Tiap manusia yang hidup pasti membutuhkan oksigen untuk bernapas, menjalani lelah dalam susah. Memulai jerih dalam payah. Dia tersenyum, pipinya menghangat, pasokan oksigen dalam paru-parunya berhamburan, dia bernafas dengan leganya, rasa keinginan untuk memilikinya semakin tinggi, menjadikan dia penawar cinta pada aliran darahnya.
Dia mengambil topi hitam yang kini sudah dia pegang, memutarnya berulang-ulang, tak ada yang menarik sebenarnya dari sebuah topi polos berwarna hitam, tapi ntah kenapa dengan memandangnya saja membuat senyuman itu terukir dengan sempurna, ini bukan hanya sebuah topi biasa menurutnya, apapun yang diberikan dari seseorang yang mampu membuatnya bahagia akan terlihat indah walau hanya sekedar topi.
Bahkan sekarang topi itu dia bawa kedalam pelukaanya, dia terlihat gemas, membayangkan kejadian beberap jam yang lalu, saat Melody memakaikan topi itu pada kepalanya, ditambah suara manis Melody yang memujinya keren masih sangat dia ingat, sampai jantungnya berdetak dengan kencang walau hanya karna mengingatnya.
Mungkin hari ini, hari keberuntungan untuknya, dia bisa pergi dengan Melody seharian, yang pada awalnya dia bingung harus berbuat apa, tapi menurutnya Melody cukup menyenangkan walau baru pertama kali, pergi berdua, dia jadi semakin berfikir, dia tak salah menjadikan Melody yang sangat dia kagumi.
Pada awalnya memang pergi dengan Melody untuk menonton sebuah film bersama Frieska dan Naomi juga, tapi tiba-tiba Frieska dan Naomi tak kunjung datang sampai film itu selesai. Melody jelas marah karna saat di hubungi, Frieska dengan santainya mengatakan kalau dia sudah di aparteman, dan tak jadi menonton karna Naomi yang ada urusan.
Beruntunglah hadirnya Lidya mampu membuat kekesalan itu hilang begitu saja.
Malam kian larut, rasa capek karna latihan juga mulai terasa di tubuhnya yang berisi. Baru saja ingin menarik selimut tidurnya, dia mendengar suara Ibu nya memanggil, suara ketukan pintu itu semakin dia dengar, terpaksa dia membuka lagi selimutnya, membuka pintu kamarnya.
"Ada apa?"
"Ada Yona di bawah."
Lidya mengerutkan dahinya, dia sedikit melirik jam yang sudah menunjukan pukul 11 malam, untuk apa Yona berkunjung semalam ini? Dan lagi pula bukannya Yona baru akan ke Jakarta besok pagi? Begitu pikir Lidya, dia hanya mengangguk, menutup pintunya, berjalan turun untuk menemui Yona.
Dan benar saja, gadis mungil yang sekarang menyandarkan tubuhnya itu terlihat masam, wajahnya tertekuk, Lidya yakin, ada hal yang mengganggu pikirannya, karna Yona tak mungkin berkunjung ke rumahnya kalau tak ada hal yang ingin dia ceritakan.
"Lo namu gak tau waktu banget."
Kata Lidya, ikut duduk disamping Yona.Terdengar hembusan nafas yang sangat pasrah, Yona seakan semakin menenggelamkan dirinya pada kursi di ruang tamu Lidya.
"Sory"
Mendengar suara Yona yang lemas, Lidya menegakan tubuhnya, dia menaikan kakinya bersilah di atas kursi, menghadapkan dirinya pada Yona.
"Ada apa? Kenapa?"
Walau bagaimanapun, Yona adalah sahabatnya, sakitnya Yona, sakitnya dia juga.
Yona yang awalanya terlihat biasa saja, kini malah merengek, menutup wajahnya sendiri dengan kedua telapak tangannya.
Lidya jadi semakin mendekatkan dirinya pada Yona, dia menolehkan kepalanya berkali-kali, karna takut ada keluarganya yang masih belum tidur. "Udah malem gila jan teriak-teriak."
"Gw gak mau pergi besok, bete banget rasanya."
Memang benar, Yona dan Team nya ya, team J akan melaksanakan tour disalah satu kota di jawa timur untuk beberap hari, dan disana juga akan di gelar teater sementara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melody Lidya [Stop]
FanfictionSebuah regresi kisah Melody dan Lidya dari cerita Dibalik Layar. Cover by Widya Syarif.