Suara pintu yang terdorong, menandakan bahwa kaki Lidya baru saja tiba di kamar kos Yona. Yona yang memang berasal dari Bogor, jika harus pulang-pergi, Bogor-Jakarta itu terlalu melelahkan, dia memutuskan untuk tinggal disebuah kosaan yang tak jauh dari tempat yang biasa di gunakan untuk theater (FX).
Lidya langsung menjatuhkan tubuhnya dikasur Yona, sontak itu membuat suara keras dari Yona keluar, Yona tak menyukai siapapun dalam keadaan berkeringat meniduri kasurnya yang baru saja dia ganti dengan sprei baru sekalipun itu Kinal.
Yona yang baru menutup pintu, berjalan, mendekat, menarik tangan Lidya dengan paksa. "Heh! Turun gak!"
"Bentarlah ka. Capek"
"Gak bisa, bangun ih! Badan lo keringatan gitu!"
Tanganya yang terus ditarik Yona membuat Lidya jadi mau tak mau bangun dari tidurnya, dia tak mau kalau saja Yona tiba-tiba menjadi macan, itu akan merepotkan untuknya.
Dengan misuh-misuh, Lidya duduk ditepi kasur, mulutnya trus menggrutu tak jelas, tapi masih bisa Yona dengar.
"Mati kuburannya sempit pasti."Yona tak peduli akan gerutuan Lidya, dia lebih memilih membersihkan wajahnya. Saat Yona menutup pintu kamar mandi, Lidya yang memang keras kepala, menidurkan lagi tubuhnya di atas kasur.
Pikirannya kini melayang memikirkan sebuah senyuman yang selalu saja membuat hatinya bergetar. Dia menyentuh dadanya sendiri, disana terdengar detak jantungnya berdetak cepat menyenandungkan Melody indah yang belum bisa dia gapai.
Hanya membayangkan saja membuat dia merasa bahagia, dia tak mengerti kenapa menjadi seperti ini, dia berkali-kali bertanya pada dirinya sendiri, apa ini yang dinamakan jatuh cinta? Kenapa harus dengan Melody?
Andai semua bisa dia permudah, dia bisa saja dekat dengan Melody, tapi untuk sekarang hatinya tidak sanggup kalau harus dekat dengan Melody, dia belum terbiasa akan getaran yang membuatnya semakin lemah. Hanya melihat dari jauh saja itu mampu membuatnya salah tingkah.
Saat pikirannya terus memikirkan Melody, dia sampai tak sadar kalau Yona sudah berdiri didepannya, menyipratkan sedikit air ke wajahnya.
Wajahnya yang terkena air, langsung membuatnya sadar, dia mendelikan matanya ke atas.
"Loh..air? Bocor apa yak? Tapi kan gak hujan. " monolog Lidya, matanya berkeliling mencari sumber air itu.
Saat tatapannya bertemu dengan tatapan Yona yang tajam, Lidya hanya memberikan senyum bodohnya, dia langsung bangkit dari kasur Yona, sedikit membereskannya.
"Hehe"
Yona mendelik malas, dia menarik kursi, membuka laptopnya, Yona lebih memilih mengerjakan tugas dari pada harus meladeni Lidya.
"Mon maap ya." Kata Lidya, melihat Yona diam, dia takut juga kalau Yona akan marah.
Dia duduk disebelah Yona, mengamati wajah Yona yang tertekuk."Y."
"Astaga judes amat. Senyum kali."
Yona pun menoleh pada Lidya langsung memberikan senyumnya yang terpaksa membuat Lidya mendorong wajahnya dan tertawa.
"Geli." Kata Lidya.
Setelah Yona cukup jinak, Lidya menjatuhkan kepalanya menjadikan tangannya bantalan, dia memasang wajah murungnya, membuat Yona lagi-lagi menoleh sebentar.
"Asem banget muka lo. Kalah asinan bogormah."
"Ah.. gw lagi gak ngerti sama diri gw sendiri, ka." Lidya masih meneukuk wajahnya, meratapi apa yang sedang hatinya rasakan.
"Apa? Tentang hati lagi?".
"Iya, masa tentang lambung."
Yona mendengus. "Di apain lagi sama ka Melody? Udah dibelai-belai?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Melody Lidya [Stop]
Fiksi PenggemarSebuah regresi kisah Melody dan Lidya dari cerita Dibalik Layar. Cover by Widya Syarif.