Part 23

2.8K 284 25
                                    

Mereka berdua masih tergagu diam, saling mendekap menghangatkan satu sama lain, bersama kunang-kunang yang terbang kesana kemari, Lidya mulai menarik pelukaan itu, dia merapikan rambut Melody yang berantakan karna angin. Malam ini angin begitu kencang, membawa semua rasa kecewanya pergi, dia tak ingin hanya karna ini hubungannya dengan Melody jadi berantakan.

"Aku minta maaf ya?" kata Lidya, dia menangkup pipi Melody, memandang dalam mata Melody, dengan mudahnya Melody mengangguk mengiyakan ucapan maaf dari Lidya.

Cinta memang akan selalu memaafkan.

Pandangan yang semakin meneduhkan membuat Melody merasa kalau Lidya sudah kembali menjadi Lidyanya.

Dengan tatapan yang tak hentinya dia alihkan dari mata Lidya, dia mulai tersenyum menyentuh tangan Lidya yang berada dipipinya. "Aku udah masakin makanan buat kamu, bisa kita pulang sekarang?"

Dahi Lidya langsung berkerut, raut rasa penasaran jelas terlihat di wajahnya. "Makanan? Buat aku? Apa?"

Rasanya Melody sudah sangat lama tak membuat kan makanan untuknya, menjelang kelulusannya Melody malah semakin sibuk.

"Heem" kata Melody menangguk raut wajah bahagianya sontak pudar dia seolah tak yakin akan apa yang dia buat. "Tapi aku gak yakin kalau makananya masih enak mungkin kamu gak akan suka."

"Kok gitu? Emang kamu masak apa?"

"Ada deh." lanjut Melody dengan senyum jahilnya, melihat wajah penasaran Lidya membuat dia melupakan rasa khawatirnya akan rasa masakannya, dia menyakini saja kalau Lidya akan tetap suka. "Kita pulang sekarang sayang?"

Lidya mengangguk anggukan kepalanya, matany semakin menyipit meneliti tiap lekuk wajah Melody. "Padahal apapun yang kamu buat pasti aku suka."

Melody langsung terkulai lemas seolah jengah akan kata-kata gombal dari Lidya, mimik Melody membuat Lidya menahan senyumnya, "Ini udah malem lid, dan aku gak tau sekarang kita dimana, jangan sampe aku tiba-tiba meleleh gara-gara gombalan kamu."

"Haha yaudah ayo pulang."

Dalam perjalanan yang sama tapi benar terasa berbeda, Lidya yang berada dikemudi terlihat serius, sesekali tangannya menggengam tangan Melody atau hanya sekedar mengalihkan pandangannya dari jalanan menatap Melody dengan senyumnya walau hanya sekedar tatapan tapi semua itu membuat Melody salah tingkah, dan selalu mengalihkan pandangannya dari Lidya.

Melihat Lidya yang terus tersenyum dan membuatnya malu, Melody menggerakan badaanya menghilangkan rasa gugupnya,

"Kenapa sih?" katanya dengan nada bicara seolah tingkah Lidya sangat mengganggunya.

Dengan santai, Lidya menoleh,seolah tak tahu apa yang sedang Melody permasalahkan. "Kenapa apanya?"

Melody langsung mendelik malas, melipat kedua tangannyaa. "Kamu aneh, senyum-senyum sendiri."

Lidya sedikit tertawa. "Aku emang aneh, tapi kamu suka kan?"

Dengan wajah misuhnya Melody menjawab dengan tegas pertanyaan dari Lidya. "Iyalah!"

Sebenarnya bukan hanya Lidya yang mengkhawatirkan hubungan ini karna kehadiran Ardit, Melody juga sangat mengkhawatirkan semuanya, karna dia rasa,

hadirnya Shani mempunyai tujuan yang sama dengan Ardit.

..
.
.



Pertengkaran kecil dalam sebuah hubungan memang sangat diperlukan untuk membuat hubungan semakin dekat dan erat. Wajar saja jika keduanya saling mencemburu satu sama lain karna dalam hati mereka tersimpan rasa akan ketakutan kehilangan.

Mereka berdua sudah sampai di Aparteman, mungkin sudah sangat direncanakan, setiap Lidya berkunjung keaparteman Melody, Frieska tidak ada. Baik Lidya atau pun Melody keduanya memang sangat menutupi hubungan nya, untuk sekarang biarlah hanya mereka yang tahu dan merasakan.

"Kamu duduk disini dulu." Lidya yang dititah untuk duduk hanya menurut saja apalagi perintah itu dibarengi dengan sebuah kecupan manis dipipinya, dia akan benar-benar menurut layaknya kerbau yang ditusuk hidungnya.

Flirting manis dari Melody memang selalu membuatnya terbuai, dia akan diam dengan perasaan berdebarnya mengharapkan yang lebih, imajinasi liarnya timbul begitu saja. Dia belum terfikir untuk melakukan hal lebih selain adegan ciuman, tapi dia rasa semua memang menggiurkan untuk dilakukan.

Mungkin lain waktu.

Melody kembali dengan dua piring makanan ditanganya, Melody sudah bebrapa kali memanggil Lidya, yang Lidya lakukan hanya diam dengan senyum yang membuat Melody jadi takut.

Setelah Melody memanggilnya cukup keras, Lidya kaget, dia harus benar-benar mengembalikan kesadarannya akan pikiran kotornya itu.

"Kamu ngelamun?" sangat terlihat raut wajah heran dari Melody.

Dengan senyum yang tak ingin, Lidya menggeleng, dia langsung berdiri, menarik kursi untuk Melody duduk.

Setalah Melody duduk, Lidya masih berdiri dibelakangnya, dia mendekatkan kepalanya ditelinga Melody, Melody hanya memandang wajah Lidya dari samping dengan perasaan was-was.

"Eum..Tadi lagi mikirin kamu." katanya tepat ditelinga Melody.

Yang diharapkan Lidya, Melody akan terbawa suasana atau akan memberikannya sebuah ciuman lagi, pada nyatanya, Melody malah memukul kepala Lidya dengan garpu yang dia pegang.

Lidya langsung meringis merutuki semua perlakuanya sendiri.

"Makan, gak usah pikir yang macem-macem!"

"Iya ibu..."
Lidya langsung terkulai lemas, kembali kekursinya.




















Bersambung.

16/10/18

Masha.

Gw akan menulis lebih banyak saat benar-benar ada waktu buat nulis, maapin ya ai sibuq. Okebye👄

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 16, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Melody Lidya [Stop]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang