Langit gelap menyapa menandakan malam sudah datang, gerakan tangannya memelan, sebuah tisu yang sedang dia pegang seketika jatuh begitu saja, dia sedang bingung harus berbuat apa, dia dilema akan sebuah pilihannya yang mengatakan iya untuk sebuah ajakan kencan, ah tunggu itu terlalu berlebihan, asumsi dalam hatinya memang sudah berfikir terlalu jauh.
Padahal kehadirannya hanya untuk mengisi suatu kekosongan dalam suatu keadaan, tidak lebih dari itu.
Dia mencoba mengeyahkan pikiran-pikiran yang menganggu, dia hanya tidak mengerti harus berbuat apa nanti, apakah harus memberikan cerita-cerita lucu? Atau memberikannya sebuah bualan pujian yang akan membuat seseorang yang dia kagumi itu terkesan, ntah sudah berapa kali dia menggelengkan kepala, akhirnya dia memutuskan untuk bangkit dari kursi duduknya.
Baru saja ingin melangkah, suara seseorang yang sedang dia pikirakan masuk begitu saja di telinga merambat kehatinya.
"Lid, udah siap?"
Lidya yang dipanggil, langsung berbalik memberikan senyum yang masih kaku, pipinya yang berlesung pipi selalu berhasil membuat Melody tersenyum juga, menurut Melody itu sangat lucu.
"Eh iya ka udah."
Tanpa rasa canggung, Melody menarik tangan Lidya, Lidya hanya bisa mengikuti gerakan kaki Melody, dia menatap tangan Melody yang kini melingkar dilengannya, padahal dia merasakan beban di tangan sebelahnya terasa berat tapi dia tak mau membuat Melody melepaskan tangannya dari lengannya yang cukup kekar untuk ukuran wanita.
Mereka berjalan, dan kini memasuki sebuah lift untuk menuju basment, keadaan yang sudah cukup malam, membuat mall ini terasa sepi.
Lidya bingung, apa yang membuat Melody terus menaruh tangannya di lengannya, dia jadi sama sekali tak bisa berkutik, ini lebih mendebarkan dari apapun.
"Bawa mobil kan?"
Lidya yang ditanya, malah diam, dia memandang lurus mengamati dirinya sendiri dari pantulan cermin dalam lift.
Melihat Lidya yang hanya diam, Melody memiringkan kepalanya, mengamati wajah Lidya dari dekat.
"Lidya, bawa mobil kan?" Kata Melody mengulang.
Dan kali ini suara Melody mampu menyadarkan Lidya, sontak Lidya kaget melihat wajah Melody yang sangat dekat. "Eh..iya ka, bawa kok."
Melody hanya tersenyum mengangguk, ada perasaan tak enak dalam hatinya, dia takut kalau Lidya sebenarnya tak bisa untuk menemaninya, karna Lidya sedari tadi memang terlihat diam.
"Yaudah pake mobil kamu ya. Soalnya mobilku udah dibawa Frieska. Gapapa kan?"
"Iya gapapa, lagian kalau mobil aku di taroh disini ribet juga."
"Syukur deh, maaf ya jadi ngerepotin."
Karna pada dasarnya Melody adalah sosok yang sangat kaku, dia selalu terlihat hati-hati dalam hal apapun, apalagi dengan orang yang baru dia kenal. Mereka memang sudah lama kenal tapi tidak pernah sedekat ini, pergi untuk menonton sebuah film biasanya dilakukan dengan orang terdekat, Melody juga tak mengerti kenapa dia mengajak Lidya begitu saja.
"Ah enggak kok, aku malah seneng di ajak maen sama ka Melody."
Mereka yang sudah berjalan keluar dari lift, terdengar suara mobil Lidya karna Lidya yang membuka kunci.
"Wah masa sih?"
"Heem." Kata Lidya menampilkan lagi pipinya yang bolong.
Dan tanpa Melody duga, Lidya membuka kan pintu mobil untuknya, Melody jadi kaget, dia melihat Lidya karna bingung, Lidya yang di tatap jadi salah tingkah juga, apa yang dia lakukan, berjalan begitu saja tanpa bisa dia kontrol.
Disudut malam yang kian dingin, membawa serta irama dalam detak jantungnya pergi, senyap yang sekarang dia rasakan kini terasa begitu sepi, seakan yang ada di bola matanya itu hanya seorang Melody.
Mereka sudah berada didalam Mobil, Lidya mulai melajukan mobilnya, meninggalkan jejak kebahagian yang tersisa disana. Menjadikan saksi kalau malam ini dia bisa berdua dengan Melody, hanya berdua, bukan untuk urusan JKT48 bukan untuk urusan antara general manager dengan member, ini hanya sebuah uruaan yang masih dia duga,
Urusan hati bukan lambung.
Dia tersenyum tanpa sadar, Melody yang berada disebelahnya, sedikit histeris membuat Lidya menolehkan kepalanya.
"Lucu ih pipi kamu..."
Lidya langsung menyentuh pipinya sendiri, wajahnya seketika memerah karna sebuah pujian dari Melody.
"Ha? Kenapa gitu?""Bolong, kaya sumur."
Baru saja bahagia, tapi perkataan Melody membuat dia mengatur nafasnya, membuat dia sadar akan sebuah pujian yang sebenar-benarnya pujian hanya untuk allah swt.
"Haha bcanda."
Melody memposisikan dirinya untuk menghadap Lidya, dia jadi suka mengamati Lidya, menunggu saat Lidya tersenyum menampilkan lesung pipinya.
Padahal jika Melody mau, Lidya akan tersenyum terus sampai pada akhirnya Melody bosan akan senyum yang dia berikan secara tulus dari hatinya.
Lidya, yang terus di perhatikan Melody membuat dia benar-benar salah tingkah, ini sangat mengganggu konsentrasinya.
"Kok merah Lid?" Kata Melody dengan senyum, yang membuat Lidya semakin gugup.
"Euu..ha?" Lidya lagi menyentuh pipinya, dia mengamati dirinya sendiri pada kaca. "Ohini Blush on ka "
Melody tersenyum, dia tahu kalau sekarang Lidya sedang salah tingkah, dan itu malah membuatnya jadi suka menggoda Lidya. Melody mengulurkan tangannya, meyentuh pipi Lidya yang memerah, dia sedikit mengusapnya.
"Eumm...Blush on ya? Kok gak luntur?"
Bersambung.
#TeamVeNalID
Blush on anti sentuhan teh, ciat.
Eh btw monmaap kalau gak ngefeel, coz ai anaknya venal banget😌
KAMU SEDANG MEMBACA
Melody Lidya [Stop]
FanfictionSebuah regresi kisah Melody dan Lidya dari cerita Dibalik Layar. Cover by Widya Syarif.