Deepest Sea

6.1K 268 11
                                        


D e e p e s t S e a

     Manusia diciptakan begitu lengkap, memiliki kekecerdasan, wajah sempurna, kulit yang bersinar serta alam yang kaya. Lalu apa yang salah dengan semua itu? Ilmu pengetahuan? Haus akan teknologi? Menginginkan lebih?

Benar?

Manusia tidak pernah puas dengan pencapaiannya, mereka selalu mencari apa yang dibutuhkan mereka. Sampai rela mengorbankan keluarga, alam serta dirinya sendiri.

Mereka rela mati demi itu.

Mereka tidak perduli dengan semua itu asalkan mereka mencapai kepuasan tertentu.

Sama dengan ayah yang dari dulu terobsesi menemukan makhluk laut yang langka. Dia bekerja siang dan malam, tanpa tidur dan henti. Sampai hari dimana ibu meninggal, ayah terpuruk dan semakin hari kami kehilangan segalanya.

Kami hidup dalam kemiskinan dengan ayah yang masih terkurung dalam kesedihannya. Ayah menemukan kembali titik cerah saat aku jatuh sakit, saat dimana kami tidak memiliki biaya untuk operasi. Dan disanalah obsesi ayah bangkit kembali.

Ayah selalu berkata padaku, disetiap malam saat ia akan bekerja menjelajahi laut dibelakang rumah kami. “Tenang saja sayang, ayah akan menemukan makhluk itu. Dan kau bisa sehat, kau bisa bersekolah, tunggu ayah.”

Setiap hari aku tidak pernah mempercayai itu, dan ayah mematahkannya dimalam dengan hujan lebat melanda kota. “Lihat putriku, ayah mendapatkannya.” Aku begitu terkejut, karena makhluk yang dibawa pulang oleh ayah...

Begitu berbeda...

Memiliki rupa yang sama dengan kami, para manusia. Saat itu umurku baru saja tujuh tahun, dengan rambut pirang panjang yang terjalin. Serta baju lusuh yang aku pakai berubah karena penelitan ayah terhadap makhluk tersebut.

Suatu malam, aku terbangun karena tangisan, serta jeritan yang begitu menyakitkan. Kudorong pintu yang mengarah pada asal suara, menemukan ia yang bersandar di kaca pembatas air. Aku menutup mulut, karena ia tampak begitu putus asa. Sampai aku terkejut untuk kedua kalinya karena ia berbicara denganku, “Help.. Me, please...”

Aku berjalan menyisir dipinggiran dinding, ragu-ragu mendekati nya. “Kau..?”

“Tolong aku...”

Dia berbalik, menempelkan telapak tangannya dibagian kaca. Aku mengikutinya tanpa mau berhati-hati, ikut menempelkan tangan dan menyamakannya dengan makhluk yang memiliki ekor tersebut. “Kau sungguhan seorang duyung?”

Dia mengangguk, “Kau mengerti apa yang aku bicarakan?” Dia kembali mengangguk.

“Apa ayah menyakitimu?” Dia terdiam, menatap kebawah, dengan ekor yang mendorong. “Tolong aku... aku merindukan keluargaku, aku tersiksa disini.”

Aku curiga dengannya, “Kau memiliki nama?” Itu pertanyaanku untuk mengalihkan permintaan tolongnya, “Ya... ”

“Siapa namamu?”

Dia melirikku, berenang kesisi sebelahnya, dan aku mengikutinya terus. “Aku jungkook... “ Lalu dia berenang ketempat tepian, tempat ia biasa diberi makan oleh ayah. Kenapa aku bisa tahu? Karena... saat aku melintas diruangan ini, ayah lupa menutupnya. Aku tidak diizinkan untuk masuk kedalam sini.

“Aku lalisa.”

“Tolong aku...”

Byurr!

“Aaaaaaaa!”

Aku bersembunyi dibalik tempat pembersih, mencoba menetralkan detakan jantung yang bersitegang.

“Maaf...”

One Shoot [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang