyukaiku! Naif dan aneh sekali, 'kan? Ini keempat kalinya aku jatuh hari ini tapi muncul sedikit harapan ketika hatiku mengingat reaksinya saat melihat kalungku.

Dengan sedikit harapan aku mengajukan satu pertanyaan, "Ada yang kau suka saat kecil?"

"Tidak." Ia mengendikkan bahu, "Aku sangat culun saat masih kecil. Tidak ada yang mau denganku," ia menertawakan candaannya, senyum kotak itu muncul di wajahnya begitu ia memalingkan wajah.

Jadi seperti ini? Anak kecil di masa laluku bukan Taehyung? Untuk sesaat kubenamkan wajahku di antara kedua tanganku ketika kusadari betapa tidak masuk akal dan liarnya asumsiku.

* * *

03 September 2018

24 Hours ➳ KTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang