notifikasi bencana

2.4K 541 41
                                    

Pukul 9 malam.

Daichi sedang membeli makan malam. Di apartemen ada Yui yang sedang berkunjung, Morisuke yang memainkan ponsel, dan Eita yang sibuk menendang sesuatu.

Berisik banget, sumpah.


Lama-lama Morisuke kesel, "Lo ngapain, sih?"

"Squishy gue yang kecil banget tapi mAhal masuk ke belakang credenza,"

Morisuke terperanjat, langsung berdiri, "DAN LO MALAH NENDANG-NENDANG SEBUAH FURNITUR?!"

Dengan bangganya Eita menjawab, "IYA LAH."

"LO ITU YA─"


Ting!


Yui menoleh.

Ponsel Morisuke berbunyi.

Pemiliknya sedang bertengkar dengan temannya, dia tidak akan dengar.

"Yaku, tadi handphone-nya bunyi." ujar Yui pelan, "Kayaknya penting ... "

"Oh, lampu notifnya warna apa?" tanya Morisuke tanpa menoleh, masih sibuk menahan badan Eita yang ingin ia remukkan.


" ... Jingga,"


Dua oknum yang tengah ribut sontak menoleh.

Morisuke melepas pegangan tangannya dan menghampiri Yui. Ponsel diterima, sandi dimasukkan. Matanya lalu melotot menatap layar ponsel, diikuti dahinya yang berkerut.

Eita bangkit dari posisi jatuhnya, "Jingga itu moderator, kan?"

Bulu kuduk Yui terangkat.

"A-Apa? Moderator?" satu-satunya perempuan di situ bertanya.

"Sebentar ya, Yui." ujar Eita, "Dia ngirim apa?"





















fratello minore.

moderator.



















"Ngirim apa? Jingga? Moderator?" Yui berdiri, "Ka-Kalian nyembunyiin apa dari gue?"

Morisuke menyuruhnya duduk kembali. "Yui, tenang." ujarnya.

"Kalian ada komunikasi sama moderator?"

"Bukan, ini─"

"J-Jelasin. Semuanya."




















" ... Kenapa gak ngasih tau?" tanya Yui setelah mendengar penjelasan dua rekannya.

"Yui, lo itu belom stabil." ujar Morisuke, "Lo lagi banyak pikiran. Kita gak bisa ngasih tau ini, yang ada lo tambah terbebani."

Yui menghempaskan punggungnya ke sofa. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan, menarik napas dalam-dalam dan membuangnya.


"Jadi, menurut kalian, yang main werewolf bukan kita doang?"

"Iya. Mereka pasti hidup kayak kita juga, menjiwai karakter yang ada." sahut Morisuke, "Semoga mereka baik, bukan dari kubu werewolf."

Helaan napas putus asa terdengar lagi dari perempuan yang surainya mulai memanjang tak karuan itu. "Gue takut."

"Gua juga." fokus lawan bicara Yui kembali ke ponselnya, "Ini dia ngirim dua kata buat kita."

Eita mengangguk-angguk, "Gua jadi laper bacanya."

"Ini pasti bahasa asing." Morisuke bergumam, "Tadi lo bilang apa? Laper?"

"Eh, lagian ini kayak nama pasta. Atau kopi, ya?"

"Kayaknya ini Bahasa Italia. Kalo yang kopi itu namanya frapuccino, bambang." ujar Morisuke sambil membuka aplikasi terjemahan.

"Sebentar, gue lagi mengingat sesuatu! HNGG─"

"Oh, translate-nya keluar,"

"KOMET MINOR─"

"BAMBANG EITASO."

Asli. Kalau keadaannya lebih baik, Yui akan tersenyum dan tertawa pelan. Tapi informasi yang diterimanya lima menit lalu benar-benar memenuhi isi kepala.

Rasanya mau meledak.




















fratello minore

>

adik laki-laki




















Morisuke dan Eita menatap layar terjemahan.

"Kalian ada yang punya adek?" tanya Morisuke.

Yui menggeleng.

"Enggak. Lo?" jawab Eita.

"Bukan adek kandung, sih." jawab Morisuke. Ia lalu mengalihkan layarnya ke mode telepon.




















"Oh, iya. Telponin Daichi."

werewolf games. [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang