Hana?

7.1K 542 1
                                        


Enjoy with my story ☕

______________________________________

Ya gak tau juga. Setau aku sih, ya itu. Kalo seorang perempuan berbuat dosa, bukan cuma dia yang kena imbasnya, tapi ayah dan suaminya juga kena yang berarti ayah dan suami kamu bakal dimintai pertanggungjawaban. Nah salah satu kewajiban seorang muslimah itu kan menutup aurat. Jadi, kalo gak tutup sama dengan berdosa dan yang nanggung bukan cuma kamu, tapi ayah dan suami kamu juga.

Aku cuma mau ngingetin, berpakaianlah sesuai dengan apa yang diatur oleh agama, bukan diatur oleh dunia, apalagi tren semata.

Gelisah dan gundah kini melanda hatiku. Bagaimana tidak, ucapan Zahra terus terngiang di benakku. Yang diucapkan Zahra adalah suatu kebenaran. Namun, mengapa aku seperti enggan menerimanya.

'Hana, ada apa denganmu?' batinku sembari memejamkan mata.

Aku tidak boleh seperti ini. Hatiku tidak boleh keras seperti batu. Aku sudah membuat keputusan.

"Aku harus bicara sama ayah dan bunda," lirihku.

Aku beranjak dari tempat tidurku kemudian bergegas keluar kamar. Ayah dan bunda tampak tengah makan di meja makan. "Yah, Bun, aku pengen berjilbab."

Uhuk!

Ayah dan bunda terbatuk, bahkan hampir tersedak. Mereka tampak saling melempar tatapan. Kemudian menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Ayah gak salah denger nih?"

"Bunda juga gak salah denger, 'kan?"

"Iya, Ana pengen berjilbab. Kalian gak salah denger kok."

"Alhamdulillah, ya Allah," ucap keduanya penuh syukur.

"Ya udah kita beli jilbab sekarang," ajak ayah.

"Harus sekarang banget nih, yah?"

"Ya iyalah, katanya mau berjilbab."

"Terus sekarang aku ke luarnya gak pake jilbab gitu?"

"Pake jilbab bunda dulu aja," jawab bunda seraya tersenyum ke arahku.

"Oke, bunda."

Kami semua pun pergi ke toko muslimah untuk membeli perlengkapan gamis dan jilbab.

Sesampainya di sana, aku memilih dan memilah gamis dan jilbab yang dirasa cocok dengan seleraku.

Setelah berkutat cukup lama, akhirnya aku memilih gamis coklat muda, gamis hitam, dan gamis biru muda juga mengambil jilbab dengan warna senada. Setelah itu ayah membayarnya kemudian kami pulang.

'Belum aja dipake, tapi kok udah seneng, ya?' batinku sembari tersenyum tipis.

Belum ada separuh perjalanan, aku sudah merasa gerah. Mungkin pertama kali, jadi belum biasa.

"Yah, gerah. Boleh dibuka gak?"

"Nanti aja ya, di rumah bukanya. Oke?"

Pil Pahit Hijrahku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang