Tanpa ragu dia sesap kopi itu, karena hitamnya serupa matanya yang telah menenggelamkan dia ribuan kali ke dasar hatinya.
"Gak usah buru-burulah ka."
Melody memandang Lidya, alisnya terangkat, dia jadi bingung, dia hanya tak ingin mengganggu waktu Lidya dengan seseorang itu
"Aku sendiri, jadi coba duduk lagi, biar berdua."
Melody menghembuskan nafasnya, dia menarik kursinya lagi, tak jadi pergi, Lidya tertawa, hanya sedikit.
Pada awalnya Melody memang ingin meninggalkan Lidya, saat Lidya mengatakan kalau dia berdua, rasanya kecewa, ntah kecewa karna apa, mungkin karna tak bisa berdua dengan Lidya.
Pahit pada rasa kopi itu memang tak sepahit harapan yg pernah dijanjikan, namun tiada prnah diwujudkan. Kopi tak sepahit itu. Kopi terasa manis jika dinikmati didepan Melody.
"Ada latihan?"
Melody menggeleng, "Nganter Frieska doang"
"Oo..." kata Lidya mengangguk. "Dikira mau nemuin aku." Lanjutnya, hanya bercanda.
Melody menyesap kopi nya, dia tersenyum dengan kata yang jelas."Ya, sekalian lah."
Mendengar ucapan Melody, Lidya hampir saja tersedak, Melody selalu mengatakan hal yang tak terduga, membuat hatinya semakin berharap.
"Bisa aja." Lidya mengatur sendiri dirinya. Dia harus bisa terlihat tenang walau hatinya ingin sekali berteriak bahagia.
Semenjak kejadian malam itu, Melody jadi tak bisa mengendalikan dirinya sendiri, dia menyelipkan helaian rambut pada telinganya, menggerakan tangannya berulang-ulang, menandakan kalau dia sangat tak nyaman dipandang Lidya seintens itu, dia mulai meraih cangkir kopinya lagi, menyesapnya pelan, kopi yang tercampur susu itu masih mengepulkan asapnya, aroma kopi mampu membuat Melody rileks.
"Aku serius, kalau kamu mau aku temenin."
"Ehmm..Tawaran yang menggiurkan"
Lidya mengetuk tangannya dimeja, mengetuknya berulang-ulang seakan sedang berfikir akan tawaran Melody.Melody menggeleng, dia tersenyum, lagi-lagi merapihkan rambutnya yang tak brantakan.
"Nginep ditempatku?"
Lagi-lagi Lidya hanya terperangah diam, dia menatap Melody, menelaah tiap ucapan Melody, sebenarnya tak ada yang salah dari ucapan Melody, seorang teman mengajak temannya menginap, itu masih terlihat wajar, tapi Lidya merasakan hal yang berbeda, dia semakin berharap kalau Melody sudah sadar akan cintanya.
Lidya yang hanya diam tak menjawab, membuat Melody jadi tak enak, takut Lidya berfikir tidak-tidak. "Emm ... Frieska malam ini pulang ke Bandung." Lanjut Melody lagi.
"Loh kamu gak ikut?"
Melody diam sebentar, dia kaget, sebelum dia menjawab ucapan Lidya. "Enggak, lusa baru pulang."
Melody sekarang bertanya dalam pikirannya, sejak kapan Lidya memanggilnya dengan kata kamu?
"Naik apa?"
"Travel, mungkin."
"Kalau aku anter, gimana?"
"Anter ke Bandung? Emang bisa?"
"Bisa, lusa jadwalku kosong kok. Udah lama juga gak ke Bandung." Kata Lidya tersenyum.
Lihatlah kepulan asap dari kopi yang masih terlihat panas itu masih membara seperti cinta yang Lidya berikan untuk Melody. Kopi nya tinggal setengah, kali ini tegukan terakhirnya. Dia mengambil sehelai tisu, untuk membersihkan bibirnya yang basah karna kopi.
"Yaudah kalau gitu, terserah kamu aja."
"Yaudah berarti lusa aku jemput di aparteman."
"Heem."
Rasa bahagia menyeruak naik, dari dasar hati hingga jantungnya, pipi mereka sama-sama bersemu merah menyembunyikan rasa malu.
"Aku duluan ya? Ketemu di teater aja, jadi kan nunggu aku pulang? Aku nginep."
Lagi-lagi Melody hanya mengangguk, Lidya meyentuh kepala Melody sedikit, sebelum dia benar-benar pergi.
Seperginya Lidya, Melody menghempaskan tubuhnya pada kursi, dia rasanya baru bisa bernafas lega. Dia merasa aneh dengan dirinya sendiri, rasanya bahagia saat sedang bersama Lidya, ini bukan rasa bahagia yang sama saat dia rasakan bersama haruka ataupun Kinal, bukan seperti ini, ini jauh lebih membahagiakan.
..
.
.Saat waktu membawanya hadir pada
awal rasa cinta itu lahir.
Disaat dia belum mengerti akan apa yang sedang dia rasakan.Waktu berputar begitu cepat, membuat dia tak sadar, jam sudah menunjukan pukul sembilan malam. Dia rasa Lidya sekarang sudah selesai dengan teaternya, dia pun jadi memberi tahu Lidya kalau dia menunggunya di mobil. Dia memang tak menunggu Lidya di teater, karna tadi haruka memintanya untuk bertemu.
25 menit berlalu, memunggu memang membosankan, tapi kini ketukan pada kaca mobilnya membuat dia tersadar akan hadirnya sosok Lidya, dia terlalu lelah jadi memunggu Lidya dengan rasa mengantuk yang sangat kuat.
Kunci mobil sudah dia buka, tapi Lidya tak juga masuk, Lidya malah mengetuk kaca mobil itu lagi, membuat Melody menurunkan kaca nya.
"Kenapa?"
"Aku aja yang nyetir." Kata Lidya
"Mata kamu merah banget." Lidya pun membuka pintu, dimana Melody duduk, mau tak mau Melody pun mengikuti mau Lidya, karna memang benar, dia sangat mengantuk, jika harus dipaksakan juga rasanya tidak baik.Pikir Melody, Lidya akan masuk pada kursi kemudi, tapi tanpa dia duga, Lidya malah membukan kan pintu penumpang untuknya. Bahkan saat Melody sudah duduk, Lidya masih berdiri menahan pintu yang belum tertutup, memandangi Melody terus sampai Melody jadi mengalihkan pandangannya karna malu.
Ntah keberanian dari mana, Lidya malah mendekat, bermaksud memasangkan seat belt Melody, tapi Melody jadi merasa dipeluk Lidya, aroma parfum Lidya pun bisa dia cium karna jarak yang begitu dekat.
"Dipake seat beltnya ka. Biar aman." Lidya tersenyum, saat seat belt itu sudah terpasang, dia menutup pintu mobilnya, langsung menuju kursi duduknya.
"Makasih Lid."
"Aku lagi yang harusnya bilang makasih, udah dibolehin nginep, jadi gak perlu nyetir jauh-jauh kerumah."
Aprteman Melody memang tak jauh dari Fx sudirman, jika dibandingkan dengan rumah Lidya yang harus memakan waktu satu jam, kalau tidak macet. Sore tadi, Lidya memang membawa mobil, tapi mobilnya sudah dibawa supirnya, karna dia yang akan pulang ke aparteman Melody.
Melody yang biasanya akan terus menggoda Lidya, malam ini terlihat diam, hatinya sedang bergejolak dan dia terus menerka apa yang sedang dia rasakan. "Aku juga makasih, kamu udah mau nemenin."
Senyum Melody selalu menular pada Lidya, tangan Lidya terulur memberi sentuhan pada rambut Melody yang tergerai. "Makasih juga karna tadi udah nunggu aku teater."
Mereka terlihat aneh, saling melontarkan kata terimakasih satu sama lain, dan kemudian mereka berdua tertawa bersama, mengikis kecanggungan yang hadir diantara mreka.
Saat cinta sudah berbicara, tanpa ada yang mendekat dan berusaha mendekat, mereka akan dekat karna kini cinta sudah hadir diantara mereka.
Bersambung
#TeamVeNalID
Terlihat malu-malu saat jatuh cinta memang memalukan.
-Masha
Siapapun itu tolong beri tahu Lidya, bahwa dia sudah punya Melody. Dan untuk shanee, Vienny sama Gracia belum tjokeop? Jangan karna kamu sempurna kamu serakah. Thx
KAMU SEDANG MEMBACA
Melody Lidya [Stop]
Fiksi PenggemarSebuah regresi kisah Melody dan Lidya dari cerita Dibalik Layar. Cover by Widya Syarif.