Study Tour

45.4K 1K 10
                                    


Enjoy with my story ☕

______________________________________

Hari-hariku berjalan seperti biasa, tak ada yang istimewa juga tak ada hal-hal yang menyebalkan, kecuali tingkah Trio Sengklek yang tak henti-hentinya membuat urat leherku hampir putus. Namun, dengan kehadiran mereka, hidupku jauh lebih berwarna–meskipun warnanya terlihat abstrak. Ditambah dengan dua sahabat terbaikku, Hana dan Zahra.

Akhir-akhir ini juga, Bagas dekat denganku dan kedua sahabatku. Aku merasa Bagas menyukaiku. Entah aku yang terlalu percaya diri, atau memang faktanya seperti itu. Entahlah, aku tak mau ambil pusing. Yang jelas dia selalu bertanya mengenai hal-hal sepele mengenai diriku dan kedua sahabatku.

"Anak-anak, bapak ada kabar gembira untuk kalian," ucap pak Ucok membuat anak didiknya penasaran.

"Wih, apa tuh, pak? Ada pembagian sembako gratis, kah? Atau ada penyaluran bantuan kuota gratis untuk para dhuafa wi-fi?" tanya Rusdi.

"Bukan. Coba tebak lagi." Murid-murid kelas VIII-C semakin penasaran.

"Palingan ulangan matematika dadakan. Kan bapak suka tuh yang dadakan, kayak tahu bulat. Taaa-huuu bulat digoreng dadakan, lima ratusan, murah-rah-rah." Kini giliran si Otak Udang menyuarakan suara hatinya.

"Ya, kurang tepat."

"Ya ampun pak, apa susahnya sih kasih tau. Gak perlu bikin kita penasaran," ucapku.

"Satu minggu lagi kita study tour," ucap pak Ucok dengan senyum mengembang.

"Apa?" Koor semua murid.

"Seriusan pak?"

"Bener pak?"

"Gak bohong, 'kan, pak?"

"Bapak gak nge-prank, 'kan, pak?"

"Bapak gak PHP, 'kan, pak?"

Pertanyaan beruntun menyerbu pak Ucok. Beliau tak menjawab. Beliau hanya mengangguk dengan senyumnya yang masih mengembang.

Semua murid berbunga-bunga. Kelas sudah tak terkendali lagi. Ada yang menari, bernyanyi dengan berteriak, bahkan ada yang melakukan robotic dancing.

"Sekarang bapak akan menyebutkan tempat duduk yang akan diduduki kalian nanti ketika di bus dan kalian akan satu bus dengan teman sekelas kalian."

Pak Ucok membacakan satu per satu tempat duduk yang akan diduduki oleh murid-muridnya. Semua berjalan dengan lancar, hingga bagian tempat dudukku ....

"Echa kamu duduk berdampingan sama Rasyid."

"Apa, pak?" Mulutku menganga tak percaya. Mudah-mudahan aku salah dengar, tapi anehnya si Udang tak bereaksi sama sekali. Aku yakin dia ingin mengambil kesempatan dalam duduk berdampingan.

'Menyebalkan. Gak papa kali ya, kalo sekali-kali suudzon sama orang lain,' batinku tak tahan untuk tak menggerutu.

"Iya, kamu duduk berdampingan sama Rasyid ketika nanti di bus."

Oh my god! hancurlah perjalananku. Hatiku masih belum bisa menerimanya.

"Pak, gak bisa ditukar sama yang lain aja, pak? Malas pak kalo harus duduk bersebelahan sama dia," ucapku.

"Kamu juga, kenapa gak protes sih?! Kamu sengaja 'kan pengen duduk bersebelahan sama aku?! Ngaku gak?!" tanyaku dengan penuh penekanan sambil menunjukkan jariku ke arah si Udang. Dia acuh tak acuh, bahkan tak bergeming sama sekali.

Pil Pahit Hijrahku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang