Kejutan

35.5K 1.3K 2
                                        


Enjoy with my story ☕

______________________________________

Dua bulan berlalu dari kejadian nahas itu, banyak hal terjadi di dalamnya. Namun, yang jelas dalam rentan waktu 2 bulan itu, aku menjadi dekat dengan Trio Sengklek dan semakin dekat dengan Bagas. Bahkan bisa dibilang mereka sudah menjadi sahabatku.

Kini aku mempunyai dua orang sahabat layaknya saudara, satu orang sahabat yang penuh pengertian, dan tiga orang sahabat yang mewarnai keseharianku dengan warnanya yang sangat abstrak.

Penilaian Akhir Semester kian mendekat. Aku beserta sahabatku tengah mempersiapkan diri untuk menghadapi PAS (Penilaian Akhir Semester). Kami berinisiatif untuk belajar bersama agar suasana belajar lebih hidup dan lebih mudah memahami materi yang dipelajari.

"Pa, nanti siang papa ada di rumah gak?" tanyaku saat sarapan pagi bersama papa dan mama.

"Kenapa emangnya?"

"Sepulang sekolah nanti aku mau ngajak temen ke rumah," jawabku.

"Siang nanti papa masih ada kerjaan di kantor."

"Yah, padahal aku sama temen-temen mau belajar bareng. Niatnya aku mau minta papa bantu jelasin materi yang mau dipelajari nanti," ucapku sedikit kecewa.

"Kamu belajar barengnya sama mama aja, ya!" Papa tersenyum.

Kemudian berbisik, "Dulu mama kamu jagoan kelas. Dia pemain tetap kalo urusan juara kelas. Pokoknya langganan banget deh, gak heran papa bisa sayang dan cinta banget sama mama kamu."

Aku dan papa tertawa kecil. Mama mengernyit, melihat tingkah suami dan anaknya tercinta.

"Kamu ngomongin apa sama Echa?" tanya mama menyelidik.

"Eh, enggak kok. Bukan apa-apa. Iya, 'kan, Cha?" Papa melirikku. Aku hanya menanggapinya dengan senyuman.

"Awas aja kalo ngomongin hal-hal aneh sama anakku," ucap mama dengan nada sedikit mengancam.

"Hei, anak kitalah. Emangnya Echa cuma anak kamu, aku juga kan ikut berpartisipasi dan berperan penting dalam produksi Echa," ucap papa membuatku ingin tertawa. Namun, aku berusaha semaksimal mungkin untuk menahannya.

"Mas, kamu ya, malah bahas gituan depan anak kita!" Wajah mama merona. Akhirnya aku melepaskan tawa yang sedari tadi aku tahan. Sebelum aku tertawa, papa sudah terlebih dahulu tertawa terbahak-bahak.

Sejenak tak ada percakapan yang terjadi. Aku berusaha membuka kembali percakapan.

"Ma!" panggilku.

Mama hanya bergumam tanpa membuka mulutnya.

"Ih, kok cuma hm doang sih, ma? Mama marah sama Echa?" ucapku dengan mata yang dibuat berkaca-kaca.

Mama menghela nafas kemudian menggeser kursinya mendekatiku. Mama mengelus rambutku dengan lembut. Kemudian berkata, "Mama gak marah sayang. Tadi kan mama lagi ngunyah, jadi cuma bisa bilang hm aja."

Aku memeluk mama. Pelukan mama selalu berhasil membuatku nyaman dan tenang. Hal ini yang membuatku selalu merindukan pelukan mama dan tak akan pernah bosan merindukannya.

Pil Pahit Hijrahku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang