Eita berhenti berjalan. Ia menoleh ke belakang- ke Tetsurou, tepatnya.
"Oh, seer." balas Eita. Ia terdiam sebentar.
"Oh, SEER, TOH?! Gue kira apa. Gila gak sih, gue butuh 40 detik untuk mengingat apa saja tugas seer." lanjutnya.
"Dih, padahal waktu SMA lo sering jadi moderator. Kok bisa lupa?" cibir Tetsurou, "Gue aja udah hapal diluar kepala."
"Udah tua."
"Dasar kakek-kakek."
"Bacot."
"Lo udah nerawang siapa aja?"
"Eh? Jadi gue diterima, nih?" sahut Tetsurou, "Diterima jadi sekutu, maksudnya."
Eita memutar bola mata.
"Gini, kayaknya gue kena karma gegara ngehina Yakkun, deh." ujar Tetsurou, "Gue belom nemu werewolf sama sekali."
"Haha. Rasain lo, ngehina Yaku, sih. Doa ibu dan orang yang tertindas selalu didengar Tuhan," balas Eita.
"Lo barusan juga ngehina dia, oke. Dia bukan ibu-ibu, dan 100% fine with my hinaan. Lagipula, dia tau kok, kalo itu cuma bercanda."
Eita tidak berniat melanjutkan pembicaraan tentang ibu, "Siapa aja yang udah lo terawang?"
"Gue jadi seer sial banget kali ini. GAAAH, kesel!"
"YauDAH TINGGAL JAWAB SIAPA AJA?!"
Masalahnya tuh ya, Eita udah menanyakan pertanyaan yang sama dalam lima menit terakhir. Dan jawaban Tetsurou sama sekali tidak membantu.
Tetsurou mulai bercerita, "Di malem pertama, gue nerawang Matsukawa. Malem itu juga dia mati dimakan ww,"
"Wow. Sial sekali," komentar Eita, "Terus?"
"Malem kedua, gue nerawang Makki. Dia juga mati."
"Aku miris, terus?"
"Malem ketiga, gue nerawang Daichi. Dia bukan ww."
"Daichi karakternya apa?"
"Lo gak perlu tau, hehe."
"Y."
"Malem keempat, gue nerawang Suga. Dia bukan ww juga," ujar Tetsurou, "Kan gak hoki banget! Padahal biasanya, sekali terawang gue langsung dapet dua werewolf, lho!" lanjutnya.
Eita terkekeh geli. "Terus, malem ini lo nerawang siapa?"
Tetsurou mengangkat bahu, "Moderator-nya belom manggil," jawabnya, "Gue penasaran sama Ikejiri, sih."
🐺
Sementara itu di lapangan, Yukie dan Yui duduk bersebelahan. Keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing, tidak ada yang berbicara.
Juga ada Hayato yang duduk membelakangi keduanya, dan Daichi yang berdiri tidak jauh dari mereka. Daichi hanya menatap parkiran yang kosong melompong. Daishou dan Mika sudah pergi sejak tadi.
Sesekali Yui melirik mayat teman-temannya yang mati di lapangan. Mata Yui selalu terpaku ke Kiyoko. Berair, deh, matanya.
Gitu aja terus. Ngalihin pandangan, nengok lagi, ngeliat Kiyoko yang sudah memucat, nangis, dan ngalihin pandanhan lagi. Berulang-ulang.
Oke.
"Ikejiri, sekarang jam berapa?" tanya Yukie.
Hayato mengangkat ponselnya, "Jam sebelas. Itu Daishou sama Yamaka kenapa malem banget pulangnya, dah?"
Yukie menggeleng, "Ya ... gatau."
Hening.
Wow, awkward moment ternyebelin.
"Ngomong-ngomong, gue habis mikir." Hayato menoleh, "Malam ini memang werewolf gak bisa mangsa orang. Tapi mereka berubah, gak, ya?"
Daichi tiba-tiba bergabung, "Menurut gue enggak. Serbuk tepung yang Semi sebar ke kita kayaknya menggagalkan perubahan werewolf."
Hayato mengangguk, "Iya sih. Udah sepuluh menit dan gue belom denger lolongan serigala."
Hening lagi.
"Ikejiri, role-mu apa? Kayaknya bikin analisis mulu daritadi," tanya Yui. "Seer, kah? Atau guardian?"
"Eh? Menurut gue sih role baik, ya? Soalnya dia ngebantu kita mecahin kode Iwaizumi yang gak jelas." balas Yukie.
"Kalian kok ngomong begitu di depan orangnya, sih ..." sahut Daichi.
"Emang gak boleh?"
"Ya enggak lah, gak sopan!"
Sementara itu, Ikejiri hanya terkekeh.
"Yang pasti bukan guardian." jawabnya sambil tersenyum.
... waswas.
🐺
"Gimana? Ikejiri aman?"
"Ikejiri safe."