Langit malam yang terang seakan ikut bahagia akan senyumnya yang tak pernah hilang malam ini, dia lelah, namun lelahnya pergi begitu saja saat Melody dengan setia menunggunya, bahkan sekarang tangannya di tarik, menelusuri lorong-lorong sempit yang gelap.
Lesung pipinya semakin terlihat, dia tersenyum lebar, melihat punggung Melody yang berjalan didepannnya dengan tangan yang saling terkait. Tak terbayangkan sebelumnya bisa sedekat ini dengan Melody, awalnya dia takut, awalnya dia tak mempunyai keberanian, tapi karna rasa cinta yang semakin besar semua mengalir begitu saja.
Hawa sejuk yang dihasilkan dari AC yang baru dinyalakan Melody menyeruak, membelai kemeja yang dia kenakan, kaitan tangannya dengan Melody terlepas karna Melody yang berjalan menuju kamar sedangkan dia dipersilahkan duduk dikursi ruang tamu.
Tangannya dia satukan rapat, matanya berkeliling mengamati tiap hal yang ada didalam aparteman Melody, ini memang bukan pertama kalinya dia masuk, tapi malam ini jelas rasanya berbeda, karna malam ini malam dimana dia akan menginap untuk pertama kalinya di aparteman Melody, hatinya berdetak hebat membayangkan kalau dia hanya berdua saja. Pikirannya jadi berfikir terlalu jauh dan dia pun menghilangkan pikiran-pikiran itu, dia tidak mau jadi bertindak yang membuat Melody tidak nyaman.
Dan kini bahunya terasa berat saat Melody dengan santainya menaruh kepalanya di bahu nya yang tegap, hampir saja dia kehilangan nafasnya, dia tentu kaget, Melody memang selalu tak bisa ditebak dengan hal yang dia lakukan.
Lidya hanya diam melirik Melody yang sudah mengenakan piyama tidurnya, menguap, tanda kalau Melody mengantuk.
"Ngantuk banget ya?"
Melody hanya bergumam, dia dengan sengaja memejamkan matanya, melingkarkan tangannya ditangan Lidya, hal itu sontak membuat Lidya semakin tak bisa menahan rasa bahagianya, keringat pun jatuh begitu saja dari ujung pelipisnya, hawa terasa panas, debaran jantungnya semakin tak bisa dia kontrol.
"Eu.. kalau ngantuk tidur aja ka."
"Emang kamu udah ngantuk?" Kata Melody masih memejamkan matanya, suaranya sedikit parau seperti seseorang yang menahan kantuknya.
Lidya sama sekali belum merasa mengantuk, apalagi jika harus seperti ini, bagaimana bisa dia terpejam dengan tenang kalau Melody bersikap seperti ini, yang ada dia terus menahan jantungnya yang berdebar-debar karna Melody.
"Ehmm-" Lidya tak bisa menjawab dia hanya bergumam tak jelas, membuat Melody mengangkat kepalanya dan menatap nya yang terlihat ragu.
"Belum ngantuk? Emang gak capek?"
"Capek sih." Kata Lidya sambil tersenyum kaku.
"Mau makan dulu? Atau mau gimana dulu?"
Dia bingung dengan ucapan Melody, dahinya langsung mengerut, pikirannya sudah bercabang memikirkan hal-hal yang dia ingingkan.
"Hah? Gimana apanya ka?"Melody sedikit menghempaskan nafasnya, pikirnya bagaimana biA Lidya tak mengerti akan pertanyaanya yang semudah itu. "Ya kamu mau makan dulu atau mandi dulu gitu."
Jawaban Melody membuat dia merasa lega, sekaligus kecewa, ntah kecewa karna apa, mungkin karna tak sesuai ekpetasinya. "O..hehe"
"Ya mau mandi dulu aja deh ka. Kalau emang ngantuk tidur duluan aja gapapa."Melody melihat jam yang sudah menunjukan pukul sebelas malam dan Lidya mengatakan ingin mandi, bukannya mandi malam itu tak baik? Melody jadi khawatir. "Emang gapapa mandi malem-malem?"
Lidya mengangguk pasti dan tersenyum. "Gapapa, udah biasa kok."
"Yaudah, kamu mandi aku buatin makan ya?"
"Boleh deh."
..
.
.Malam identik dengan suasana yang hening dan tenang, malam selalu menjanjikan ketenangan untuk siapapun yang bernafas. Malam tempat dimana kita bisa merenungi berbagai hal yang kita rasakan. Tapi malam ini, tak seperti pada malam biasanya, dia merasa tak tenang dia gelisah dia tak nyaman.
