Part 4

65 10 0
                                    

Raina POV

Aku sedang berjalan menuju ruang inap ibuku. Seperti biasa, keadaan lorong Rumah Sakit ini terlihat sangat ramai, ramai dengan makhluk kasat mata dan tak kasat mata. Karena sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini aku santai saja aku tidak terlalu menghiraukan mereka yang tak kasat mata, karena semakin di hiraukan mereka semakin manja.

Di ruang bercat putih ini terbaring seorang wanita yang sangat aku sayang, dengan alat - alat yang menempel di tubuhnya sebagai penunjang hidupnya selama ini, setiap kali melihat keadaan ibuku yang seperti ini ingin rasanya aku menggantikan posisinya.

Aku menarik kursi dan duduk di sebelahnya sambil menggenggam tangan yang semakin hari semakin ringkih.

"Assalamualaikum bu, malam ini aku datang lagi, maaf Rain agak terlambat dari biasanya bu, soalnya tadi Rain pergi dulu sepulang sekolah, sama Tian. Bu aku beberapa bulan lagi mau lulus SMA, apa ibu tidak mau melihat ku? Ya walaupun nilai ku nanti tidak terlalu sempurna tapi aku berusaha membanggakan ibu, ibu bangun ya bu, nanti setelah lulus SMA aku bakal cari kerja bu, aku tidak kuliah ya bu? Aku mau kerja aja mau bantu ibu"

Tanpa sadar air mata ibu mengalir dari sudut matanya yang tertutup, aku berdiri dan menyeka air mata tersebut.

"Kenapa ibu menangis? Apa ibu menangis bahagia karena ku? Atau ibu menangis karena rindu padaku? Ohh ibuku yang cantik bukanlah mata ibu jika ibu merindukan aku, aku semakin cantik loh bu, apa ibu tidak mau memuji ku?"

Setiap kali mengunjungi ibu aku selalu bercerita banyak hal padanya, karena aku tahu pasti ibu akan mendengarkan ku, walaupun tak ada ucapan yang terucap dari mulutnya, tetapi ibu selalu merespon ucapanku dengan air mata yang keluar dari sudut matanya, seperti tadi.

Setelah lama aku berbicara pada ibu, dan aku sudah makan, aku ingin beristirahat sejenak, aku tidur di sofa yang terdapat di ruangan ini, mungkin ruangan ini terlihat sedikit berkelas, ya karena aku mendapat sedikit bantuan dari Tian dan orang tuanya, sisanya karena aku menjual barang - barang berharga peninggalan ayah, kata ibu seperti itu.

Ketika mata ku ingin tertutup tiba - tiba ada yang mendesak ingin di keluarkan dari perut ku, aku langsung berlari keluar ruangan untuk ke toilet, karena toilet di ruangan ibu airnya sedikit bermasalah.

Keadaan Rumah Sakit yang sepi tak mengurungkan niatku untuk ke toilet, peduli setan jika sudah begini, yang di dalam perut ku sudah memberontak ingin dibebaskan.

"Akhirnya lega juga, lagian ada - ada aja sih kamu perut"

Setelah keluar dari toilet, aku merasakan tengkuk ku mulai meremang, tak biasanya aku seperti ini, biasanya aku selalu cuek dengan hal - hal seperti ini, tapi kok rasanya kali ini berbeda ya, seperti ada yang mengikuti ku sejak aku keluar dari toilet.

Ku beranikan diri menengok kebelakang, dan hasilnya nihil, tak ada apapun, kosong, hanya aku saja yang berada di lorong ini, ahh sepertinya hanya perasaan aku saja, terlalu parno.

Setelah beberapa langkah, aku kembali merasakan kehadiran seseorang di belakang ku, setelah aku lihat, hasilnya sama saja, kosong, tidak ada apa - apa, hanya ada suara jangkrik yang menjadi nyanyian alam di malam hari.

Segera ku percepat langkah ku, menghindari hal - hal yang tidak aku inginkan, sampai di depan kamar mayat aku lagi - lagi merasakan sesuatu yang berbeda, karena memang ruang inap ibuku ada di belakang, dan agak dekat dengan kamar mayat.

Aku kembali melangkah namun ada seseorang di depan ku, agak jauh memang, dia memunggungi ku, dan aku menghentikan langkah ku, karena tidak menjamin dia manusia seperti ku. Tetapi setelah ku pikir - pikir tidak ada jalan lain selain melewatinya, ruangan ibuku tinggal belok kanan lalu lurus dan nyampek. Tidak ada pilihan lain, dengan sisa keberanian yang ku miliki aku berjalan cepat melewatinya.

"Sedang apa?"

Deg, jantung ku berlaku dengan sangat cepat, kaki ku juga sulit untuk di gerakkan, sepertinya tubuhku sudah bekerja di luar kendali otakku, kaki ku tidak bergerak sedikitpun walau aku sudah berusaha untuk menggerakkannya.

"Kaki sialan!" umpat ku dalam hati.

Sosok di belakangku sepertinya mulai mendekati ku, dan kini berdiri tepat di samping ku.

"Oh, ibu bantu aku"

Suara ku tercekat tidak bisa berteriak, badan ku kaku, seolah ada mantra sihir yang mempermainkan tubuh ku.

"Hampir jam 12 dan kamu masih berkeliaran"

Suara serak itu membuat ku semakin takut, udara sekitar menjadi sangat dingin, keringat mulai bercucuran di dahiku, dengan sekuat tenaga aku mencoba menggerakkan kaki ku, dan berhasil, langsung saja aku berlari secepat yang aku bisa, menghindari makhluk tadi, entah makhluk seperti apa aku tak tahu.

Sepertinya kesialan berpihak padaku saat ini, seharusnya aku tadi berlari ke arah kanan, bukan ke kiri, jadilah aku terjebak di sini, entah dimana ini, yang bisa ku lihat adalah pohon beringin besar yang ku yakin sudah sangat tua, terlihat dari akar - akarnya yang menjulur ke tanah dan melambai saat di tiup angin.

"Hihihihihi"

Astaga! Suara itu, suara melengking yang ku yakini suara wanita.
Damn! Benar saja dia sudah nangkring di atas pohon dengan rambut yang menjuntai sampai kaki, baju lusuh yang tak lagu berwarna putih karna ada beberapa noda darah dibeberapa tempat.

Aku sudah tak sanggup lagi untuk berteriak, mata ku memanas bersiap menumpahkan cairan bening, aku mundur teratur, aku tak memperdulikan apapun lagi, wajah ku sudah dipenuhi dengan keringat dan air mata.

Hampir sampai, ruang rawat ibuku sudah dekat, aku memperlambat lari ku dan berjalan dengan nafas yang masih memburu.

Brukk!

Aku sudah tidak tahan lagi, kaki ku lemas seperti jelly sudah tak mampu menopang berat badan ku, aku jatuh dan kembali terisak.

"Kamu kenapa?" suara laki-laki mengagetkan ku

Oh Tuhan jangan lagi, aku sudah tak sanggup berlari, batin ku berteriak, dia berdiri di hadapan ku, sekarang dia berlutut untuk mensejajarkan tingginya dengan ku.

"Hei, kamu kenapa menangis di sini?"

Aku memberanikan diri melihat ke arahnya.

"Ti Tian, lo ngapain hah!? Lo buat gue takut! Sialan lo!"

"Hah?"

"ha he ho, ha he ho! Kurang ajar banget ya lo Keiza Sebastian Mahendra!"

"Ehm, oke, kamu ngapain malem - malem lari - lari? Tadi juga di lorong sana ditanya kamu malah lari, aneh, sudah ayo duduk di sana dulu, bisa jalan sendiri kan?"

Ternyata dia Tian, kurang ajar banget dia, ternyata yang tadi juga Tian, ya ampun, bego banget sih aku.




Little Grils





First story, semoga menjadi inspirasi, agar tak terpuruk lebih lama lagi 😉.

You are DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang