Berjalan dengan seseorang yang dicintai seberapa pun jauh nya akan terasa ringan dan menyenangkan.
Tentu saja sangat menyenangkan kalau sehari-hari ditemani oleh orang yang dicintai. Saling mengungakapkan kata-kata cinta. Namun saat salah satunya menghilang, baru terasa bahwa satu detik saja bisa lebih panjang daripada sehari. Semua berjalan lambat.
Waktu, detik itu juga berhenti, hanya gerakan mata Melody yang terus mengikuti kemana jari Lidya berlabuh. Terus saja bermain di area wajah Melody, Lidya tersenyum tipis dia semakin mendekatkan dirinya pada Melody, tinggi badannya yang lebih tinggi dari Melody membuat dia sedikit membungkuk, Melody hanya diam, terhipnotis akan apa yang Lidya lakukan.
Saat deru nafas Lidya semakin menerpa wajahnya, Melody tersadar, dia membuka matanya lalu dengan pelan, dia berbicara, membuat Lidya harus membuang nafasnya, melihat sekitarnya yang menurutnya sepi.
Melody tetap menggeleng, Lidya tak trima jika Melody menolak sebuah ciumannya, hanya karna takut ada yang melihat, karna menurut Lidya keadaan cukup sepi.
"Aku takut ada yang lihat" begitu ucap Melody sambil berjalan mendahului Lidya.
Lidya masih saja keukeuh, mengangkat kedua tangannya tak trima, karna keadaan benar-benar sepi.
Ditengah umpatan Lidya yang masih saja tak trima akan sebuah penolakaan, membuat Melody terkekeh geli.
Melody yang sibuk memencet kode untuk masuk kedalam aparteman, berbicara dengan santainya, membuat Lidya hampir saja berlojak bahagia layaknya seorang anak kecil yang mendapatkan permen.
"Kita bisa lakuin itu di dalem."
Lidya langsung tersenyum lebar. Mengekor Melody masuk kedalam.
Hari ini Frieska sedang di Bandung, membuat aparteman hanya ada Melody dan Lidya. Saat Melody berhenti mendadak membuat Lidya hampir saja menabrak tubuh Melody.
"Ngapain sih ngikutin aku?!" Kata Melody yang sadar kalau Lidya trus mengikutinya.
"Udah didalem Mel." Katanya seakan menagih apa yang beberapa menit lalu Melody katakan.
Melody tersenyum, menganguk penuh arti. Dia mulai mendekat, mereka berdiri berhadapan, dan tangan Melody merapikan kerah kemeja Lidya.
Dengan sedikit berjinjit, Melody berbisik ditelinga Lidya. "Nanti ya sayang, aku laper, bisa kita makan dulu?"
..
.
.Tangannya mengikat tali appron yang Melody kenakan, sudah terikat simpul rapih, bukannya segera berdiri disamping Melody, dia malah memeluk tubuh Melody, menaruh kepalanya dibahu Melody, menghirup dalam aroma parfum Melody yang sekarang menjadi kesenangannya.
Melody belum terlalu terbiasa akan sikap Lidya yang begini, dia masih terlalu malu, dia diam membiarkan Lidya memeluknya dengan erat.
Saat beberapa menit berlalu, bahu nya sudah terasa berat, dia dengan pelan menyentuh tangan Lidya yang berada diperutnya.
"Lid."
"Hm." Jawab Lidya sekenanya.
"Ngantuk kamu?"
Lidya langsung mengangkat kepalanya, melihat wajah samping Melody yang terlihat kaku.
"Enggak" Ucapnya pelan, dan itu membuat Melody semakin tak tenang dibuatnya, dengan perlahan Melody mencoba melepaskan tangan Lidya yang berada diperutnya, bukannya terlepas, Lidya malah semakin memeluknya, Lidya tahu Melody kini sedang menahan gejolak rasa dalam hatinya.
Suasana yang hening keadaan yang semakin sore membuat lembayung senja kian nampak dari celah jendela,jantungnya berdetak tak sesuai irama, sentuhan Lidya membuat tubuhnya memanas, dia gelisah, dia mengingingkan lebih, tapi dia terlalu naif untuk mengatakan atau bahkan sekedar membalas perlakuan Lidya yang manis.
Sebaris kata membentuk sari-sari rasa bahagia yang kini dia rasakan, kini ada nama yang akan selalu terukir indah dalam lubuk hatinya.
Lidya. Bukan hanya sekedar seseorang yang mampu membuatnya mengangguk, mengatakan kalau Ya, dia juga mencintainya, hanya Lidya yang mampu membuat Melody melakukan hal seberani ini.
Dia memejamkan matanya, saat Lidya dengan sengaja menciuminya terus menerus. Ntah apa yang di inginkan Lidya, yang jelas kini tembok pertahanannya runtuh, dia hanyut akan suasana yang Lidya buat.
Dia mengeratkan barisan giginya, seolah terus menahan gejolak rasa yang meledak ledak, Lidya sungguh junior yang tak sopan, membuat seniornya diam tak berdaya akan ulahnya yang tak masuk diakal.
"Lid..." kata Melody pada akhirnya berbicara dengan suara yang pelan, menghentikan apa yang sedang Lidya lakukan.
"Hm? Apa sayang?"
"Eu.. aku laper, kalau kamu meluk aku terus, aku gak bisa masak."
Sebenarnya bukan Melody tak ingin, tapi dia hanya belum mampu mengontrol rasa khawatirnya, dia masih terlalu takut untuk melakukan hal lebih dari sekedar mengatakan kata cinta.
Lidya hanya mengangguk seolah mengerti "Tunggu sebentar." Katanya sembari menaruh lagi kepalanya pada bahu Melody, dia menghirupnya begitu dalam, sebelum dia benar-benar harus melepaskannya.
Tentang rasa yang ada dalam hatinya, memang sudah tak bisa dia jelaskan lagi. Rasa itu bukan karena cerita akal semata,
tapi rasa yang mampu membuat hatinya bersuara merdu,
akan cinta yang dia bagikan
tanpa ada hati yang keliru
seakan ada seberkas cahaya yang dia pantulkan."Lidya!" Melody yang sudah tak bisa menahan gejolak itu pun, langsung membalikan badannya, matanya menatap mata Lidya begitu tajam.
Lidya jelas kaget, dia jadi takut, memundurkan langkahnya dari Melody, dia mulai memejamkan matanya saat Melody mengangkat tangannya.
Lidya siap kalau pipinya harus menerima tamparan dari Melody, ini sebabnya mengganggu Melody, membangunkan sisi lain dari Melody.
Alih-alih siap akan tamparan, yang dia rasakan kini hanya bibir tipis Melody yang menyentuh bibirnya.
Dia diam masih enggan membuka matanya, bibir itu mulai bergerak, bahkan ada sepasang tangan yang melingkar dilehernya.
Baru saja ingin memberanikan diri membalas sebuah ciuman yang Melody berikan, tapi dia kalah cepat, Melody sudah menarik wajahnya, mendekap tubuhnya yang tegap, mau tak mau dia hanya bisa pasrah membalas pelukaan Melody.
"Bisa diulang? aku belum siap. " kata Lidya.
Bersambung.
#TeamVeNalID
Cinta adalah kata persahabatan yang membara 🔥
-Masha
KAMU SEDANG MEMBACA
Melody Lidya [Stop]
Fiksi PenggemarSebuah regresi kisah Melody dan Lidya dari cerita Dibalik Layar. Cover by Widya Syarif.