Koutaro nahan ketawa.
"PFFT, BHAHAHAHAHA! DAICHI, MUKA LO PUCET BANGET KEK NAHAN BERAK WAKAKAKAKAK."
"SiALAAANNNN!"
Koutaro meletakkan garpu yang dipegangnya tadi ke meja. Mulutnya bersenandung kecil.
Mukanya sudah kembali seperti Koutaro yang biasa, sangat songong dan terlihat menyenangkan.
Daichi pengen ngucap kasar aja jadinya. Satu, mukanya tidak pucat. Dua, dia tidak takut. Dan tiga, Daichi sudah tahu bahwa Koutaro bukanlah werewolf sejak bertemu di rumah kaca ini.
Tadi Koutaro megang garpu, kan?
Garpu yang dipegangnya itu dilapisi perak, dipakai anak teater untuk drama sebulan yang lalu.
Dan werewolf tidak mungkin memegang barang yang terbuat atau dilapisi dengan perak. Mereka bisa mati.
Tapi bukan berarti kecurigaan Daichi kepada Bokuto menghilang. Masih ada bad side yang tidak bereaksi ketika memegang barang perak.
"Ngapain lo disini?" tanya Daichi.
"Nyari garpu tadi, lah." jawab Koutaro.
Daichi melirik garpu yang sudah diletakkan di meja, "Itu udah ketemu. Nyari apa lagi sekarang?"
"YA INI GARPUNYA KECIL BANGET, DAICHI!" balas Koutaro ga nyelo. "Kita butuh yang lebih besar untuk ngelawan werewolf!"
Daichi terdiam.
Wah, burung hantu satu ini tumbenan pinter. Dia nyari barang perak untuk melindungi diri?
Akhirnya kamu pintar, mas!
Ayo beri apresiasi!
"Jenius. Tapi bego." ujar Daichi. "Yang bisa ngalahin werewolf pake barang perak itu cuma hunter. Lo emangnya hunter?"
"Bukan, sih."
Ternyata memang tidak pintar.
Daichi emosi, "Terus ngapain lo cari, burhAAAANNN?!"
"YA SIAPA TAU BISA GUE PAKE!"
"DIBILANG CUMA HUNTER YANG BISA PAKE! Lo apa, villager?!"
"YAAA, KAN SIAPA TAU!"
Batu banget astaga.
"HRGHNG?"
Tanpa disadari, seekor werewolf sudah ada di belakang mereka.
Daichi dan Koutaro serempak menoleh, dan mengambil langkah mundur ketika melihat werewolf yang jaraknya dekat sekali.
Garpu perak tadi ada di meja, mereka tidak sempat meraihnya.
"Buset buset buset buset, gede banget, Chi. Serem njir. Astaga gue mau kabur. AAAA PENGEN KABUR!"
Koutaro teriak, tapi bisik-bisik.
Daichi tidak menyahut. Menoleh ke sebelahnya pun tidak. Matanya fokus menatap mata sang werewolf.
"Chi, lo gak mau lari? Lo gak takut? Idih gue sih takut- anjir, anjir, werewolf-nya gerak!"
"Sst, lo bisa diem gak-"
"Ini mah bunuh diri! WOI, DAICHEEE! AYO LARI!"
"DIEM, BEGO!"
Setelah Daichi teriak sambil menahan kakinya, Koutaro diem. Ikutan ngeliatin arah mata Daichi. Ikutan mantengin si werewolf.
"Ini si ww kita liatin, baper gak ya?"
"Bisa diem gak sih, bacrit."
Tidak lama kemudian, werewolf-nya pergi.
Daritadi sebenarnya Koutaro pengen teriak lebih histeris. Tapi malu lah ya, ada Daichi. Hiks.
"DAICHIIIII JANGAN BILANG LO GUARDIAN—"
"Diem."
"KAULAH PELINDUNG HATIKU, MAAAAS!"
"DIEM."
Daichi melirik jam tangannya. Sudah 25 menit lebih sejak malam dimulai. Seharusnya moderator sudah menyuruh mereka kembali ke lapangan.
❝ Pagi telah tiba. Astaga, aku benci ini. ❞
❝ Tadi malam werewolf menyerang seorang warga. Tapi guardian ada di sisinya, sehingga werewolf tidak bisa memakan. Tidak ada yang mati malam ini. ❞
❝ Kembali ke lapangan dalam hitungan kesepuluh. Satu, dua, tiga, ... ❞
Koutarou mendecih pelan, "Sumpah itu moderator nyebelin banget! Senyebelin-nyebelinnya Semi pas jadi moderator, masih lebih nyebelin yang ini!" ujarnya sambil berlari ke lapangan.
Daichi terkekeh, "Lo yakin? Padahal gaya moderator Semi gak jauh beda sama moderator yang ini."
❝ Heh! Gue denger kalian, ya! ❞
"Tuhkan, nyebelin banget!"
🐺
"Clue, clue. Clue-nya mana?" tanya Satori. Koushi menunjuk kertas di ring basket.
Tooru melirik Sugawara, "Gue aja yang baca. Jangan elo."
"Wes, santai dong masnya."
「
OWL QUAD
HTE UCDESR
」
"APA-APAAN INI WOOOOI?!"