Walaupun tidak dipanggil, Daichi yakin Daishou dan Mika bisa melihat mereka. Secara, sepertinya mereka mau ke parkiran. Parkiran ada di depan, dibatasi pagar. Dari parkiran, Daishou dan Mika bisa melihat ke lapangan, tempat mereka bermain permainan ini.
Tapi sepertinya Daichi salah.
Mereka bahkan tidak menoleh.
"Eh, dasar uler sombong, pura-pura gak liat ya, lu?!" ujar Tetsurou kesal.
Daichi mendekat ke pagar pembatas. Tangannya terulur keluar, tapi ditariknya kembali. Perkataan moderator membuatnya batal melakukan itu.
Kan serem kalau tangannya kepotong tiba-tiba. Pokoknya, kalo ada yang keluar dari pagar pembatas, mati.
Jadinya Daichi hanya berdiri sambil berusaha melambaikan tangan. Jaraknya dengan Daishou dan Mika hanya 5 meter.
Daishou dan Mika tidak menoleh sama sekali. Mereka terus asyik berjalan sambil bercakap-cakap.
"Suguru, ngerasa aneh gak, sih?" tanya Mika dengan wajah was-was. Ia memandang ke lapangan, yang sebenarnya terdapat banyak orang.
Entah kenapa Daichi tidak melihat pantulan dirinya di mata Mika.
Daishou mengikuti arah pandang Mika, "He? Enggak, tuh. Aneh kenapa?"
"Kayak ada yang manggil ...,"
"Ck, itu kenapa malah ngobrol sih." Tetsurou ikut berjalan ke pagar pembatas, "WOEI ULER! GAK USAH MAIN-MAIN LO!"
"Eh, BENER! Kayak ada yang manggil!" seru Daishou terkejut.
"IYA, KAN!?"
"GUE YANG MANGGIL, SABLEEENG!" teriak Tetsurou emosi. "Bukan, Mika. Bukan kamu. Daishou yang sableng." koreksinya cepat.
"Mika, cepetan pake helmnya." ujar Daishou kemudian, "Mungkin yang manggil temenmu yang rambutnya pendek itu, kali. Mereka kan mau lembur ngerjain proposal malem ini."
"Iya, ya. Lampunya aja masih nyala." balas Mika sambil memakai helm, "Mau samperin, gak?"
"Aku sih no."
"Kok gitu?"
"Udah jam 11, kamu mau pulang telat?"
"Eeeeh, iya iya."
Tetsurou misuh-misuh sementara Daichi sudah kembali ke perkumpulan.
"Gak tau kenapa, kayaknya mereka gak ngeliat kita." ujar Daichi.
"Kok bisa?" tanya Asahi. Daichi menggeleng pelan, tidak tahu.
"Yaudah, sekarang kita sembunyi aja. 20 menit kemudian kumpul disini lagi, kan?" ujar Shinsuke, "Entah mau sampai kapan kayak gini. Semoga gak ada korban lagi."
🐺
Setelah menyebarkan serbuk besi, Eita sangat lega. Tugasnya sudah selesai. Jadi, kalau dia mati juga tidak apa-apa. Yang penting ia sudah sempat berjasa, kan?
Sekarang Eita akan bersembunyi. Ia tidak tahu harus sembunyi dimana, lagipula werewolf malam ini tidak memangsa.
Ketika sedang berjalan di lorong gedung B, pundaknya ditepuk dari belakang.
"Dor."
"HWANJEEEEENG!"
Sekaget itu. Eita sekaget itu sampe teriakannya menggema.
"Eh, elo, Kur. Seeeh, gue kira siapa." ujar Eita kemudian.
"Gak perlu teriak, sebenernya." balas Tetsurou.
"Namanya juga kaget."
"Jantungan mulu lu, kayak kakek-kakek."
"C O T." Eita membalikkan badan, lanjut jalan. Tetsurou mengikuti di belakangnya.
"Ngomong-ngomong, Semi." panggil Tetsurou. Eita hanya membalas dengan gumaman tidak jelas.
"Gue seer. Lo mau kerja sama?"
Oh, tentu saja. Eita sudah siap dengan pernyataan semacam itu.
Karena karakternya sudah terkuak, pasti banyak good side berkekuatan yang akan datang dan mengajaknya untuk membentuk aliansi. Seer, salah satunya. Kadang guardian ikut bergabung.
Hal tersebut dapat memudahkan mereka untuk memenangkan permainan.