Bukan karna dia tak menyukai keadaan seperti ini, bukan seperti itu, ini terlalu mendebarkan, ini jauh dari apa yang dia bayangkan, dia hanya bisa terbujur kaku, dengan Melody yang terus menatapnya.
Langit-langit kamar Melody dia tatap dengan tatapan yang kosong karna pikirannya jelas tertuju pada Melody, yang berada disampingnya, memiringkan tubuhnya menghadapnya, dia semakin tak bisa bergerak karna Melody yang terus menatapnya.
"Padahal, diatas gak ada apa-apa loh lid, kok diliatin terus?"
Aparteman Melody yang memang kecil dan hanya memiliki satu kamar, membuat dia, mau tak mau harus satu kamar dengan Melody, ntah ini disebut keberuntungan atau kesialan, dia tentu bahagia bisa sedekat ini dengan Melody tapi karna rasa bahagianya yang berlebihan dia jadi tak bisa mengendalikan dirinya sendiri.
Melody jadi ikut meluruskan tubuhnya, mengikuti arah pandang Lidya.
"Bagus, lampunya ka." Kata Lidya, terdengar mengada-ngada, padahal sebagus-bagusnya lampu, ya tetap saja lampu, berbentuk bulat dan menyala, tak ada yang istimewa.
Melody tertawa, karna ucapan Lidya yang terlalu menggelitik, suara tawa Melody membuat Lidya menoleh, dia mengamati mata Melody yang mengkerut karna dia tertawa, indah sekali.
"Aneh ya?" Kata Lidya, Melody ikut menolehkan kepalanya pada Lidya, dia masih tertawa dan mengangguk mengiyakan ucapan Lidya.
"Tapi aku suka." Lanjut Melody, kini tatapannya kembali pada lampu kamarnya.
Lidya langsung diam, dia mencerna ucapan Melody dalam pikirannya, setelah dia mengerti dia tersentak kaget.
"Maksudnya? Suka apa?"
Melody menoleh lagi pada Lidya yang sekarang wajahnya menampakan mimik wajah yang sangat penasaran."Suka lampunya." Tawa Melody pun kembali terdengar menggema, mengikis malam yang sepi.
Sadar bahwa dirinya sedang di jadikan bahan lelucon oleh Melody, dia langsung membalikan tubuhnya, memunggi Melody. Dia yang sudah berharap jadi sedikit memalukan di hadapan Melody tadi, sebenarnya sekarang dia sedang menyembunyikan rasa malu nya karna tertangkap mata, berharap pada Melody. Tapi karna dia yang seperti itu membuat Melody jadi berfikir kalau dia marah.
"Lid, marah? Aku bcanda loh."
Dan dia seakan mengatakan it's time for revenge, dia tersenyum licik di balik punggungnya, dia diam sengaja ingin mengerjai Melody.
"Loh Lid serius marah? Bcanda doang tadi."
"Hm" Lidya hanya bergumam, membuat Melody semakin takut dan merasa bersalah.
Lidya tak kuasa menahan senyumnya, merasakan pergerakan Melody yang terasa gelisah, mungkin Melody bingung harus melakukan apa, dan kini dia merasakan tubuh Melody yang tergeser menjadi lebih dekat dengannya.
"Lid, serius deh aku bcanda." Lagi Melody berbicara, kali ini dengan menyentuh bahu Lidya. Tapi Lidya lagi-lagi diam seakan tak mendengar apa yang Melody katakan.
Sudah berkali-kali mencoba berbicara pada Lidya, tapi Lidya enggan menjawabnya juga, Melody menghembuskan nafasnya pasrah, dia seakan kehabisan akal untuk membujuk Lidya.
Perlahan tapi pasti, tangannya mulai melingkar diperut Lidya, sentuhannya itu membuat tubuh Lidya seketika menegang, dia menaruh kepalanya di pundak Lidya, Melody pikir kalau hal ini semakin membuat Lidya marah, biarkan saja, karan tak ada hal lain yang bisa dia lakukan selain memeluk Lidya dan membujuknya agar mau berbicara.
Dengan suara yang pelan, dia berbicara tepat disamping telinga Lidya, menekankan kalau dia menyesal membuat Lidya marah.
"Lidi... maafin aku ya"
Bersambung.
#TeamVeNalID
Satu-satunya cara menghilangkan kesedihan yaitu jangan pernah mengingat nya lagi. Dan sekarang saya sedang mencoba membahagikan diri dengan tak mengingat apa yang membuat saya bersedih.
-Masha
KAMU SEDANG MEMBACA
Melody Lidya [Stop]
FanfictionSebuah regresi kisah Melody dan Lidya dari cerita Dibalik Layar. Cover by Widya Syarif.