Ungkapan dari Bagas

31.7K 1.2K 10
                                    


Enjoy with my story ☕


______________________________________

Sesi pengumuman kejuaraan telah selesai dilaksanakan. Seluruh siswa dipersilakan untuk masuk ke kelasnya masing-masing, kecuali siswa-siswi yang telah mendapatkan prestasi. Ada sesi tambahan bagi mereka, yaitu bersua foto bersama kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan para guru. Setelah itu, barulah dipersilakan untuk masuk ke kelasnya masing-masing.

Sesampainya di depan kelas, aku, Hana, dan Zahra mendapatkan ucapan selamat dari Trio Sengklek dan teman yang lain.

"Wih, Trio Cerdas udah dateng nih," ucap Rusdi.

"Juara 1, 2, dan 3 disabet semua sama kalian. Keren! Sangat bersahaja!" tambah Rusydan dengan memberikan dua jempolnya untuk kami. Adapun si Udang, dia tak bergeming sama sekali.

Si Udang mendekat kemudian dia mengulurkan tangannya kepadaku.

"Selamat!" Aku sedikit terkejut sekaligus kikuk.

Aku membalas uluran tangannya kemudian menyalaminya. Jantungku mulai bertingkah aneh. Detakannya hampir sama dengan momen pengumuman kejuaraan kelas tadi. Tapi yang aku heran, dia ini selalu bersikap dingin dan cuek ketika Zahra dan Hana berada di dekatku. Padahal kalau tidak ada mereka, tingkahnya itu tak jauh berbeda dari 2 sohibnya, menyebalkan dan sangat meresahkan dan juga ... sedikit perhatian.

Dia juga mengulurkan tangan dan memberikan ucapan selamat kepada Hana dan Zahra. Hanya saja, Zahra tidak membalas uluran tangannya. Dia hanya menangkupkan kedua tangannya di dada.

Pak Ucok, wali kelas kami sudah tiba. Aku dan semua teman kelasku bergegas masuk. Sebelum ke acara inti, pembagian rapor, pak Ucok terlebih dahulu memberikan prakatanya yang cukup singkat.

"Pak, ranking 4 nya siapa, pak?" tanya Rusdi.

"Pasti urang-lah." Rusydan menyahut dengan penuh percaya diri. Kemudian si Udang menggeplaknya dengan cukup keras.

"Sakit, woi! Kepala urang teh bukan samsak! Maen tempeleng-tempeleng aja." Rusydan memegang bagian kepalanya yang sakit dengan satu tangan.

"Makanya kalo ngomong tuh jangan kepedean. Waktu PAS minggu kemaren aja masih ngandelin ramuan yang urang kasih, sekarang mau ranking 4, sungguh menakjubkan." Dia bertepuk tangan sarkas.

Mendengar hal itu, aku berusaha menahan tawa. Bagaimana tidak ingin tertawa, sedangkan dalam benakku masih terngiang dengan kepolos—bukan, tapi kebodohan seorang Rusydan yang dengan mudahnya mempercayai perkataan si Udang.

"Udah-udah, kalian nih, ribut aja terus kelakuannya. Untuk ranking 4 nya pasti kalian tidak akan menyangkanya," ucap pak Ucok melerai perseteruan mereka kemudian membacakan nama-nama siswa yang menduduki peringkat 10 besar di kelas.

Aku sedikit terkejut karena ternyata yang menduduki peringkat 4 di kelas adalah si Udang. Sungguh hal yang tak diduga-duga.

Kemudian wali kelas kami tercinta mulai memanggil satu per satu anak didiknya. Di depan, kami menandatangi daftar hadir, sebagai bukti kalau kami sudah mengambil rapor.

Sebelum seluruhnya dipersilakan pulang, pak Ucok memberikan sedikit nasihat untuk anak didiknya tercinta. Beliau juga tak luput memberikan ucapan selamat berlibur kepada anak didiknya.

Saat hendak pulang, aku menghampiri Trio Sengklek terlebih dahulu.

"Gak nyangka, hebat juga kamu!" Aku mengangkat tangan kananku, bermaksud mengajaknya tos kemenangan. Si Udang membalasnya. Namun tanpa diduga, dia memelukku penuh rasa syukur. Aku bisa merasakan kebahagiaan yang terpancar dari dirinya.

Pil Pahit Hijrahku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang