Fill-In

1.5K 164 32
                                    

[Ps: Tidak ada niatan jahat dalam pengambaran tokoh, hanya memakai nama dan selebihnya fiktif belaka, jangan mudah salah paham.]






Ini merupakan sebuah tradisi, tapi entah kenapa hal sekeji ini harus menjadi tanggung jawabku, sebagai generasi ketiga dari anak-anak orang tuaku, kenapa tidak kakak atau yang lainnya? Saudara yang lain mungkin? Adik ayah atau generasi yang lainnya. Kenapa harus jatuh pada generasi orang tuaku?

Mereka bilang dari orang tua (Nenek-ibu papa) melahirkan papa yang menjadi generasi pertama yang mengharuskan memiliki dua anak lebih, karena saat keluarga Kim(Keluarga yang dilayani Choi) memiliki penerus laki-laki maka anak bungsu dari generasi ayah harus mengorbankan nyawanya, untuk melindungi keluarga Kim dari kemalangan.

Dan ini belangsung terus menerus selama generasi ke generasi, Itu terdengar seperti bullshit...

Karena ayah anak pertama dari nenek? Haruskah aku mengikuti skanario yang sudah ditulis ini?Atau bisakah aku berbalik melawan? Menerjang bagai ombang atau mengikuti arus yang sudah terbentuk? 

Perkenalkan namaku Choi lisa, punya dua orang tua, dua kakak dan keluarga yang harus melayani keluarga lainnya dengan iming-iming sebuah tradisi masa lalu. Padahal di jaman ini, dijaman serba modern dan canggih, harusnya hal seperti mitos sudah tidak ada lagi.

Kepercayaan harusnya berdasar pada Tuhan.

Dan saat ini, aku harus menjadi sebuah tadisi yang akan merenggut nyawaku. Kisah ini sudah berlangsung selama puluhan tahun, keluargaku sudah menjadi pengabdi untuk keluarga Kim, mempersipkan segala. Dimana saat anak pertama akan mengambil alih bisnis keluarga, disana peran keluarga choi diandalkan. 

Awal kisah, seperti keluarga kami membalas budi karena kebaikan keluarga Kim, dan betapa bodohnya orang dimasa lalu (keluarga Choi) karena dengan mudahnya menyerahkan keturunan mereka untuk melayani keluarga lain selama generasi ke generasi. 

Tidak untuk di akhiri.

Ini seperti neraka yang sudah terjadi dan terus merambat. 

"Lisa tidak mau ma!"

"Lisa dengarkan mama..."

Kulirik mama yang menatapku dengan linangan air mata, aku tahu, aku percaya dan aku yakin. Jika mama juga tidak ingin kalau putrinya diserahkan begitu saja untuk menyangkal kemalangan, mama pasti berpikir 'kenapa harus anakku?' seperti aku yang berpikir 'Kenapa harus aku?'

"Lisa mama sayang padamu, mama mencintaimu, mama tidak ingin ini terjadi... tapi tolonglah nak, mama... mama minta maaf..."

Kemudian tangis mama menjadi, aku tidak bisa melihat ini lebih jauh, jadi ku ambil nafas panjang dan menghebuskannya perlahan. "Maafkan kakak lisa...seharusnya kau tidak perlu lahir, agar ini tidak terjadi pada adikku, dan kakak bisa mengantikanmu... maaf adikku."

"Jangan mengatakan itu seperti kau menyesal memiliki ku kak jennie, aku... aku bersyukur karena lahir... aku, maksudku aku menyukai setiap waktu yang ku habiskan bersama kalian...jadi, i-tu... perkataanmu..."

Kakak menerjangku dengan pelukannya, suara tangis meledak begitu saja. "Kakak berharap anak paman Kim harusnya perempuan" Aku langsung menatap kakak mino, "Tidak! lisa tidak mau kehilangan kakak yang baik hati! Lisa tidak mau!"

"Begitu pula kakak yang tidak ingin kehilangan lisa..."

Yah begitulah kejadian sebulan yang lalu, ingatan dimana malam penuh tangisan dan raungan tidak terima menjadi saksi bisu ketidak berdayaan. "Nona lisa anda dipanggil tuan muda" Kulirik jesi-pelayan pribadiku. Yang selalu mengikuti dan menyiapkan segalanya, ah aku lupa... disini aku hanya nyonya kedua.

One Shoot [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang