Our Struggle

482 52 52
                                    

"Jangan dekati anak ku lagi, bibi harap kau mengerti ya? Ayahnya benar-benar akan marah jika tau kalian masih bersama"

Jaehwan menunduk, sedih bukan main. Apa salahnya jika ia bukan dari keluarga berada? Apa salahnya jika ia hanya gadis biasa yang tak hidup mewah? Apa salahnya jika keluarganya tak memiliki perusahaan besar? Dan juga apa salahnya jika Jaehwan mencintainya?

"Bi, apa aku salah karna aku tidak kaya?"tanya Jaehwan dengan suara bergetar.

Wanita paruh baya yang duduk di hadapan Jaehwan itu terhenyak, tak tau harus bagaimana menjawab pertanyaan gadis muda di hadapannya ini. Tak tega juga karna sebenarnya beliau tau jika gadis ini dan putranya saling mencintai.

"Maafkan bibi, Jae. Bibi tidak bisa berbuat banyak untuk kalian"sesal sang bibi.
"Bukan salah bibi, bibi sudah banyak membantu kami"
"Kalian masih berkomunikasi?"
"Dia terus menelponku tapi aku tak mengangkatnya, bi. Aku takut. Takut jika akan luluh saat mendengar suaranya"terang Jaehwan, suaranya semakin tertutup isakannya.
"Bibi sangat ingin kau yang menjadi menantu bibi, maafkan bibi Jae"

Jaehwan hanya mengangguk, tak sanggup lagi mengeluarkan suaranya.

"Gadis yang malang"ucap sang bibi seraya memberi pelukan hangat pada Jaehwan di tambah usapan lembut di kepalanya membuat tangis Jaehwan semakin keras, ia bahkan tak menghiraukan tatapan penasaran orang-orang di taman itu.

"Maafkan bibi"
.
.
.
Drrrt

Drrrt

Drrrt

Sayangku 💗 is calling....

"Jae! Angkat saja! Kupingku bisa berdarah jika kau terus membiarkannya berbunyi"omel Jisung, saat ini mereka sedang makan di kamar Jaehwan.
"Biarkan saja"ucap Jaehwan.
"Tapi itu berisik"keluh Jisung.

Jaehwan meraih ponselnya lalu segera menonaktifkan nya tanpa basa-basi. Jisung terdiam melihat sikap sahabatnya yang tak seperti biasanya, lebih sering diam dan melamun.

"Kau serius mengakhiri hubungan kalian?"tanya Jisung hati-hati.
"Eum, mau bagaimana lagi"
"Sebenarnya ayahnya itu kenapa? Aku muak sekali! Tidak bisakah kalian kawin lari saja?"

Pletak!

"Auww!!"jerit Jisung kesal saat kepalanya di pukul keras oleh Jaehwan.
"Jangan bicara sembarangan! Aku masih sangat menghormati ayah dan ibuku! Aku hanya anak tunggal, jika aku kawin lari lalu siapa yang akan menjaga orang tuaku?"amuk Jaehwan.
"Aku bisa jadi anak keluarga Kim, aku sudah tidak punya orang tua, aku manis sepertimu, aku baik sepertimu, dan bonusnya, aku lebih cantik darimu. Bagaimana? Baik sekali kan aku?"

Pletak!

"Akh! Ya!! Jangan memukul kepalaku~"
"Agar otakmu berfungsi! Bicaramu itu membuatku gemas. Lagipula kau kan memang sudah seperti anak ayah dan ibuku juga"keluh Jaehwan.
"Gemas? Ingin menciumku? Yasudah sini, kau kan saudaraku"canda Jisung.
"Seperti pernah dicium saja"ledek Jaehwan.
"Aku wajar belum pernah berciuman karna memang tak punya kekasih, kau? Kekasih ada, dicium tidak"olok Jisung lalu tertawa dengan keras, tawa mengejek lebih tepatnya.
"Baiklah kau menang, sekarang tutup mulutmu sebelum aku menelpon Daniel lalu mengatakan kau menyukainya"ancam Jaehwan.

Jisung panik, gadis itu segera menyembunyikan ponsel Jaehwan di balik punggungnya, takut jika Jaehwan benar-benar nekat. Jisung tidak mau Daniel tau, belum saatnya, ia takut Daniel akan menjauhinya nanti.

"Jangan ya, Jae. Ku mohon"
"Asal kau diam"
"Eum, aku akan diam"

Jisung menggerakkan tangannya seolah sedang mengunci mulutnya lalu membuangnya. Jaehwan tertawa, sahabatnya ini sangat imut di saat-saat seperti ini. Saat dimana mereka membicarakan adik tingkat mereka yang sudah sangat dekat dengan keduanya karna Daniel adalah adik kelas Jisung semasa SMA dulu.

Lovely Jae 💗Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang