Masih Badmood

15K 938 2
                                    


Enjoy with my story ☕

______________________________________

Sudah beberapa hari aku kembali bersekolah. Namun, rasanya masih saja seperti saat libur semester kemarin. Aku lebih cenderung diam. Bahkan ketika Trio Sengklek bertingkah pun, aku tak selera menanggapinya. Meski begitu, sahabat-sahabatku memaklumi dan memahami keadaanku saat ini.

Hari ini pun tak ubah seperti hari-hari sebelumnya. Hanya ada sedikit peningkatan dibanding hari-hari sebelumnya.

Aku mulai merespon ajakan sahabatku, akan tetapi tetap cenderung diam. Sama seperti sekarang ini, ikut pergi ke kantin, tetapi tidak ikut masuk ke dalam obrolan mereka. Hanya menjadi pendengar setia dengan ditemani satu mangkuk baso dan satu gelas es kelapa.

Aku mulai menikmati obrolan mereka, sampai seseorang memanggil namaku.

"Cha!" Hancur sudah mood yang aku bangun selama ini.

Seseorang itu maju menghampiriku. Aku bergegas menghabiskan makananku.

Sahabat-sahabatku menatap iba terhadap diriku. Namun, aku tak menghiraukannya. Yang terpenting adalah sekarang aku harus bergegas pergi meninggalkan tempat ini.

"Guys, aku ke kelas duluan, ya!" Aku berbalik kemudian melangkahkan kaki menuju kelas. Aku tak kuat jika harus melihat wajahnya lagi. Rasa muak telah menjalar ke seluruh tubuhku.

💊

Sejak hari itu, Echa menghindariku. Tiap kali aku menghubunginya, tak ada kata halo darinya, melainkan hanya ada kalimat reject dari perempuan lain—operator provider.

Apa ini artinya permintaan maafku pun akan ditolak olehnya? Aku harap dia memaafkanku. Kalaupun tidak, aku pantas menerimanya. Ini memang salahku. Satu kesalahan yang membuat semuanya hancur berantakan.

"Bu, aku berangkat!"

"Iya."

Aku mencium tangan ibu. "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Hati-hati di jalannya!"

"Iya, bu!" Balasku sedikit berteriak.

Sepanjang perjalanan aku terus memikirkan Echa. Bagaimana caranya agar dia bisa memaafkanku. Tapi, bagaimana dia mau memaafkanku, tiap kali bertemu dengannya saja, dia selalu menghindari kontak mata denganku. Bahkan dari awal masuk semester genap ini, dia sama sekali tak menunjukkan sikap ramah terhadapku. Rasanya diriku ini seperti seorang preman yang dihindari banyak orang. Meski begitu, aku akan tetap berusaha meminta maaf kepadanya.

Saking asiknya berdialog dengan diri sendiri, aku tak sadar sudah sampai ke pelataran sekolah. Tak lama kemudian, bel pun berbunyi. Semua siswa masuk ke dalam kelasnya masing-masing.

Dalam hati aku berkata, "Istirahat nanti, gue harus minta maaf sama dia. Pokoknya harus!"

Aku menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya secara perlahan. "Sekarang gue harus fokus dulu belajar."

Setelah berkutat cukup lama dengan pelajaran, bel istirahat pun berbunyi. Ini saat yang tepat untuk meminta maaf kepadanya. Namun, tak seperti biasanya, kini dia pergi keluar kelas bersama teman-temannya.

"Apa dia udah normal lagi, ya? Kalau gitu sih ini harusnya jadi momen yang tepat untuk gue minta maaf," gumamku.

Aku bergegas melangkahkan kaki untuk menyusul mereka. "Ternyata mereka ke kantin."

Aku duduk di meja yang terpisah dengan mereka. Aku masih merasa tak enak dengannya. Mungkin ada baiknya aku memesan makanan terlebih dahulu.

Setelah menunggu sebentar, pesananku pun tiba. Aku menikmati makananku sembari memperhatikannya. Meski dia tak seceria biasanya, aku bisa melihat dia menikmati suasana yang mereka ciptakan. Hana dan Zahra, ditambah Trio Sengklek adalah perpaduan sahabat idaman.

"Kayaknya gue harus melakukannya sekarang. Kalau enggak, momennya bakal hilang."

Aku bergegas menghabiskan makanan kemudian beranjak dari tempat dudukku.

"Cha!"

Kakiku melangkah lebih cepat dari biasanya. Namun, tanpa diduga, dia juga beranjak dari tempat duduknya.

"Guys, aku ke kelas duluan, ya!"

"Cha, tunggu!" seruku. Namun, sepertinya dia tak menghiraukanku.

'Dia benar-benar menghindar,' batinku sembari mengepalkan kedua tangan.

"Udah urang bilang jauhin Echa!" ucap seseorang dengan nada yang dingin.

Dia menatapku tajam. Aku balas menatapnya. "Apa salah kalo gue mau minta maaf sama dia?"

"Eh, kita duluan, ya! Kasian Echa, dadah!" Hana menarik Zahra dari tempat duduknya kemudian melenggang pergi.

"Menurut urang, maneh cukup jauhin dia, dan semuanya selesai. Urang yakin dengan begitu Echa bakal maafin maneh."

'Apa iya gue harus jauhin dia? Tapi ucapannya terdengar masuk akal,' batinku.

"Oke, kalo emang dengan cara itu Echa bisa maafin gue, gue bakal lakuin itu."

"Nice!" ucapnya dengan tersenyum tipis.

"Oh iya, Syid, untuk sekarang gue biarin lo yang maju duluan. Tapi gue gak akan nyerah gitu aja. Gue yang akan finish duluan!"

"Okay!" balasnya tenang.

"Tapi urang gak akan biarin maneh finish duluan, bahkan untuk melewati garis start aja, gak akan urang biarin itu terjadi, karena cowok kayak maneh, gak pantes buat dia!" sambungnya kemudian mereka bertiga beranjak dari tempat duduknya masing-masing. Setelah itu melenggang pergi.

Aku semakin mengepalkan kedua tangan. Namun, aku harus tetap tenang. Aku mencoba menarik nafas kemudian menghembuskannya.

'Kita liat aja nanti. Siapa yang akan finish duluan dan memenangkan pertandingan, Rasyid Maulana!' batinku.

______________________________________

Salam Pena Hijrah 🖋️

Pil Pahit Hijrahku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang