Seperginya Kinal, dia terus memikirkan perkataan Kinal tadi, dia terdiam, apakah harus melakukan apa yang Kinal katakan? Atau terus diam seperti seorang pengecut?
Lampu yang menyala, satu persatu mati membuat keadaan yang terang jadi sedikit gelap, sorot matanya berkeliling memperhatikan keadaan disekelilingnya, sudah sepi, terlalu lama berfikir membuat dia tak sadar kalau sedari tadi dia hanya melamun, bahkan pakaian yang dia kenakan pun masih menggunakan seragam terakhir yang menjadi penampilannya tadi.
Dia beranjak dari duduknya, sedikit mengibas rok pendeknya yang terkena debu, dia berjalan menyisir lorong gelap, dan dia mengambil tas nya, disini benar-benar sepi, bahkan deru nafasnya pun terdengar oleh dirinya sendiri, dia berjalan lagi membawa pakaian gantinya kekamar mandi, peluh rasa lelah bercampur perasaanya yang sudah tak bisa digambarkan lagi menjadi satu bergejolak dalam hatinya.
Dia menatap dirinya sendiri di cermin kamar mandi, berulang kali menarik nafasnya, ntah kenapa rasanya begitu menyakitkan. Keputusan Melody untuk keluar dari JKT48 membuatnya marah, sedih, kecewa, terlebih dia sama sekali belum bisa menyatakan perasaanya pada Melody.
Saat matanya terpejam, menghilangkan rasa kesedihannya, sontak dia membuka matanya lagi, saat terdengar suara pintu yang terbuka, dan matanya sudah menangkap sosok Melody.
Bukan hanya dia yang kaget akan kehadiran Melody, tapi sepertinya Melody juga, buktinya sekarang Melody diam, tangannya masih menggantung di gagang pintu, mata mereka saling beradu pandang memancarkan beribu tanya. Melody hanya takut Lidya marah akan keputusannya, karna Melody tahu kalau Lidya akan merasa kehilangan.
"Kenapa belum pulang?" Pada akhirnnya Melody berbicara, dia masih berdiri diambang pintu. Lidya yang awalnya menatapnya jadi memalingkan pandangannya seakan dia menunjukan kalau dia marah.
"Gapapa."
Melody hanya beroh ria dia berjalan menuju pintu kamar mandi, menelan rasa kecewa akan jawaban Lidya yang terkesan cuek.
Lidya menghembuskan nafasnya lagi, dia membasuh wajahnya dengan air lagi, berkali kali menatap dirinya sendiri dicermin. Dia berkata pada dirinya sendiri, ucapan Kinal itu benar, dia tak ingin menyesal dikemudian hari, Melody menerima atau tidak, setidaknya dia bisa mengungkapkan apa yang dia rasakan.
Dan Melody sudah keluar dari kamar mandi, dia berdiri disamping Lidya yang Melody pikir Lidya sudah pergi, dia mencuci tangannya, matanya mencuri pandang pada Lidya yang sedari tadi diam tak melakukan apa-apa.
"Aku benci kamu yang sekarang."
Suara Lidya yang terdengar tegas, membuat gerakan tangan Melody berhenti. Dia langsung menoleh mentap Lidya yang masih tak bergerak.
"Aku kecewa." Kata Lidya lagi.
Hembusan nafas Melody terdengar pasrah, dia mengerti kemana arah bicara Lidya. Dia tahu kalau Lidya sekarang sedang menyuarakan ketidaksetujuannya atas keputusannya keluar dari JKT48.
"Lid-"
"Aku tahu, aku bukan siapa-siapa kamu!" Potong Lidya, suaranya begitu keras, suaranya yang berat membuat Melody meringis, Melody jadi sedikit mendekat pada Lidya.
"Lid, semua memang gak ada yang tahu, terkecuali staff."
Lidya hanya memandang angkuh tak percaya, dia masih teguh akan ke marahannya, dia memang sedang benar-benar sedih, walau marah sebenarnya bukan hak nya tapi hatinya memaksanya untuk mengungkapkann segala kesedihannya.
"Tolong ngertiin aku, aku gak mungkin ada disini terus."
Lewat sentuhan Melody pada lengan Lidya, membuat Lidya menoleh, rahangnya yang mengeras sedikit melemah saat melihat mata Melody yang berkaca-kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melody Lidya [Stop]
FanfictionSebuah regresi kisah Melody dan Lidya dari cerita Dibalik Layar. Cover by Widya Syarif.